Advertorial
Intisari-Online.com - Perkenalkan namanya adalahTatang Koswara.
Perlu Anda tahu bahwaTatang Koswara merupakan sniper (penembak jitu) terbaik dunia asal Indonesia.
Di mana diapernah mendapat tugas khusus saat bertugas di Timor Timur, yang sekarang dikenal dengan Timor Leste.
Pada 3 Maret 2015, Tatang Koswara telah berpulang, bersama kisah patriotismenya yang akan selalu dikenang.
Baca Juga: Waspada, Ini Gejala Penyakit GERD pada Anak dan Begini Penanganannya
---
Saat bertandang ke rumah Tatang, kita akan disuguhi beraneka benda yang menggambarkan sosok Tatang sebagai tentara.
Sebuah koper tergeletak di dekat pintu, foto-foto Tatang dengan seragam kebesaran, sejumlah plakat penghargaan, dan beberapa hiasan berupa bagian senjata yang ditambahkan pemanis baret hijau TNI AD.
Sebagai seorang sniper, kehidupan Tatang sangat dekat dengan senjata.
Padahal, dulu, ia tidak sengajanyemplungdi dunia militer.
“Ayah saya memang seorang tentara."
"Tapi, saya (awalnya) tidak berniat untuk menjadi tentara,” ucap Tatang di kediamannya di lingkungan kompleks TNI AU, Cibaduyut, Bandung pada Senin (2/3)
Nasib berkata lain.
Pada 1967, Tatang disuruh ibunya mengantar sang adik untuk mendaftar menjadi anggota TNI.
Saat melakukan tes, dia bertemu dengan sejumlah perwira Dandim di Banten yang mengenalnya. Tatang pun ditanya kenapa tidak ikut daftar.
"Saya kenal dengan perwira Dandim karena sebelumnya juara sepak bola."
"Karena juara sepak bola itu juga dan beberapa prestasi lainnya, saya diminta para perwira Dandim untuk daftar jadi anggota TNI," ujar Tatang.
Tatang remaja sempat bingung.
Hingga keesokan harinya, dia menyiapkan semua persyaratan dan mendaftarkan diri lewat jalur tamtama.
Sesuai dugaan, Tatang lulus, sedangkan adiknya harus mencoba tahun depan untuk bergabung ke TNI AD.
Tugas khusus ke Timor Timur
Tatang selalu mendapat sorotan dari atasannya.
Pengalamannya hidup di kampung membuat pelajaran militer menjadi hal yang tak sulit baginya, baik dalam hal fisik, berenang, maupun menembak.
Tahun 1974-1975, Tatang bersama tujuh rekannya terpilih masuk programmobile training teams(MTT) yang dipimpin pelatih dari Green Berets Amerika Serikat, Kapten Conway.
"Tahun itu, Indonesia belum memiliki antiteror dan sniper.
"Muncullah ide dari perwira TNI untuk melatih jagoan tembak dari empat kesatuan, yakni Kopassus (AD), Marinir (AL), Paskhas (AU), dan Brimob (Polri)."
"Namun, sebagai langkah awal, akhirnya hanya diikuti TNI AD," imbuhnya.
Dalam praktiknya, Kopassus pun kesulitan memenuhi kuota yang ada.
Setelah seleksi fisik dan kemampuan, dari kebutuhan 60 orang, Kopassus hanya mampu memenuhi 50 kursi.
Untuk memenuhi kekosongan 10 kursi, Tatang dan tujuh temannya dilibatkan menjadi peserta.
Tatang dan 59 anggota TNI AD dilatih Kapten Conway sekitar dua tahun.
Mereka dilatih menembak jitu pada jarak 300, 600, dan 900 meter.
Tak hanya itu, mereka juga dilatih bertempur melawan penyusup, sniper, kamuflase, melacak jejak, dan menghilangkannya.
Dari dua tahun masa pelatihan, hanya 17 dari 60 orang yang lulus dan mendapat senjata Winchester model 70.
Seperti dikutip majalahAngkasadanShooting Times, Winchester 70 yang disebutBolt-action Rifle of the Centuryini juga digunakan sniper legendaris Marinir AS, Carlos Hathcock, saat perang Vietnam. Senjata ini memiliki keakuratan sasaran hingga 900 meter.
Senjata dan ilmu yang diperoleh dari pasukan elite Amerika Serikat ini membantu Tatang dalam pertempuran.
Sebab, setelah itu, Tatang ditarik Kolonel Edi Sudrajat, Komandan Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdiktif) Cimahi, menjadi pengawal pribadi sekaligus sniper saat terjun ke medan perang di Timor Timur (1977 – 1978).
Ada dua tugas rahasia yang disematkan pada dua sniper saat itu (Tatang dan Ginting).
Pertama, melumpuhkan empat kekuatan musuh, yaitu sniper, komandan, pemegang radio, dan anggota pembawa senjata otomatis.
Kedua, menjadi intelijen.
Intinya masuk ke jantung pertahanan, melihat kondisi medan, dan melaporkannya ke atasan yang menyusun strategi perang.
Bahkan, ada kalanya sniper ditugaskan untuk mengacaukan pertahanan lawan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jatuhnya korban.
"Lawan kita itu Pasukan Fretilin yang tahu persis medan di Timtim."
"Mereka pun punya kemampuan gerilya yang hebat, makanya Indonesia menurunkan sniper untuk mengurangi jumlah korban," ujar Tatang.
(Moh. Habib)