Warga banyak meninggalkan kampung tersebut karena kondisinya sepi.
"Dulunya banyak penghuninya. Karena tempatnya tidak ramai ada yang sudah nikah ikut pasangannya. Kemudian, yang punya anak ikut anaknya," kata Ipin.
Walaupun kampung itu kosong, masih ada mushala yang masih dimanfaatkan warga utuk menjalankan ibadah shalat dzuhur dan ashar.
Mereka yang datang adalah petani yang memiliki sawah di dekat lingkungan tersebut.
“Mushala masih sering dipakai untuk beribadah, dan selalu dibersihkan setiap hari,” kata Iping.
Datang untuk peringatan hari wafat
Ipin mengatakan, hingga saat ini, tidak ada satu pun warga yang ingin kembali ke kampung tersebut karena mereka sudah memiliki rumah sendiri.
Namun, sesekali mereka datang ke kampung mati karena masih memiliki aset.
Kepemilikan tanah di kampung tersebut sebagian besar dikuasai beberapa ahli waris.
Selain itu, mereka datang untuk menggelar acara peringatan hari wafatnya pendahulu yang meninggal di kampung tersebut.
Kampung mati tersebut sempat ditawar oleh pengembang untuk dijadikan kompleks perumahan.
Namun, pemilik tanah menolak tawaran tersebut.
Mereka hanya akan menjual tanah mereka jika untuk membangun pesantren.
"Namun, bila dibeli untuk pembangunan pesantren ahli waris menerimanya," ujar Ipin.
Usai viral, banyak orang pun mendatangi kampung mati ini untuk sekadar melihat.
Rasa penasaran mendorong mereka untuk ke sana.
(*)
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Muflika Nur Fuaddah |
KOMENTAR