Intisari-online.com - Setahun berlalu, Covid-19 muncul pertama kali di Wuhan China pada Desember 2019 silam.
Tidak ada yang menyangka bahwa wabah ini menyebar ke seluruh dunia dan membuat banyak orang ketakutan.
Meski pertama kali muncul di China, negeri panda itu berhasil mengendalikan wabah itu hanya dalam waktu beberapa bulan.
Berbeda dengan negara-negara lain yang terus mengalami lonjakan peningkatan yang tidak stabil, seperti Amerika, Indonesia dan India.
Menurut 24h.com.vn, pada Rabu (16/12/20), Amerika mencatat total lebih dari 300.000 kematian akibat Covid-19 per tanggal 15 Desember.
Lantas bagaimana jika situasi epidemi ini sebenarnya sama dengan di China seperti yang di alami AS.
Apakah Amerika dan negara-negara barat lainnya telah berupaya mengendalikan Covid-19?
Media Global Times, mengulik masalah ini dengan menyebut ada sesuatu yang disembunyikan oleh China, terkait wabah Covid-19 ini.
Jika asumsi itu benar, perjalanan epidemi di China dikatakan akan lebih buruk daripada yang terjadi di Wuhan, wabah terbesar di negara berpenduduk 1 miliar itu.
China bisa menjadi sasaran opini media Barat.
Tidak hanya itu, opini publik China bahkan bisa berada di bawah tekanan politik menurut, Global Times.
Lebih dari 300.000 orang meninggal adalah angka menakutkan bagi negara manapun.
Dalam situasi berbahaya ini, AS dan negara-negara Barat lainnya tidak akan berdiri menonton situasi ini.
Akan ada paket dukungan kemanusiaan, tetapi dengan permintaan untuk menyelidiki, situasi politik di China saat epidemi itu menyebar.
Seperti contoh, kecelakaan nuklir di Chernobyl pernah dianggap sebagai bencana kemanusiaan oleh Barat, dan digunakan sebagai alatasan untuk menyerang Rusia.
Jika 300.000 orang meninggal di China karena Covid-19, tingkat seranan Barat yang dipimpin AS ke Beijing akan luar biasa.
AS dan Barat saat ini mengkritik sistem politik di China sebagai tidak efektif.
Mereka juga menuduh China menyembunyikan banyak informasi terkait dengan epidemi Covid-19.
Salah satunya, China dituding menyembunyikan jumlah orang yang tertular dan tewas akibat Covid-19.
Menurut Global Times, ketika China berhasil mengendalikan wabah ini, AS mengkritik China karena tidak transparan tentang informasi.
Barat mengatakan, China tidak peduli berapa banyak orang meninggal karena populasi yang besar, dan nyawa manusia yang tidak dihormati di China.
Tuduhan hak asasi manusia Barat pada China mencapai puncaknya, dan membuat Beijing tidak bisa ditoleransi.
Jika 300.000 orang China meninggal akibat Covid-19, dan itu disembunyikan oleh China.
Tuduhan dan kritikan Barat seperti ledakan nuklir, menurut surat kabar China.
Bahkan gesekan antara negara Barat dan China akan memanfaatkan situasi ini, hingga melakukan tekanan militer.
Serangan umum terhadap sistem politik China, di mana dilakukan oleh intelijen AS, ungkap Global Times.