Intisari-Online.com - Cengkeraman China pada Timor Leste semakin nyata.
Sejak merdeka dari Indonesia pada tahun 2002, jalan Timor Leste untuk mendapatkan kemakmuran bagi bangsanya memang sangat sulit.
Bahkan hingga kini, Timor Leste dianggap sebagai salah satu negara termiskin di Asia.
Minyak Timor Leste memang melimpah, namun bukan berarti hal itu menjadikannya kaya.
Di satu sisi, Timor Leste masih bermimpi untuk membangun industri perminyakan dalam negerinya.
Di sisi lain, sektor-sektor lain juga membutuhkan pendanaan yang pada kenyataannya tak mampu dipenuhi oleh Timor Leste.
Apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang membuat negara itu makin terpuruk.
Tak ada jalan lain bagi Timor Leste untuk menyelesaikan masalah kemiskinan ini selain meminta batuan pinjaman pada negara lain, salah satunya China.
Pada akhir September 2020 lalu, Menteri LuarMenteri Luar Negeri China Wang Yi mengadakan percakapan telepon dengan mitranya dari Timor, Adaljiza Magno.
Mereka berdua sepakat untuk melanjutkan kerja sama dalam kerangka Belt and Road Initiative.
Melansir OBOReurope (7/11/2020), Timor Leste bergabung dengan Belt and Road Initiative pada Maret 2017 saat diadakannya Forum Belt and Road pertama untuk kerjasama internasional.
Belt and Road Initiative adalah strategi pembangunan global yang diadopsi oleh pemerintah Tiongkok yang melibatkan pembangunan infrastruktur dan investasi di 152 negara dan organisasi internasional di Asia, Eropa, Afrika, Afrika, Timur Tengah, dan Amerika.
Sejak itu, kerjasama dan perdagangan antara China dan Timor Leste meningkat.
Perusahaan China telah mengembangkan jaringan listrik nasional dan China Railway Group telah menyelesaikan tahap awal dari jalan raya pertama Timor Leste ( Jalan Raya Suai).
Baca Juga: 6 Cara Lain Mengatasi Hidung Tersumbat, Termasuk Minum Minuman Panas
Pada awal 2020, China Harbour Engineering Company mulai membangun pelabuhan Teluk Tibar.
Setelah selesai (tahap pertama akan berakhir pada akhir 2021), pelabuhan Teluk Tibar, yang dioperasikan oleh perusahaan Prancis Bolloré, akan menjadi pintu gerbang utama ke Timor Leste, dan akan menggantikan fasilitas pelabuhan yang lebih kecil di Dili.
China sebelumnya mendukung Timor Leste dengan proyek infrastruktur lain termasuk Istana Kepresidenan.
Pada Juni 2020, China setuju untuk mendukung dua proyek infrastruktur lagi: rumah sakit dan sekolah dengan sumbangan $ 14 juta (sekitar Rp.198 miliar).
Timor Leste memang sedang mencoba untuk menarik lebih banyak FDI (Penanaman Modal Asing) ke negaranya.
Namun, negara ini menderita infrastruktur yang buruk terutama dalam transportasi, pengelolaan air dan distribusi listrik.
Pada 2017, 20% rumah tangga Timor masih belum memiliki akses listrik dan separuh penduduknya dianggap 'buta huruf'.
Menurut Xinhua, China akan segera mengirimkan insinyur dukungan teknis ke Timor Leste untuk lebih membantu dalam pembangunan infrastruktur dan menawarkan pelatihan.
Selain infrastruktur, lebih banyak kerja sama dapat dikembangkan di sektor pariwisata dan pertanian.
Partisipasi dalam BRI dan peningkatan hubungan dengan China tidak berarti bahwa Timor Leste menutup pintu bagi mitra potensial lainnya.
Sebaliknya, pemerintah di Dili ingin mengembangkan hubungan dengan berbagai negara lain.
Uni Eropa dan terutama Portugal, karena alasan sejarah, merupakan salah satu penyumbang bantuan terbesar untuk Timor Leste.
Ada ruang bagi China dan Uni Eropa untuk bekerja sama dalam pembangunan Timor Leste untuk kepentingan jangka panjang rakyatnya.
Baca Juga: Manfaat Air Rebusan Jahe Kunyit dan Sereh yang Harus Anda Coba!