Advertorial
Intisari-online.com - Kemerdekaan Timor Leste diwarnai dengan pro dan kontra dari kubunya sendiri.
Meski dalam referendum kemerdekaan banyak yang memilih untuk merdeka dari Indonesia, ada sekelompok orang Timor Leste yang mengaku pro dengan Indonesia.
Bahkan mereka percaya jika kemerdekaan yang diperoleh Timor Leste dari Indonesia hanya akan menciptakan perang saudara.
Oleh sebab itu mereka mencegah kemerdekaan itu terjadi dengan melakukan tindakan tak terduga.
Menurut Irish Times, dilaporkan tahun 1999, loyalis pro Indonesia menuju Jakarta untuk mencari senjata.
Mereka mengatakan, takut jika perang saudara terjadi di wilayah bergejolak tersebut.
Mereka memilih untuk pergi ke ibu kota Indonesia, untuk meminta senjata, ketika ratusan sparatis Timor Leste berunjuk raja di ibu kota Timor Leste, Dili.
Mereka rakyat Timor Leste yang pro Jakarta tidak ingin kemerdekaan terjadi karena akan membahayakan daerah tersebut.
Basilio Dias Araujo, aktivis pro-Indonesia yang bekerja di kantor gubernur di Dili mengatakan, "Kami akan pergi ke Jakarta untuk meminta senjata, dan melindungi diri kami sendiri."
Tetapi beberapa aktivis pro-kemerdekaan menuduh gerombolan pro-Jakarta menimbun senjata dan membunuh pemuda yang menolak bergabung dengan mereka.
"Kelompok pro-integrasi bersenjata dan penduduk setempat, terutama anak muda, diintimidasi dan dipaksa untuk bergabung dengan milisi atau dibunuh jika mereka menolak," kata aktivis kemerdekaan Amandio Araujo.
Para pengunjuk rasa pro-kemerdekaan berkeliling di jalan-jalan Dili kemarin dengan truk dan sepeda motor, meneriakkan "Viva Timor Leste" (Hidup Timor Leste).
Pada saat yang sama Indonesia sudah mempertimbangkan untuk membiarkan bekas jajahan Portugis itu merdeka, membalikkan 23 tahun penentangan gigih terhadap kemerdekaan Timor Leste.
Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa badan legislatif tertinggi, Majelis Permusyawaratan Rakyat, dapat mempertimbangkan kemerdekaan setelah pemilihan nasional 7 Juni 1999.
Jika orang Timor Timur menolak tawaran otonomi yang memberi mereka kendali atas sebagian besar urusan mereka.
Indonesia menginvasi Timor Timur pada tahun 1975 dan mencaploknya pada tahun 1976.
Kelompok pro-Indonesia khawatir kemerdekaan dapat memicu kembalinya perang saudara setelah penarikan Portugal yang tiba-tiba pada tahun 1975.
Beberapa pemimpin pro-kemerdekaan mendesak Jakarta untuk tidak terlalu cepat meninggalkan bagian timur pulau Timor.
Menteri Luar Negeri Australia, Alexander Downer, kemarin mengatakan bahwa otonomi masih merupakan pilihan terbaik bagi Timor Leste.
"Di sisi lain, jika pada akhirnya Timor Leste merdeka, kami jelas harus menerima itu," kata Downer kepada BBC di London.
Menteri Luar Negeri Indonesia pada saat itu, Ali Alatas, mengatakan Indonesia tidak akan tiba-tiba keluar dari Timor Timur seperti yang dilakukan Portugal.
"Saya dengan tegas menolak pandangan beberapa orang yang telah memberikan komentar mereka seolah-olah kami hanya akan berkemas dan pergi dengan cara yang sama yang dilakukan Portugal pada Agustus 1975 dengan cara yang sangat tidak bertanggung jawab," katanya kepada wartawan setelah rapat kabinet.
Menteri Luar Negeri, Andrews, telah mengumumkan niat Pemerintah untuk membantu pengiriman pengawas PBB ke Timor Leste untuk mengawasi gencatan senjata dan penarikan pasukan Indonesia, Joe Humphreys melaporkan.
Seorang juru bicara Departemen mengatakan akan memberikan bantuan personel atau keuangan tergantung pada apa yang diinginkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.