Advertorial
Kelanjutan Ketegangan Lembah Galwan: Meski Narendra Modi Mengancam China, Pakar Sebutkan Ia Tidak Akan 'Membangunkan Macan Tidur' Karena Sudah Sadar Diri Duluan
Intisari-online.com - Ketegangan Lembah Galwan sampai sekarang masih dalam kondisi tidak jelas.
Ketika 20 tentara India terbunuh dalam ketegangan perbatasan dengan tentara China di lembah tersebut, amarah menyebar luas di India.
Selanjutnya, protes Anti-China merebak hampir di seluruh negara, mulai dari membakar patung Xi Jinping, sampai demonstrasi menuntut 'perang ekonomi' melawan China.
Selanjutnya Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi membuat kejutan dengan kunjungi para tentara di wilayah panas itu.
Dalam sapuan tipis terselubung pada Beijing, ia mengatakan "era ekspansi" sudah berakhir dan pihak yang lemah tidak akan membawa perdamaian.
Analis mengatakan nada agresif Modi adalah caranya memenangkan para pendukungnya dan para aktor politik di Partai Hindu-nasionalis Bharatiya Janata Party (BJP).
BJP telah diberi kendali lebih bebas terhadap para tentara semenjak berkuasa mulai tahun 2014 lalu.
Meski begitu, analis menyebut Modi tidak akan mempertaruhkan konflik berkepanjangan dengan tetangganya yang membuat ia sudah takut duluan.
Bagaimana tidak, China rupanya memiliki kekuatan militer lebih besar dan lebih baik dari China.
Mengutip South China Morning Post, sampai kekuatan BJP naik sejak 6 tahun yang lalu, politik India telah didominasi oleh partai Indian National Congresss yang lebih condong ke arah kiri.
Maksudnya, partai tersebut menekankan pengembangan sosial ekonomi dan kebijakan untuk bekerjasama dengan China sejak tahun 1947.
Tahun 1947 adalah tahun ketika India mendapatkan kemerdekaan dari Inggris.
Namun, kerjasama antara dua negara besar itu rusak ketika terjadi pertempuran memperebutkan perbatasan pada akhir 1962.
Pertempuran itu menghasilkan kekalahan memalukan bagi India, dan ekspansi teritori China di wilayah Aksai Chin, Himalaya.
Meski begitu, partai Kongress mencoba mempertahankan hubungan dengan China setelah konflik, dan membiarkan urusan perbatasan tidak tersentuh, seperti dipaparkan oleh Srikanth Kondapalli, profesor studi China di Universitas Jawaharlal Nehru, New Delhi.
"Partai Kongress dulunya selalu sangat persuasif terkait hal ini dan akan meminta militer tidak melakukan hal ini atau itu di perbatasan karena akan menimbulkan konflik dengan China," ujar Kondapalli.
Kebijakan politik yang berubah
Selanjutnya, semua berubah ketika Modi yang diusung oleh BJP mulai berkuasa sejak 2014.
Kondapalli mengatakan hal ini telah memberi daya bagi BJP untuk menekan klaim mereka dalam urusan perbatasan dan kedaulatan India.
"Dari sudut pandang militer India, ini lebih nyaman karena ada rasa dendam setelah kekalahan mereka di tahun 1962.
"Tidak ada militer satupun di dunia yang ingin dianggap sebagai pihak yang kalah," ujarnya.
Ideologi Hindu-sentris
Modi dan BJP cerminkan perubahan ideologi India menjadi Hindu-sentris, dan jauh dari nasionalisme plural dan sekuler yang telah membentuk India selama lebih dari setengah abad, ujar Sumit Ganguly, profesor ilmu politik di Indiana University di AS.
Seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu ketika kawasan Muslim diserang dan rumah-rumah para umat Muslim dibakar habis.
Baca Juga: Waspadalah! Hanya 60 Detik Naik Lift, Wanita Ini Tularkan Covid-19 ke 71 Orang, Begini Kronologinya
Ideologi ini jelas terungkap dalam keputusan Agustus lalu untuk mencabut Artikel 370 di Undang-undang India.
Artikel 370 adalah sebuah aturan mengenai konstitusi India, yang telah diberikan otonomi signifikan di provinsi Jammu dan Kashmir, di wilayah utara India.
"Dicabutnya Artikel 370 mengubah kondisi di Kashmir, dan itu adalah tuntutan dari BJP," papar Rajesh Rajagopalan, profesor geopolitik di Universitas Jawaharlal Nehru.
Lalu apa hubungannya nasionalisme Hindu-sentris dengan isu terhadap China?
Ganguly jelaskan, nasionalisme BJP tersebut mempengaruhi pendekatan India dengan isu terhadap China, karena perbatasan itu terletak di Kashmir.
Modi dan BJP mengesahkan penghapusan status khusus Jammu dan Kashmir dengan menuduh merebaknya para Muslim separatis di wilayah itu, yang didukung Pakistan.
Ini menguntungkan bagi Modi, karena banyak yang mendukung hal tersebut dan publik tidak suka status Kashmir untuk para Muslim India.
Namun hal yang sama sulit diterapkan untuk China.
Jika Modi bisa dengan mudah mengusir Muslim dari India, ia kesulitan mengusir warga China dari India.
Ganguly menyebutkan, "India memiliki komunitas Muslim minoritas yang besar dan ada Pakistan yang bisa menjadi tempat mereka melarikan diri jika diusir.
"Modi bisa menuduh Muslim melakukan kerusakan nasionalisme India dengan menggambarkan mereka sebagai kolumnis kelima di Pakistan," ujarnya.
"Sedang dengan warga China, lebih sulit lagi membangun ideologi dan nasionalisme yang sama.
"Pasalnya, komunitas China di India sangat sedikit, meski begitu bukan berarti Modi tidak berusaha."
"Nasionalisme Hindu" yang menjadi poros BJP adalah ancaman dari kedamaian sementara di Lembah Galwan, ujar Liu Zongy, sekretaris jenderal Pusat China dan Asia Selatan di Shanghai Institutes for The International Studies.
"Jika Modi terlalu berkoar-koar sebutkan kegeramannya dengan China, bisa disebutkan tidak akan ada perdamaian lagi," ujarnya blak-blakan.
Namun Liu sebutkan Modi tidak akan biarkan kekuatan nasionalis memimpin perang India dengan China.
"Modi ingin mengobarkan sentimen nasionalismenya, tetapi ia takut apa yang akan terjadi," ujarnya.
Kondapalli menyetujui hal tersebut, pasalnya Modi dan BJP takut kalah dalam baku hantam lagi dengan China.
BJP rupanya memiliki agenda tersembunyi di Lembah Galwan, yaitu tunjukkan kepada warga India jika tidak akan terjadi ancaman teritori lagi.
Disebutkan oleh Ganguly, ia katakan protes itu tidak menggambarkan sentimen umum warga India terhadap China.
"Saat ini hanya sedikit yang tahu mengenai kekalahan India dalam perang 1962."
Tambahnya lagi, banyak kasus anti-China di India ternyata merupakan settingan yang dilakukan para aktor politik yang berusaha mempertahankan ketegangan nasionalisme.
Jiper duluan
Ada alasan mengapa India seakan-akan hanya menggertak.
Baca Juga: Jangan Frustasi! Ini Masker Lemon untuk Atasi Beragam Masalah Kulit Wajah
Rupanya, militer China hampir 4 kali lebih kuat daripada China.
Namun bagi China ini semua telah terlambat.
"Nasionalisme Modi telah merusak stabilitas regional," ujar Liu dari Shanghai Insituttes for International Studies.
Ia tambahkan bergabungnya India dengan latihan militer AS. Jepang dan Austalia, membuat Beijing gatel ingin mengepung India.
Ada alasan mengapa Xi Jinping sangat marah dengan keputusan itu.
"Beijing selalu berharap dari New Delhi jika mereka tidak akan membuat aliansidengan siapapun
"Beijing berharap demikian karena mereka biasanya akan membuat aliansi dengan negara lain yang fokus dengan China.
"Lagi pula, China tidak beraliansi dengan Pakistan untuk mengepung India," ujarnya.
Layaknya negara demokrasi, Modi akan menjaga kedua hubungannya dengan AS dan China dengan baik.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini