Intisari-Online.com - Inilah organisasi di Mesir yang mempelopori penggalangan dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia.
Mereka ikut melakukan kampanye dan demonstrasi bersama para mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Mesir.
Pada akhirnya, berkat meluasnya dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia, membuat pemerintah Mesir memberikan pengakuan kemerdekaan terhadap Republik Indonesia.
Pengakuan Mesir terhadap kemerdekaan Indonesia terjadi pada 22 Maret 1946, menjadikan negara Arab ini sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI.
Organisasi yang mempelopori penggalangan dukungan terhadap kemerdekaan RI tersebut adalah Ikhwanul Muslimin.
Bersama mahasiswa Indonesia, mereka menuntut pemerintah Mesir untuk mengakui kemerdekaan Indonesia dan memerangi kolonialisme di dunia.
Saat itu, Indonesia yang baru saja memproklamasikan kemerdekaannya berupaya mendapat pengakuan dari negara lain.
Pengakuan negara lain merupakan salah satu syarat penting untuk berdirinya sebuah negara.
Terlebih, Belanda juga ingin kembali menguasai Indonesia, membuat dukungan dari negara lain kian penting.
Setelah memberikan pengakuannya terhadap kemerdekaan Indonesia, pemerintah Mesir dan Indonesia mengadakan perjanjian persahabatan untuk berkiprah dalam perpolitikan internasional.
Setelah penandatangan perjanjian persahabatan antara Indonesia dan Mesir, pemerintah Indonesia melakukan diplomasi ke negara-negara Arab yang tergabung dalam Liga Arab.
Di antara negara-negara Arab yang dikunjungi Indonesia yaitu Suriah, Lebanon, Arab Saudi, dan Yaman. Yaman menjadi negara Arab terakhir yang mengakui kedaulatan Indonesia pada masa revolusi Indonesia.
Punya peran penting dalam penggalangan dukungan terhadap Kemerdekaan Indonesia di Mesir, seperti apa organisasi Ikhwanul Muslimin?
Ikhwanul Muslimin didirikan pada Maret 1928 di kota Terusan Suez di Ismailiya oleh guru sekolah Hassan al-Banna.
Visi mereka menentang kolonialisme dan zionisme.
Ajaran Al-Banna menyebar jauh ke luar Mesir, mempengaruhi berbagai gerakan Islamis dari organisasi amal hingga partai politik, namun tidak semuanya menggunakan nama yang sama.
Gerakan persaudaraan tersebut memiliki ratusan ribu pengikut, termasuk dari kalangan non-muslim.
Organisasi ini menyediakan beragam program sosial di tengah situasi yang memburuk di Mesir akibat praktik korupsi.
Dalam sejarahnya, penjara bukanlah tempat asing bagi para aktivis Ikhwanul Muslimin.
Bahkan Hassan al-Banna melahirkan buku legendaris dari dalam sel penjara.
Awalnya, sebagai gerakan Pan-Islam , religius, dan sosial, mereka mendakwahkan Islam di Mesir, mengajar orang buta huruf, dan mendirikan rumah sakit dan perusahaan bisnis.
Ini kemudian maju ke arena politik, yang bertujuan untuk mengakhiri kendali kolonial Inggris di Mesir.
Tujuan yang dinyatakan sendiri dari gerakan tersebut adalah pembentukan negara yang diatur oleh hukum Syariah. Slogannya yang paling terkenal di seluruh dunia adalah: "Islam adalah solusinya". Amal adalah pendorong utama pekerjaannya.
Kelompok ini menyebar ke negara-negara Muslim lainnya tetapi memiliki organisasi terbesar, atau salah satu yang terbesar, di Mesir.
Organisasi ini mendapat beberapa tindakan keras dari pemerintah, yang dimulai pada tahun 1948, dengan tuduhan merencanakan pembunuhan dan plot.
Pada Desember 1948, anggota Ikhwanul Muslimin terlibat pembunuhanPerdana Menteri Mahmud Fahmi al-Nuqrashi yang memerintahkan pembubaran organisasi tersebut. Sementara pada Februari 1949, Polisi rahasia membunuh Banna.
Antara tahun 1954 sampai 1970, ribuan anggota Ikhwanul Muslimin ditangkap dan ditahan di penjara bawah tanan selama pemeritahan Presiden Gamal Abdel Nasser.
Pada 1971, Anwar Sadat, penerus Nasser, memberi amnesti pada para anggota Ikhwanul Muslimin tetapi secara resmi melarang organisasi tersebut.
Sejak saat itu Ikhwanul Muslimin mendeklarasikan diri gerakan mereka meninggalkan kekerasan serta beralih ke aktivitas sosial dan akar rumput.
Pada 1984, penerus Sadat, Hosni Mubarak, mengakui Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi keagamaan tetapi menolak eksistensinya sebagai kekuatan politik.
Kebijakan tersebut menjadi jalan bagi Ikhwanul Muslimin membangun kekuatan memunculkan calon independen.
Pada 2005, kandidat Ikhwanul Muslimin yang maju sebagai calon independen memperoleh seperlima kursi parlemen.
Namun pada Pemilu 2010 organisasi ini sama sekali tak mendapat kursi pada putaran pertama dan memboikot putaran kedua karena mensinyalir manipulasi besar-besaran dalam pemilu itu.
Pada 23 September 2013, pengadilan melarang Ikhwanul Muslimin beroperasi dan memerintahkan penyitaan aset organisasi tersebut.
Keputusan ini diambil sepekan setelah perintah pembekuan aset para pemimpin senior organisasi.
Kemudian pada 25 Desember 2013, Pemerintah Mesir menyatakan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris, dengan menjadikan serangan ke markas polisi di Mansour pada 24 Desember 2013 sebagai alasan.
(*)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik dihttps://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari