Advertorial
Intisari-Online.com – Jet tempur F-16 Turki menembak jatuh Sukhoi Su-25 Armenia dari wilayah Azerbaijan, Kementerian Pertahanan Armenia mengatakan pada Selasa (29/9).
Jet tempur Turki, saat berada di dalam wilayah udara Azerbaijan, memberikan dukungan untuk pasukan Azerbaijan di darat yang mengirimkan serangan terhadap Kota Vardenis di Armenia.
"Sekitar pukul 10:30 pada Selasa (29/9), pesawat tempur F-16 Turki lepas landas dari pangkalan udara di Ganja untuk memberikan dukungan bagi serangan pasukan Azerbaijani terhadap Kota Vardenis dan Desa Mets Masrik dan Sotk," kata Kementerian Pertahanan Armenia dalam siaran pers seperti dikutip kantor berita TASS, seperti dilansir dari Kontan.id.
"Sebuah F-16 Turki menembak jatuh sebuah Sukhoi Su-25 dari Angkatan Udara Armenia yang sedang dalam misi tempur. Pesawat tempur Turki itu berada 60 kilometer di dalam ruang udara Azerbaijan pada ketinggian 8.200 meter," ujar Kementerian Pertahanan Armenia.
Menurut pejabat Pemerintah Armenia, pilot jet tempur Sukhoi Su-25 yang jatuh itu tewas.
Tapi, Kementerian Pertahanan Azerbaijan membantah jet tempur Turki telah menembak jatuh peawat tempur Armenia.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Senin (28/9), negaranya siap untuk mendukung Azerbaijan, baik di meja perundingan maupun di medan perang.
"Hanya ada satu solusi (untuk masalah ini), Armenia menarik diri dari wilayah Azerbaijan yang diduduki. Masalah ini tidak akan diselesaikan kecuali penarikan," kata dia seperti dikutip kantor berita Anadolu.
Baca Juga: Sejarah Perang Armenia-Azerbaijan, Perebutan Wilayah yang Dikompori Negara Pembantai
Sementara itu, House of Representatives (DPR AS) mengesahkan pengakuan "Pembantaian Armenia".
Langkah yang membuat Turki marah. Sorak sorai dan tepuk tangan membahana ketika resolusi itu disahkan dengan perbandingan suara 405-11, mendukung langkah "menegaskan catatan AS soal genosida".
Langkah itu disebut yang pertama bagi Kongres AS di mana mereka sempat memperkenalkannya bertahun-tahun sebelumnya, namun tak terlaksana.
Dalam resolusi yang disahkan saat hari nasional Turki, AS mengakui pembantaian Armenia disertai dengan paket usulan sanksi.
Usulan sanksi disahkan setelah Ankara menyerang milisi Kurdi yang terjadi setelah pasukan AS memutuskan mundur dari utara Suriah.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi mengatakan, dia merasa terhormat bisa bergabung bersama koleganya "mengenang salah satu kekejaman besar abad 20".
"Yakni pembunuhan sistematis lebih dari 1,5 juta pria, perempuan, dan anak-anak Armenia oleh Kekaisaran Ottoman Turki," terang Pelosi dilansir AFP Selasa (29/10/2019).
Rakyat Armenia menyatakan, pembunuhan massal itu terjadi dalam periode 1915 sampai 1917 sebagai pembantaian.
Klaim yang disetujui 30 negara. Keputusan itu membuat Turki meradang. Melalui Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Ankara menuding AS tengah membalas serangan atas Kurdi.
Sebabnya, Kurdi yang tergabung dalam Pasukan Demokratik Suriah (SDF) adalah sekutu penting Washington dalam menumpas kelompok ISIS.
Dalam kicauannya di Twitter, Cavusoglu menuturkan para pejabat Gedung Capitol merasa frustrasi sehingga beralih kepada resolusi kuno.
"Keputusan memalukan dari mereka yang percaya bisa membalas dendam adalah salah. Langkah ini tak bisa diterima pemerintah dan rakyat kami," terangnya dikutip BBC.
Sementara Kementerian Luar Negeri Turki menyatakan, pengakuan itu bisa merusak hubungan dua negara, terutama di masa rawan.
Tetapi Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan memuji langkah Washington. Pashinyan menyebut AS melakukan langkah berani dan menenangkan korban pembantaian.
Apa yang Terjadi?
Terdapat sebuah keputusan besar bahwa Armenia ratusan ribu etnis Armenia tewas ketika Ottoman Turki mendeportasi mereka dari Anatolia ke gurun Suriah.
Mereka tewas akibat kelaparan maupun penyakit. Jumlah orang tewas ketika berkecamuknya Perang Dunia I itu masih menjadi perdebatan.
Armenia menyatakan pembantaian itu memakan korban 1,5 juta orang.
Turki membalas dengan menyebut 300.000. Adapun Asosiasi Internasional Ilmuwan Genosida (IAGS) menuturkan "lebih dari satu juta".
Perdebatan selain jumlah, juga menyangkut apakah mereka memang menjadi korban genosida.
Banyak sejarawan, pemerintah, hingga rakyat Armenia telah terjadi genosida.
Ankara memang mengakui terdapat kekejaman. Namun mereka membantah terjadi upaya sistematis untuk menghancurkan etnis Kristen Armenia.
Mereka kemudian berkilah bahwa Muslim Turki yang tidak bersalah juga menjadi korban dalam Perang Dunia I, di mana Ottoman kemudian runtuh.
Pada 2008, mantan Presiden Barack Obama sempat berjanji bakal mengakui genosida.
Namun hingga dua periode pemerintahannya, dia tak melakukannya.
Begitu juga dengan penerusnya, Donald Trump.
Tatkala dilantik pada 2017, dia sempat mengkritik pembantaian itu sebagai "kekejaman besar abad 20".
Namun sama seperti pendahulunya, presiden berusia 73 tahun itu tidak menggunakan kata genosida. (Ardi Priyatno Utomo)
Baca Juga: 3 Hari Sudah Perang Berkobar, Mari Tilik Perbandingan Militer Azerbaijan Vs Armenia, Siapa Terkuat? Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DPR AS Sahkan Pengakuan Pembantaian Armenia yang Buat Turki Marah"
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari