Intisari-online.com -Menilik senjata militer, China menjadi satu negara yang tidak bisa dikesampingkan.
Kini perkembangan senjata negara itu sudah sejajar dengan AS, Rusia, Perancis dan Jerman.
Tapi meski begitu rupanya perkembangan itu hanya ada pada penjualan senjata internasional saja.
Senjata militer China bahkan dikabarkan tidak memiliki kualitas yang cukup baik, bahkan sampai dibahas oleh pejabat pemerintah AS.
Pada 2019 lalu Asisten Menteri luar Negeri untuk urusan Politik-Militer di Departemen Luar Negeri AS, R. Clarke Cooper, mengatakan "melalui kombinasi sistem harga potong seperti sistem pesawat tanpa awak, mekanisme pembiayaan predator dan menggunakan penyuapan, China menggunakan transfer senjata sebagai saranan untuk masuki pintu negara lain.
"Jika sudah terbuka, China dengan cepat memanfaatkannya untuk memberikan pengaruh dan mengumpulkan intelijen."
Cooper mengutip frasa Latin caveat emptor! Yang artinya 'pembeli, waspadalah.
"Kami telah melihat negara-negara di seluruh dunia melompat pada kesempatan untuk memperoleh kapabilitas pertahanan berteknologi tinggi dan biaya rendah, dan ternyata hanya dapat investasi itu runtuh dan karat di tangan mereka.
Senjata itu, yaitu drone perang (UCAV) CH-4B yang diproduksi China Aerospace Science and Technology Corporation (CASC) tahun 2016 adalah salah satunya.
Hanya dalam 3 tahun, China telah membuang senjata itu.
CH-4B dibeli Yordania, Aljazair, Mesir, Arab Saudi, UEA dan Irak.
Irak sekarang diketahui hanya memiliki 1 operasional CH-4 dari 10 armada asli, dan terungkap dalam sebuah laporan oleh Inspektur Jenderal AS pada Agustus lalu jika ada masalah pemeliharaan atas penghancuran armada itu.
Drone itu diklaim China telah terbang selama 10 ribu jam dan lakukan 1000 serangan mendadak, serta lebih dari 400 rudal telah ditembakkan dalam pertempuran dengan tingkat akurasi 96%.
Sedikit jadi kebingungan, bagaimana China tahu berapa lama pesawat mereka digunakan oleh pelanggan asing.
Kekhawatiran AS sekarang adalah pangsa pasar produk China, karena produk ini menjadi incaran negara Asia-Pasifik atau Timur Tengah dan Afrika yang tidak mampu membeli drone milik AS.
Baca Juga: Pesawat Tanpa Awak Makin Ungguli Jet Tempur, Ini Daftar 10 Drone Tempur Terbaik di Tahun 2020
Indonesia, sayangnya, juga menjadi korban pada 2019 lalu.
Di tahun 2019 Indonesia terungkap menjadi pengguna baru UCAV CH-4B dalam beberapa bulan terakhir.
Sejak tahun 2008-2019, China telah menjual 8 CH-4, CH-3, 16 Wing Loong 1, 5 Wing Loong 2, dua WJ-600 dan 18 ASN-209, menurut data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).
Sementara dari data SIPRI untuk periode 5 tahun dari 2014-2018, penjualan China naik hanya 2,7% dibandingkan 5 tahun sebelumnya, tapi 70% dari itu naik ke Asia dan Oseania, 20% ke Afrika dan 6,1% ke Timur Tengah.
Pakistan menjadi penerima utama senjata China, menyumbang 37% dari semua penjualan periode 2014-18.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini