Intisari-Online.com - Tahun lalu, setelah melakukan penyerangan, anak buah John Kei melakukan perusakan di rumah Nus Kei, di kluster Australia di Green Lake City, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.
Di pemakaman YDR, paman John Kei, Nus Kei mengaku sempat berharap sang keponakan bertobat.
Namun mulanya Nus Kei menjelaskan awal perseteruan ia dan John Kei karena permasalahan tanah di Kota Ambon, Maluku.
Agrapinus Rumatora alias Nus Kei tidak mempersoalkan vonis hakim terhadap 22 orang anak buah John Kei yang merusak rumahnya dan melakukan penganiyaan terhadap sejumlah orang di sekitar rumahnya di Kota Tangerang pada Juni tahun lalu.
"Ya sudah diputusin sama majelis hakim, mau bagaimana (lagi)," kata Nus Kei mengikuti sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Kamis (21/1/2021) siang.
Ia menyatakan, kehadirannya pada sidang tersebut lantaran dirinya adalah salah pihak yang berkepentingan, yaitu sebagai korban, dalam kasus itu.
"Saya berkepentingan dalam perkara ini," kata dia singkat.
Majelis hakim PN Kota Tangerang menjatuhi hukuman kepada 22 anak buah John Kei terkait kasus perusakan rumah Nus Kei serta penganiayaan yang mereka lakukan tahun lalu dalam sidang putusan pada Kamis siang.
Majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada 13 terdakwa pelaku perusakan rumah Nus Kei.
Sembilan terdakwa lain yang dinyatakan sebagai pelaku penganiayaan diputus 1 tahun 8 bulan penjara.
Semua terdakwa terbukti melanggar Pasal 170 Ayat 2 KUHP tentang penyerangan dan perusakan.
Ain ni Ain, Ironi Falsafah Hidup Orang Kei yang 'Dilanggar' John Kei, Padahal Punya Peran Besar Meredakan Konflik Ambon
Baca Juga: Titik Nol Virus Mematikan: Sesibuk Apa Wuhan Setelah Setahun Lakukan 'Lockdown' Pertama di Dunia
Nus Kei mengungkapkan filsafat yang jadi prinsip hidup marga Kei yang membuat mereka harusnya bersatu.
Hal ini diungkapkan saat tahun lalu Nus Kei mendatangi makam temannya, YDR, yang tewas di tangan kelompok John Kei.
Nus Kei mengatakan, di dalam marga Kei mereka menganut filsafat Ain ni ain, vu’ut ain mehe ngifun, manut ain mehe tilur.
"Kami ini satu, kami ini kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, kami orang Kei, Ain ni ain, vu’ut ain mehe ngifun, manut ain mehe tilur kami pikir suku-suku lain tidak punya filsafat itu, dan itu sangat mengikat kami," ucap Nus Kei.
Pembunuhan YBR dan perusakan rumahnya, menurut Nus Kei karena sang keponakan tak bisa mengontrol emosi.
"Ini cuma karena emosi, keponakan saya tidak bisa kontrol emosi," kata Nus Kei.
Konflik Ambon
Masyarakat Kepulauan Kei menjadikan falsafah tersebut sebagai dasar bagi kehidupan bersama dalam kemajemukan.
Misalnya saling membantu antara satu dengan yang lain sekaligus landasan untuk hidup bersama dalam perbedaan oleh masyarakat Kei.
Dalam penelitian Dosen Institut Agama Kristen Negeri Ambon, Weldemina Yudit Tiwery, falsafah ini juga yang berhasil meredakan konflik agama.
Tepatnya dijadikan landasan rekonsiliasi konflik kepentingan atas nama agama pada 1999 di Maluku.
Gara-gara konflik berbalut agama itu, tatanan sosial masyarakat di Kepulauan Kei, Maluku porak poranda.
Baca Juga: Segudang Manfaat Pijat Refleksi, Anda Bisa Gunakan untuk Sembuhkan Ini
Namun falsafah tersebut menyelamatkan masyarakat Kei dari konflik itu.
(*)