Advertorial
Intisari-online.com -Xi Jinping adalah salah satu pemimpin negara yang ambisius terutama dalam urusan kepentingannya.
Ia memiliki visi bernama 'Chinese Dream' yang intinya bertekad untuk kembangkan negeri tirai bambu tersebut dari kebangkitan ekonomi mereka.
Singkatnya, mereka akan menjadi 'orang kaya baru' lebih-lebih dibandingkan dengan negara maju lain seperti musuh bebuyutannya Amerika Serikat dan negara Uni Eropa.
Namun virus Corona menghancurkan tatanan yang ia ingin wujudkan.
Oleh sebab itu, menurut analis senior ini, ia mulai 'senggol' India mengenai urusan perbatasan mereka.
Chinese Dream yang selalu digembar-gemborkan oleh Xi Jinping agar menjadi legitimasinya memimpin dengan partai tunggal mulai runtuh.
Gal Luft, direktur asosiasi di Institute for the Analysis of Global Security, think tank berdasar di Washington, mengatakan jika "China sedang di tengah pergerakan nasionalis".
Karena terancam gagal terapkan pembangunan ekonomi yang berdaulat penuh, mereka mulai terfokus pada hal lain.
"Sekarang, mereka mulai fokus pada isu lain seperti nasionalisme dan kedaulatan.
"Pergantian fokus ini dipaksa karena ketegangan dengan Amerika yang terus meningkat," ujar Luft.
China dan India sama-sama menolak untuk mundur atau kurangi tegangan, dan ciptakan level baru perseteruan di perbatasan wilayah Himalaya yang kalahkan ketegangan militer 73 hari pada 2017 silam.
Ketegangan ini mulai muncul sejak 5 Mei silam, sebanyak 5000 tentara China telah dikirim ke beberapa daerah di timur Ladakh, termasuk Pangong Lake dan Galwan Valley.
Ada sekitar 250 tentara China dan India yang terlibat dalam ketegangan tersebut dan lebih dari 100 tentara cedera pada baku hantam tersebut.
Gambar satelit dari militer India juga tunjukkan tentara China telah membangun struktur sementara di bagian perbatasan mereka.
Tidak hanya itu, mereka juga kirimkan setidaknya 16 tank, sejumlah kendaraan militer bersenjata berat, mesin eksavator dan truk.
Meski begitu, petugas militer senior India yang ingin tetap anonim, dikutip dari Press Trust of India News mengatakan jika "kekuatan Pasukan India di wilayah tersebut jauh lebih baik daripada musuh kita".
Dalam konferensi pers Rabu, juru bicara Kemenlu China, Zhao Lijian tidak menampik laporan media mengenai agresi tentara China ke dalam wilayah perbatasan tersebut.
Sementara dalam pemberitaan sebelumnya, kedua sisi telah saling menuduh satu sama lain menyusup masuk ke wilayah musuh.
Ahli dalam hubungan China-India di Universitas Sichuan, Sun Shihai, mengatakan ketegangan di salah satu perbatasan darat paling panjang di dunia disebabkan karena ambigu dan klaim yang saling tumpang tindih antara Line of Actual Control.
"Prioritas sekarang untuk mencegah daerah itu menjadi Doklam kedua, karena kedua sisi dapat mempercepat konfrontasi atau bahkan konflik," ujarnya.
"Ikatan bilateral telah menjadi lebih baik semenjak konflik Doklam, terutama semenjak pertukaran kepemimpinan yang sering, tetapi masih ada masalah yang membusuk di dalam hubungan kedua negara, dengan masalah perbatasan yang masih menjadi konflik menjadi masalah utama," ujar Sun.
Hubungan China dengan India telah diperburuk dengan Delhi yang mulai memihak Washington untuk perlawanan terhadap Inisiatif pembangunan jalan oleh Xi Jinping.
Rencana itu merupakan rencana pengembangan infrastruktur di wilayah sengketa, bahkan meskipun di situ juga telah ditentang oleh pemimpin spiritual Dalai Lama, yang tinggal di pengasingan di India Utara.
Sun mengkonfirmasi kehadiran pasukan China tetapi ia menyebutkan kehadiran mereka bertujuan menjaga teritori China dan mencegah adanya agresi militer dari tentara China.
"Misi belum berakhir dan kami tidak tahu jika mereka (tentara India) akan kembali lagi," ujarnya.
Sun dan kolonel China yang telah pensiun Yue Gang mengatakan sejumlah ketegangan di perbatasan telah meningkat sejak India mulai mengikuti China dalam hal pembangunan infrastruktur di perbatasan.
Data resmi India tunjukkan jika hampir tiga perempat agresi China sejak tahun 2015 terjadi di wilayah Ladakh, dengan jumlah tentara ada 497 tentara masuk tahun lalu, dan 284 tentara pada tahun 2018.
"Di bawah kepemimpinan Xi Jinping, China secara agresif berusaha perluas wilayah darat dan laut mereka," ujar Brahma Chellaney.
Chellaney adalah profesor studi strategis di Centre of Policy Research di Delhi.
"Keberhasilannya di Laut China Selatan, saat mereka berhasil mengubah status quo secara fundamental tanpa tembakkan satu peluru pun, telah membuat mereka berani pertegas status perbatasan mereka di Himalaya."
"India masih unggulkan strategi otonomi dan kebijakan luar negeri mereka. Namun Xi, lewat aksi provokatifnya, bekerja keras mendorong India ke kamp Amerika," tambahnya.
"Ini hanyalah satu contoh bagaimana Xi bertindak tidak sesuai dengan kesepakatan yang dibuat."
Baca Juga: Coba deh Rutin Minum Air Rebusan Daun Salam, Ini yang Akan Terjadi pada Tubuh Anda
Sementara itu, Mohan Guruswamy, ketua Centre for Policy Alternatives Society, think tank Delhi mengatakan orang-orang sebaiknya waspada mengenai pemberitaan media India mengenai konflik di perbatasan ini.
"Karena lockdown, kita semua mengandalkan naratif petugas India tetapi menurutku mereka sama kapasitasnya dengan sumber dari petugas China," ujarnya.
"Saat ini, kedua negara telah mencoba menutupi fakta dan mengalihkan isu terhadap kekeliruan mereka menangani pandemi virus Corona," ujarnya.
"Kedua rezim memerlukan pengalihan isu yang baik."
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini