Banyak etnis Armenia di Nagorno-Karabakh melarikan diri dari wilayah itu, sedangkan warga Azerbaijan di daerah yang dihantam rudal juga mengungsi ke tempat lain.
"Saya bekerja dengan anak-anak terlantar dan saya harus menemui mereka hari ini untuk memberitahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa pulang, karena PM mereka telah menyerahkannya," kata seorang pengunjuk rasa yang tidak disebut namanya.
"Jika negara kita akan diserahkan, itu bisa dilakukan 44 hari yang lalu dan kita tidak akan kehilangan ribuan nyawa."
Banyak yang merasa ditipu karena mereka baru tahu perjanjian damai itu saat sudah diberlakukan.
Kata mereka, penandatanganan tersebut tidak demokratis tanpa keterlibatan rakyat.
Terlepas dari maraknya aksi protes di jalan, Richard Giragosian direktur lembaga konsultan Regional Studies Center di Yerevan mengemukakan, demo itu tidak cukup kuat untuk mendesak Pashinyan mundur.
"Dia tidak punya saingan atau alternatif yang bisa dipercaya."
"Namun demikian, rasa frustrasi itu nyata, kekecewaan itu benar adanya."
Pemerintah dan militer Armenia juga membantah klaim kekalahan telak, seperti kehilangan kota strategis Shushi, atau Shusha dalam istilah Azerbaijan.
(Aditya Jaya Iswara)
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kalah Perang dari Azerbaijan, Armenia Alami Krisis")
Penulis | : | Mentari DP |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR