Advertorial

Jelang Perayaan ke-75, PBB Harus Berkaca: Masihkah PBB Dianggap Penting di Dunia?

May N

Editor

Intisari-online.com -24 Oktober mendatang PBB akan merayakan 75 tahun berdirinya organisasi perdamaian dunia tersebut.

PBB berdiri sejak 1945, saat Piagam PBB mulai digunakan untuk seluruh negara di dunia.

Bukan kebetulan jika berdirinya PBB terjadi segera setelah Perang Dunia II berakhir. Setelah sadar jika akan ada kemungkinan perang dunia selanjutnya, PBB berusaha mencegah hal itu terjadi.

Namun apakah PBB masih signifikan saat ini?

Baca Juga: Lagi, Rusia Berhasil Lacak 44 Pesawat Asing yang Ayik Mengintai di Dekat Perbatasan: Semua Terpantau Radar Rusia

Pandemi Covid-19 telah secara gamblangnya mengubah masyarakat yang beradab menjadi masyarakat yang sama sekali tidak paham akan ilmu pengetahuan.

Buktinya dilihat dari isolasi yang harus dijalani pasien dan orang yang tidak ingin tertular, meningkatnya rasa tidak aman, tidak itu saja.

Pemerintah masing-masing negara dengan keras menggembar-gemborkan mengenai kedaulatan negara mereka, nasionalisme dan ingin menghentikan ketergantungannya dengan negara lain.

Inilah era deglobalisasi.

Baca Juga: Diseret ke Kantor Polisi dengan Tuduhan Selingkuh, Pemuda Ini Malah Bongkar Perilaku Keji Pelapornya, Kemaluannya Nyaris Dibakar!

Dan itulah sebabnya, PBB punya semua alasan untuk khawatir mengenai eksistensi mereka selanjutnya.

Pada Sidang Umum PBB yang dilaksanakan 22 September lalu, Sekretaris Umum PBB Antonio Guterres menyebut Covid-19 sebagai 'penunggang kuda kelima'.

Sebelumnya, dunia sudah sepakat ada 4 aspek atau 4 'penunggang kuda' yang akan membawa kehancuran dunia.

Kini, Covid-19 telah menjadi penunggang kuda kelima, bergabung dengan 4 faktor kehancuran dunia lain.

Baca Juga: Tak Mau Lepaskan Pelukan dari Jasad Ibunya, Bocah Disabilitas Ini Dijuluki 'Malaikat Kecil' karena Lakukan Ini saat Ditinggal Ayahnya

Merebaknya wabah ini, yang menyebar dengan luas dan cepat di seluruh dunia, dilengkapi dengan jumlah kasus kematian yang makin meningkat (sekarang sudah lebihi 1 juta korban meninggal), datang bersama aspek yang lain.

Ialah rasa takut warga bahwa virus ini tidak akan pergi, lalu mundurnya perdagangan antar negara dan akhirnya resesi terbesar sejak Great Depression tahun 1930-an.

Meraih Tujuan Pengembangan Berkelanjutan PBB sekarang sudah di luar jangkauan.

Pasalnya, dunia sedang hadapi runtuhnya ekonomi sekaligus disfungsi sosial secara bersamaan.

Baca Juga: Dulu Tertular dari Cucunya, Nenek Berusia 100 Tahun Sembuh dari Covid-19, Netizen Turut Bergembira

Krisis keberadaan

Tidak dipungkiri, PBB sedang menghadapi krisis keberadaan saaat ini.

PBB, yang sejak didirikan menawarkan multilateralisme, ditantang oleh penasihatnya, yang kemudian terjadi saat ini.

Dalam kepresidenan Donald Trump, AS mundur dari mulitlateralisme, mendorong Presiden Perancis Emmanuel Macron baru-baru ini untuk mencela keengganan AS untuk menjadi 'penjamin upaya terakhir' sistem internasional.

Baca Juga: Tetap Harus Waspada, Meski Sudah Jutaan Nyawa Melayang di Dunia, Nyatanya Virus Corona Punya Kelemahan, Apa Itu?

Keluarnya AS dari WHO mungkin adalah pertanda penguraian yang lebih luas dari sistem multilateral yang dibangun dengan susah payah setelah Perang Dunia II.

Eropa, hadapi masalah lain lagi. Benua yang anggotanya selalu 'klop' dan bersatu itu pecah belah karena pandemi.

Faktanya, negara-negara anggota Uni Eropa membuat penghalang nasional pada tanda pertama virus.

Italia, pusat pertama wabah Covid-19 di luar China, awalnya ditolak peralatan medisnya oleh negara Uni Eropa lain.

Baca Juga: Covid Hari Ini 13 Oktober 2020: WHO Sebut Orang-orang Salah Paham soal Herd Immunity, Begini Seharusnya...

Mereka justru memperkenalkan kontrol ekspor alih-alih menunjukkan solidaritas terhadap sesama orang Eropa yang kesulitan.

Dengan itu saja, multilateralisme Uni Eropa runtuh.

Ancaman terhadap tatanan dunia multilateral disebabkan tidak lain karena meningkatnya ketegangan AS dan China.

Pakar liberal memperingatkan jika China akan mengambil kontrol segera setelah negara Barat tidak mengatur multilateralisme dunia lagi.

Baca Juga: Begini Rupanya Rahasia Masak Nasi Merah Super Enak Cuma Pakai Rice Cooker, Hanya Pakai 3 Langkah Ini, Mau Coba?

China diyakini akan menjadi pemimpin dunia dan terapkan multilateralisme.

Namun hal tersebut hanyalah sebuah alat, dengan rencana presiden Xi Jinping untuk membuat program investasi membuka jalur sutera baru.

Belt and Road Initiative mengkhawatirkan banyak pihak karena akan mencapai kesepakatan bilateral yang tidak seimbang.

Tanpa pengawasan dari badan milik PBB,maka salah satu pihak akan selalu bergantung dan memiliki hutang terus-menerus.

Baca Juga: Hati-hati, Segera Kendalikan Bila Miliki Tekanan Darah Tinggi, Karena Tiga Dampaknya Bisa Pengaruhi Ginjal!

Saat WHO mencoba memasuki Wuhan untuk mencari asal usul virus, China menolaknya.

China mengolok-olok kemampuan WHO untuk melawan kondisi kesehatan darurat.

Covid-19 telah tunjukkan bahwa WHO dan badan PBB tidak berarti.

Respon WHO dalam pandemi ini tunjukkan jika banyak institusi global dan agensi mereka ditunggangi politik, termanipulasi oleh kekuatan besar dan tidak memiliki kepemimpinan dan tujuan mandiri.

Baca Juga: Sering Merasakan Nyeri Sendi? Bisa Jadi Kadar Asam Urat Anda Sedang Tinggi, Cegah dengan Hindari 12 Makanan Berikut Ini!

China, negara kuat di WHO, memilih amankan kepentingan pribadinya daripada menjaga kesehatan global.

Namun seperti yang disebutkan, Covid-19 hanyalah penunggang kuda kelima.

Kegagalan PBB juga terlihat dalam upayanya mengurangi dampak perubahan iklim, yang tidak ada pengaruh sama sekali.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini

Artikel Terkait