Intisari-Online.com -Pernahkan Anda membayangkan danau yang tenang tiba-tiba menimbulkan tsunami yang bisa merenggut nyawa? Seperti yang terjadi di Gunung Ijen.
Ya, danau yang umumnya berada dalam kondisi tenang, tidak seperti lautan, ternyata bisa menimbulkan tsunami.
Di kawah danau Gunung Ijen, yang terletak diperbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, air tiba-tiba meluap.
Gelombang tinggi mencapai tiga meter pun muncul padaJumat (29/5/2020) sekitar pukul 12.30 WIB.
Akibatnya, seorang penambang pun menjadi korban. Harus kehilangan nyawa.
Selain itu, kawah Ijen juga dikabarkan mengeluarkan gas beracun serta tremor.
Fenomena ini mengakibatkan seorang penambang belerang tewas di lokasi kejadian.
Benarkah fenomena ini merupakan tsunami, bagaimana bisa?
Widjo Kongko, ahli tsunami Indonesia mengatakan, fenomena yang terjadi di Gunung Ijen adalah tsunami.
Dia menjelaskan, tsunami adalah gelombang dengan periode relatif panjang.
Tsunami sendiri bisa ditimbulkan oleh adanya gangguan di dasar laut, teluk, danau sehingga mengganggu kolom air di atasnya.
"Penyebabnya bisa karena gempa bumi, longsor, dan atau aktivitas gunung api. Fenomena yang terjadi di danau kawah Gunung Ijen, adalah salah satu contoh tsunami," jelas Widjo Kongko kepada Kompas.com, Senin (1/6/2020).
Nah, fenomena yang terjadi di kawah Gunung Ijen disebut tsunami danau. Hal ini berdasar pada kategori gelombang yang ditimbulkan.
Gelombang setinggi tiga meter yang terjadi bukan disebabkan oleh angin.
Selain itu, periode gelombang tiga meter itu pun terjadi cukup panjang yakni lebih dari satu menit.
"Ada gelombang atau osilasi air karena goncangan dan disebut dengan istilah lain yaitu 'Seiche'," ungkap Widjo.
Gelombang atau osilasi air seperti yang terjadi pada Gunung Ijen terjadi saat danau atau kolam besar mengalami goncangan gempa bumi, tetapi bukan karena runtuhan atau deformasi di dasar danaunya.
Faktor yang menentukan tinggi tsunami
Seperti dijelaskan, tsunami merupakan gelombang dengan periode relatif panjang akibat gangguan di dasar laut, teluk, dan danau.
Gangguan itu bisa dari gempa bumi, tanah longsor, atau aktivitas gunung berapi.
Sementara faktor yang menentukan tinggi tsunami, tergantung pada sumber pembangkitnya.
"Jika longsor di bawah laut atau danau, maka volume dan kecepatan longsor mejadi faktor utama penentu ketinggian tsunami," ujar dia.
Jika sumber pembangkit berasal dari aktivitas gempa tektonik, maka tinggi tsunami bergantung pada besarnya kekuatan gempa.
Risiko tsunami danau di Indonesia
Widjo mengingatkan, di Indonesia ada banyak danau yang terbentuk dari proses vulkanik dan tektonik seperti Gunung Ijen.
Di antaranya ada Dana Tandano, Segara Anakan, Kalimutu, Danau Toba, Danau Tolire, Danau Poso, Danau Singkarak, Danau Towuti, Danau Matano, dan sebagainya.
"Sebagian yang disebutkan itu (di atas) masih berproses secara alami dan berpotensi terjadinya tsunami danau," ungkap Widjo.
Oleh karena itu untuk menghindari bencana tsunami seperti di Danau Kawah Gunung Ijen tidak terulang, kata Widjo, Pemerintah Daerah atau Badan Bencana Daerah (BPBD) perlu mengidentifikasi dan mengkaji potensi bahaya dan melakukan langkah mitigasi ke depan.
Kajian-kajian berupa sejarah proses geologi terbentuknya danau, aktivitas saat ini, sensor muka air laut dan sistem peringatan dini, dan kajian model (komputer-laboratorium) diperlukan untuk mengetahui tingkat ancaman dan susun tata ruang atau batas daerah bahaya.
"Setiap pemanfaatan Danau (wisata dan pembangunan lainnya), mesti memenuhi tata ruang berbasis kajian risiko bencana di atas," tegas Widjo.
Sebagai informasi, selama musim libur lebaran 2019, saat belum ada pandemi Covid-19, jumlah pengunjung Danau Toba mencapai 50 ribu orang.
Fakta bahwa adanya potensi terjadinya tsunami danau tentu membuat pemantauan terhadap danau Toba, juga danau-danau wisata lain, perlu ditingkatkan. (Gloria Setyvani Putri)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahli Pastikan Gelombang Setinggi 3 Meter di Gunung Ijen adalah Tsunami".