Darah Terus Mengalir di Bumi Cenderawasih, Mantan Presiden Indonesia Ini Kian Dirindukan Warga Papua, Caranya Bongkar Akar Masalah di Tanah Mutiara Hitam Tak Tergantikan

Tatik Ariyani

Editor

Kerusuhan Kembali Pecah di Papua
Kerusuhan Kembali Pecah di Papua

Intisari-Online.com - Pada tahun 2019 lalu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, persoalan utama yang dirasakan warga Papua bukan infrastruktur, melainkan keadilan dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Usman meminta pemerintah untuk tidak hanya fokus kepada pembangunan infrastruktur di Papua, tetapi mengutamakan penyelesaian persoalan ketidakadilan dan HAM.

"Pemerintah harus membuka mata untuk mengakui bahwa persoalan utama di Papua bagi orang Papua adalah persoalan keadilan dan persoalan HAM," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/8/2019).

Usman yakin, pemerintah memiliki agenda tersendiri dengan menggalakkan pembangunan infrastruktur di Papua, namun sebenarnya hal itu bukan menjadi persoalan mendasar yang terjadi di sana.

Baca Juga: Pantas Indonesia Tak Pernah Niat Serobot atau Caplok Papua Nugini, Ternyata Ada Sesuatu yang Mengerikan yang Bisa Bikin Indonesia Ogah Bersentuhan dengan Negara Itu

Usman meminta Presiden Joko Widodo untuk memberi perhatian khusus pada masalah keadilan dan HAM masyarakat Papua, seperti besarnya perhatian yang diberikan Jokowi saat melakukan pembangunan infrastruktur.

Marjinalisasi dan diskriminasi dialami orang asli Papua, baik secara politik, ekonomi, maupun sosial-budaya.

Namun, belum ada masalah pelanggaran HAM yang diselesaikan secara adil, termasuk juga belum berhasil diputusnya siklus kekerasan di Papua yang dilakukan negara hingga saat ini.

Di tengah masalah-masalah tersebut, warga Papua pun tampaknya merindukan sosok mantan Presiden Indonesia ini karena caranya menguraikan akar permasalahan yang terjadi di Papua.

Baca Juga: Aksi Sarwo Edhie Wibowo Hadapi Teror KKB Papua Berkekuatan 14.000 Orang di Era Soeharto hingga Mampu Bujuk Kembali ke NKRI, Taktik Cerdas Ini Jadi Kunciannya

Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebenarnya memiliki warisan dalam menyelesaikan persoalan di Papua, kata Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid.

Gus Dur selalu mengedepankan dialog dalam menangani masalah di sana.

Gus Dur berharap, pendekatan dialog juga diterapkan oleh pemerintah saat ini dalam menangani situasi setelah aksi unjuk rasa.

Melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/8/2019), Alissa mengatakan, "Teladan ini perlu dicontoh sehingga warga Papua tidak lagi diperlakukan secara diskriminatif, didengar aspirasinya, serta dihargai martabat kemanusiaannya."

Semasa hidupnya, Gus Dur memberikan teladan tentang kepedulian akan situasi di Papua dengan selalu mengedepankan dialog yang melibatkan kepala suku dan tokoh agama dengan prinsip partisipatif, tanpa kekerasan dan mengutamakan keadilan.

Bagian dari upaya pendekatan dialog yang dilakukan oleh Gus Dur contohnya, langkah Gus Dur untuk mengembalikan nama Papua sebagai nama resmi dan mengizinkan pengibaran bendera bintang kejora sebagai bendera kebangaan dan identitas kultural masyarakat Papua.

Baca Juga: Pantas Indonesia Tak Pernah Niat Serobot atau Caplok Papua Nugini, Ternyata Ada Sesuatu yang Mengerikan yang Bisa Bikin Indonesia Ogah Bersentuhan dengan Negara Itu

"Gus Dur selalu mengedepankan dialog dan pelibatan tokoh-tokoh non-formal, misalnya kepala suku dan pemimpin agama dengan prinsip partisipatif, non-kekerasan, dan adil," kata Alissa.

Jaringan Gusdurian menyadari sepenuhnya bahwa selama ini Papua sebagai tempat yang memiliki kekayaan alam melimpah justru menjadi kawasan yang tertinggal di Indonesia.

Oleh sebab itu, keadilan dan perlakuan yang tidak setara masih terjadi di Papua hingga sekarang.

Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid itu pun menegaskan bahwa masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama warga negara Indonesia.

Alissa juga mengatakan bahwa penyelesaian segala perbedaan harus dilakukan berdasar kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan.

"Masyarakat Papua harus dihargai martabatnya sebagai sesama anak bangsa Indonesia yang mempunyai hak yang sama dan setara," tuturnya.

Artikel Terkait