Advertorial
Intisari-online.com -Semenjak Perang Dunia II berakhir, kehidupan di semenanjung Korea berubah.
Korea dipecah menjadi dua negara: Korea Selatan dan Korea Utara.
Korea Utara kemudian dipimpin oleh mantan tentara bernama Kim Il-Sung dibantu China dan Uni Soviet (kini menjadi Rusia).
Kemudian Korea Utara menjadi negara yang pimpinannya bernilai dinasti.
Baca Juga: Penggunaan Kacamata Bisakah Mencegah Penularan Virus Corona? Ini Jawaban Para Ahli
Dinasti Kim menguasai negara tersebut dan hapuskan demokrasi, setelah Kim Il-Sung menjabat, anaknya Kim Jong-Il yang menjadi pemimpin negara.
Sedikit kacau pada awalnya, pemerintahan Kim Jong-Il menjadi sangat parah karena rakyatnya mengalami bencana kelaparan.
PBB masih membantu negara tersebut untuk pulih tapi Dinasti Kim mengembangkan program nuklir besar-besaran, membuat PBB terapkan sanksi dan tidak memberi bantuan logistik lagi kepada negara tersebut.
Sejak itulah bencana kelaparan tidak pernah hilang dari Korea Utara.
Dan di dalam setiap bencana, hampir dipastikan anak-anak selalu menjadi korban.
Ada seorang ayah yang kelaparan diberitakan telah dieksekusi karena membunuh kedua anaknya untuk dimakan.
Meskipun kejadian tersebut terjadi sudah 2 tahun yang lalu, faktanya kelaparan masih ada di negara itu.
Karena kebijakan tertutup yang dianut negara komunis ini, kelaparan tersembunyi terjadi di provinsi pertanian di Hwanghae Utara dan Selatan yang menewaskan hingga 10.000 orang.
Hal itu memicu kekhawatiran bangkitnya kembali kanibalisme di negara komunis tersebut.
Kisah suram ini hanyalah salah satu kisah yang mencuat di saat para penduduk bertarung melawan kelaparan karena mengalami kekeringan dan kekurangan menyerang pertanian yang diperparah dengan para pejabat partai yang menyita makanan.
Menurut situs Dailymail, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah menghabiskan banyak uang untuk peluncuran dua roket, meski ada berbagai laporan soal kekurangan makanan di negara itu dan keprihatinan atas meninggalnya 10.000 orang karena kelaparan.
Beberapa reporter dari Asia Press yang melakukan penyamaran mengatakan kepada Sunday Times bahwa seorang pria bahkan berani menggali kuburan cucunya sendiri dan memakan mayat cucunya tersebut.
Bahkan ada seorang pria yang merebus anaknya sendiri untuk dimakan.
Peristiwa lain juga disebutkan adanya seorang ayah yang membunuh anak perempuan tertuanya saat istrinya sedang pergi dan kemudian membunuh anak laki-lakinya juga karena anaknya itu menyaksikan aksi brutalnya itu.
Saat istrinya kembali, sang suami mengatakan bahwa mereka memiliki 'daging', namun istrinya menjadi curiga dan menghubungi pejabat berwenang yang akhirnya menemukan bagian tubuh lain anak-anaknya itu.
Seorang pria bahkan berani menggali kuburan cucunya sendiri dan memakan mayat cucunya tersebut.
Para jurnalis melaporkan bahwa stok makanan disita dari dua provinsi untuk diberikan kepada penduduk di Pyongyang.
Sunday Times juga mengutip salah satu pejabat Partai Buruh Korea yang berkuasa bahwa di satu desa di kawasan Chongdan, seorang pria menjadi gila karena kelaparan.
Ia merebus anaknya sendiri, memakan daging anaknya dan akhirnya ditangkap.
Belum lama ini, koran pemerintah Korea Utara mengumumkan agar seluruh warga bersiap untuk makan akar rumput dalam menghadapi musim kelaparan yang akan datang.
Meski begitu, koran itu menyatakan warga Korea Utara tidak boleh menyalahkan pemimpin mereka, Kim Jong-un, jika jutaan rakyat mati kelaparan.
"Bahkan jika kita sampai tidak sanggup lagi, kita tetap harus menunjukkan kesetiaan kepada pemimpin kita, Kim Jong-un, hingga ajal tiba," demikian tulisan di tajuk surat kabar di Korea Utara.
Surat kabar The Telegraph mengabarkan, rakyat di Ibu Kota Pyongyang sudah diperintahkan untuk memberikan beras sebanyak 1 kilogram kepada negara.
Kini banyak warga sudah mulai menyetok makanan buat menghadapi gelombang kelaparan.(*)
Artikel ini telah tayang di Nakita.ID dengan judul "Karena Kelaparan Seorang Ayah Di Korea Utara Tega Memakan Dua Anaknya."