Intisari-online.com - Sejak pandemi Covid-19 menyebar mulai dari Wuhan China, banyak fakta menarik terungkap.
Salah satunya adalah kuliner ekstrem yang sering dijadikan santapan ekstrem di Tiongkok.
Misalnya di pasar hewan di Wuhan, banyak hewan liar dijual untuk kemudian dijadikan makanan oleh orang Tiongkok.
Seperti kelelawar, berang-berang, ular, tikus dan banyak hewal lainnnya.
Hal ini menunjukkan bahwa di Tiongkok banyak kuliner ekstrem, yang sering disantap oleh orang-orang Tiongkok.
Bahkan tak hanya hewan saja, bagian dari sisa tubuh manusia yang dijual di pasar gelap ini juga dijadikan makanan oleh orang Tiongkok.
Hal itu diungkapkan oleh situs Vietnam 24h.com.vn, pada Selasa (16/3/21), mengatakan bahwa plasenta alias ari-ari manusia ternyata juga dikonsumsi di Tiongkok.
Menurut laporan itu, plasenta dijual secara diam-diam di pasar gelap China, meskipun sudah ada larangan dari pemerintah China.
Beberapa orang membeli plasenta dari rumah sakit, rumah duka, dan pabrik pengolahan limbah medis dengan harga sekitar 80 yuan(Rp170 ribu)/potong.
Lalu menjualnya kembali ke toko plasenta ilegal di pasar gelap seharga ratusan yuan setelah menerimanya, lapor The Paper pada 15 Maret.
Pada hari yang sama, Global Times juga menemukan plasenta manusia untuk dijual di banyak situs, termasuk Xianyu, platform perdagangan barang bekas Alibaba.
Kebanyakan penjual menggunakan nama lain untuk menyebut plasenta, untuk lolos dijual di situs itu.
Plasenta seharusnya dibuang sebagai limbah medis, menurut Huang Chengsheng, dokter yang sudah enam tahun bekerja di bagian kebidanan, Rumah Sakit Rakyat ke-6 di Shanghai China.
Menurut dr Huang, banyak ibu baru yang memilih mengambil kembali plasenta untuk dimakan.
Banyak wanita berasal dari China, terutama lansia, berpikir bahwa makan plasenta itu baik karena kaya nutrisi.
Seorang wanita bermarga Chen, yang memiliki bayi berusia 22 bulan di Provinsi Shaanxi, barat laut China.
Ia mengatakan, sebelum dia melahirkan, baik ibu mertuanya maupun ibunya sendiri menyuruhnya untuk menjaga plasenta.
Kedua wanita itu ingin makan plasenta untuk menguatkan tubuhnya.
Setelah melahirkan, Chen memutuskan untuk membuang plasenta.
"Aku tidak ingin ibuku memakan plasenta. Itu mengerikan," katanya.
Seorang ibu lain di Shanghai mengatakan bahwa setelah melahirkan, dia membawa plasenta ke toko dekat rumah sakit.
Di sini, plasenta disiapkan dalam bentuk bubuk lalu ditutup menjadi kapsul.
"Ini untuk ayah mertua saya, yang kesehatannya buruk," kata wanita itu kepada Global Times, menambahkan bahwa proses pendahuluan sangat cepat dan biaya kurang dari 500 yuan (Rp1 juta).
Pengolahan awal plasenta menjadi bentuk kapsul sudah menjadi bisnis di China karena sebagian orang tidak bisa memakan plasenta secara langsung.
Seorang wanita yang bekerja sebagai perawatan awal plasenta di provinsi Zhejiang, China timur, mengatakan bahwa dia siap melayani secara langsung dengan keluarga yang baru saja melahirkan dan ingin mempersiapkan plasenta.
Menurut wanita ini, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pelanggannya lebih sedikit karena tidak diizinkan beriklan di platform onlinesecara resmi.
"Tapi sebenarnya permintaannya masih besar," kata perempuan itu.
Pakar dan apoteker pengobatan tradisional Tiongkok (TCM) terkemuka menganjurkan orang untuk tidak memakan plasenta karenabukan hanya tidak sehat tetapi juga berbahaya bagi kesehatan.
"Menurut TCM kuno, plasenta manusia terutama digunakan untuk meningkatkan kekebalan atau mengobati asma atau bronkitis," kata seorang TCM yang berbasis di Yao yang bekerja di sebuah rumah sakit umum di Provinsi Hunan, China berbagi.
Pakar pengobatan tradisional ini juga mencatat bahwa plasenta bukanlah obat mujarab untuk menyembuhkan segala penyakit seperti yang diyakini banyak orang secara keliru.
"Lebih buruk lagi, beberapa plasenta bisa mengandung virus menular seperti HIV, hepatitis B, sifilis," menurut dr Huang.
"Orang yang makan plasenta bisa terkena penyakit menular," ungkap dr Huang.
Di China, perdagangan ilegal plasenta manusia dapat dihukum berdasarkan peraturan pengelolaan limbah medis, menurut pakar hukum Zhang Bo.
Pelanggar sering kali mendapat sanksi administratif tidak lebih dari 5 kali lipat jumlah keuntungan ilegal.
Zhang menyarankan agar pihak berwenang meningkatkan sanksi terhadap perdagangan ilegal plasenta dengan hukuman yang lebih berat.
"Jika hukuman naik, katakanlah, 50 kali lipat dari jumlah keuntungan haram, pelanggar harus mempertimbangkan biaya dari perilaku mereka," kata Zhang.