Intisari-Online.com - Kasus sate sianida menjadi perbincangan hangat di Indonesia dalam beberapa terakhir ini.
Ini karena anak seorang tukang ojek meninggal dunia setelah memakan sate yang beracun itu.
Setelah diusut polisi, ternyata pelaku berhasil ditangkap.
Dilansir dari kompas.tv pada Rabu (5/5/2021), pelaku bernamaNani Apriliani dan dia telah merencanakan untuk mengirim sate beracun sianida itu kepada target berinisial T.
Lalu peaku mengirimkan sate itu melalui ojek.
Namun karena keluarga T tidak mengenal pengirim paket sate itu, maka paket itu ditolak.
Karena ditolak, maka tukang ojek itu membawanya pulang dan memberikannya kepada anaknya.
Dia tidak pernah tahu bahwa sate itu mengandung sianida dan membuat anaknya meninggal dunia.
Walau salah sasaran, pelaku yang ditangkap dirumahnya di Kabupaten Bantul pada Jumat, 30 April 2021 tetap mendapat hukuman berat.
Menurut polisi, Naniterancam hukuman mati atau paling lama penjara 20 tahun.
Motif aksi tega Nani itu sendiri karena sakit hati. Di mana target tidak menikahinya. Tapi justru menikahi wanita lain.
Kasus sate sianida seolah mengingatkan kita pada kasus tahun 2016 lalu ketikaWayan Mirna Salihin tewas setelah meminum kopi yang diberi sianida.
Pelakunya sendiri ialahJessica Kumala Wongso, teman Mirna sendiri.
Meski sudah mendapat hukuman 20 tahun penjara oleh hakim setelah 32 kali sidang.
Walau begitu,Jessica Kumala Wongso sempat mengatakan pembelaan dirinya pada13 September 2016 diPengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Di mana Jessicaterus mengatakan bahwadia yang meracuni Mirna dengan sianida.
"Bagaimanapun juga, saya tidak membunuh Mirna, jadi seharusnya tidak ada alasan untuk memperlakukan saya seperti sampah," ujar Jessica dalam nota pembelaannya, seperti dilansir Tribunnews.com.
Dalam pembelaan dirinya, Jessica mengatakan tidak ada alasan mengapa dia harus membunuh Mirna yang merupakan temannya yang baik.
Walau begitu, seluruh orang di Indonesia malah tetap menuduhnya.
"Semua hal yang saya lakukan dan tidak saya lakukan dibesar-besarkan, seluruh rakyat Indonesia menghakimi saya."
Akibatnya keluarga Jessica jadi terpojok dan sangat menderita.
Jessica mengaku polisi tanpa seragam dan identitas mulai berdatangan ke rumah. Bahkan keluarga sekitar terganggu.
"Wartawan mulai datang ke rumah dan akhirnya saya tampil di media dan dicemooh."
"Untuk keluar membeli makan saja sulit. Mulai hari penangkapan, tekanan dari polisi semakin terlihat."
Lalu Jessica menambahkan bahwa polisi terusmenerus menyuruhnya untuk mengaku dengan rekaman CCTV sebagai senjata.
Bahkan suatu ketika, direktur pimpinan umum yang menjabat saat itu datang ke selnya dan mengajak ke satu ruangan.
"Dengan disaksikan penjaga dari luar ruangan dia mulai berbicara dengan bahasa Inggris bahwa dia merendahkan harga dirinya untuk datang ke tahanan."
"Lalu dia meminta saya mengakui tuduhan yang diberikan kepada saya dengan dalih kalau sudah memeriksa rekaman CCTV."
"Pada intinya dia mau mengatakan kalau saya mau mengakui maka saya akan divonis tujuh tahun bukan hukuman mati atau seumur hidup."
"Lalu saya kembali ke sel."
"Di sana saya berharap untuk bangun dari mimpi buruk ini dan berpikir kenapa mereka sangat yakin kalau saya menaruh racun di kopi tersebut."
"Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud semua ini," ucap Jessica.