Advertorial
Intisari-Online.com - Umumnya seorang presiden sebuah negara hanya memiliki masa kerja 4 sampai 5 tahun.
Lalu kemudian dia diganti melalui pemilihan presiden. Kecualinegaratersebut berupakerajaan.
Hanya ada beberapa pemimpin negara yang mampu memimpin selama bertahun-tahun lamanya.
Salah satunya Soeharto yangpernah memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.
Nah, sepertinya Rusia akan mengalami hal serupa.
Dilansir dari kompas.com pada Minggu (5/7/2020),Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani Perintah Eksekutif amendemen Konstitusi Rusia yang mengizinkan dirinya berkuasa sampai 2036.
Presiden yang berusia 67 tahun itu menuliskan namanya dalam Perintah Eksekutif pada Jumat (3/7/2020) yang akan mulai diterapkan pada Sabtu (4/7/2020).
Baca Juga: Jadi Penggalang Dana Kampanye Trump, Pacar Donald Trump Jr Malah Dinyatakan Positif Virus Corona
Penandatanganan itu dilakukan setelah kemenangannya dalam referendum dengan perolehan suara sebanyak 78 persen meskipun ada banyak tuduhan yang mengatakan bahwa pemilihan itu curang.
Sergey Shpilkin, seorang peneliti pemilu independen terkemuka di Rusia, memperkirakan bahwa sebanyak 20 juta surat suara pada pemilu yang dilaksanakan pada Rabu (1/7/2020) dipalsukan.
Selama pemilu kepresidenan terakhir, dia memperkirakan sebanyak 10 juta pemilih adalah palsu.
"Amendemen Konstitusi mulai berlaku."
"Amendemen ini berlaku tanpa melebih-lebihkannya atas kehendak rakyat," kata Putin sebagaimana dilansir Daily Mail setelah dia menandatangani Perintah Eksekutif.
"Kita telah melakukan keputusan ini bersama, sebagai sebuah negara," ujar Putin.
Tak hanya memperpanjang "cengkeraman" Putin di Rusia, perubahan Konstitusi itu juga akan melarang pernikahan sesama jenis dengan landasan "iman kepada Tuhan adalah nilai inti" dalam masyarakat Rusia.
Konstitusi baru akan menekankan pada pentingnya UU Rusia di atas UU Internasional.
Putin mengusulkan perubahan Konstitusi sejak Januari dan bersikeras merasa layak untuk menjabat lagi serta meminta pemilu terkait hal tersebut.
Pemungutan suara tidak diwajibkan secara hukum karena perubahan telah disetujui oleh Parlemen dan dicap oleh Mahkamah Konstitusi Negara.
Pemilihan yang sebelumnya dijadwalkan pada 22 April lalu terpaksa ditunda karena wabah virus corona.
Selama proses pemilu terjadi pada Rabu (1/7/2020), banyak laporan kecurangan terjadi, seperti para pemilih dipaksa dan peraturan lain yang tidak sesuai prosedur, serta pemalsuan suara.
Analisis menunjukkan beberapa kawasan melaporkan tingkat partisipasi mendekati 100 persen.
Semakin tinggi jumlah pemilih, semakin besar kemungkinan amendemen Konstitusi disetujui.
Hal itu menunjukkan adanya "dugaan" bahwa surat suara "ya" yang mendukung perubahan Konstitusi dimasukkan ke kotak suara.
Pihak Kremlin telah membantah bahwa hasil pemungutan suara merupakan pemalsuan.
Ketua Komisi Pusat Pemilu Ella Pamfilova menolak klaim ini pada Jumat, dan mengatakan bahwa hasil dari pemilu otentik dan legitimasi mereka tidak bisa dibantah.
"Hasil pemungutan suara dilakukan dengan transparansi tinggi," ujar Pamfilova.
Vyacheslav Volodin, Juru bicara Negara Bagian Duma, mengatakan pada Jumat kemarin bahwa anggota parlemen rendah Rusia akan mulai bekerja pada RUU yang menerapkan amendemen sesegera mungkin tanpa mengambil tradisi liburan musim panas mereka.
(Miranti Kencana Wirawan)
(Artikel ini telah tayang diKompas.comdengan judul "Resmi Pimpin Rusia sampai 2036, Putin Tanda Tangani Perintah Eksekutif")