Advertorial
Intisari-online.com - Masalah kedaulatan dan teritorial memang menjadi masalah banyak negara terutama jika dikaitkan dengan Laut China Selatan.
Melalui klaim sembilan garis putus-putus, China mengklaim Laut China Selatan sebagai bagian dari miliknya.
Padahal, wilayah tersebut merupakan wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yangberbatasan langsung banyak negara, seperti Vietnam, Filipina, Taiwan, hingga Malaysia.
Namun, dengan percaya diri China tidak meperdulikan posisi tersebut membuatnya menjadi sengketa terbesar di wilayah itu.
Hal itu sampai menarik perhatian negara sekelas Amerika Serikat untuk turun tangan di kawasan itu.
Sebagai negara Adidaya, Amerika dengan keras menolak klaim Laut China Selatan oleh China.
Pada masa Donald Trump, kapal induk hingga pesawat mata-mata dikirim ke kawasan itu untuk menekan tindakan China.
Selain itu, pada masa pemerintahan Joe Biden tampaknya Amerika akan tetap berurusan dengan China di Laut China Selatan.
Melansir24h.com.vn, Biden yang diperkirakan akan menjadi presiden Amerika, diperkirakan akan lebih banyak bekerja sama dengan sekutu untuk menekan China.
Menurut Asia Times, Biden tidak hanya mengandalkan kekuatan Amerika saja untuk menangani China, tetapi membutuhkan dukungan dengan sekutu-sekutunya.
Bahkan Joe Biden diperkirakan akan membidik negara Asia Tenggara ini untuk dijadikan sekutu tertasnya untuk melawan China.
Negara Asia Tenggara yang dimaksud tersebut adalah Filipina.
Saat ini, Amerika Serikat dan Filipina belum menyelesaikan renegosiasi Force Visits Treaty (VFA).
Perjanjian ini memungkinkan pasukan AS ditempatkan di Filipina dan menegaskan aliansi militer antara kedua negara.
VFA merupakan tantangan besar bagi pemerintahan Biden. Jika kesepakatan tidak diselesaikan, pakta penting ini bisa diakhiri secara sepihak oleh Filipina sewaktu-waktu.
Di bawah Presiden Trump, Filipina menunjukkan sedikit minat pada Amerika Serikat, meskipun Trump sering memuji kebijakan mitranya Duterte.
"Saya ingin mengucapkan selamat kepada Anda atas hal-hal luar biasa yang telah Anda lakukan untuk mengatasi masalah narkoba," kata Trump kepada Presiden Filipina melalui panggilan telepon.
"Setiap negara memiliki masalah, begitu pula kami. Apa yang Anda lakukan sangat bagus dan saya hanya ingin menelepon untuk memberi tahu Anda tentang hal itu," katanya.
"Pendahulu saya, Obama dia tidak memahami Anda, tapi saya mengerti," kata Trump.
Terlepas dari "pemahaman" Trump, Presiden Duterte masih dikatakan memiliki ideologi pro-China.
Namun, dalam pemilihan presiden AS, Duterte mengatakan bahwa Trump adalah "presiden yang baik dan pantas untuk dipilih kembali".
Ketika Biden menjadi wakil presiden Amerika Serikat, hubungan antara Filipina dan Amerika Serikat terpecah-pecah.
Obama telah berulang kali mengkritik perang melawan narkoba yang diluncurkan Duterte dan membuat Presiden Filipina tidak puas.
Tetapi selama beberapa dekade, Biden selalu menganggap aliansi AS-Filipina sebagai "tembok kunci" untuk menangani China di Laut China Selatan.
Oleh karena itu, prioritas utama Biden setelah menjabat adalah memulihkan hubungan AS-Filipina.
Untuk mengubah sikap tegas seperti Duterte, Biden dapat menyarankan perjanjian perdagangan, keamanan dan investasi yang berkelanjutan, kata para ahli.
Bersamaan dengan itu, pemerintahan Biden akan semakin kritis terhadap inisiatif ekonomi China dengan negara berkembang.
Masalah penting lainnya adalah kerjasama medis. Biden dapat menjanjikan dukungan medis yang diperlukan, termasuk vaksin Covid-19 ke Filipina untuk memperkuat hubungan antara kedua negara.