Advertorial
Intisari-online.com - Saat ini hampir seluruh dunia terpukul akibat pandemi Covid-19.
Pandemi ini telah menginvasi seluruh dunia, dan hampir semuanya merasakan dampak yang begitu luar biasa, termasuk negeri gajah Thailand.
Melansir China Press pada Sabtu (9/5/20), saat ini Thailang babak belur akibat Covid-19, industri pariwisata terpukul keras, dan kehidupan sosial ekonomi juga ditangguhkan.
Jalanan di Bangkok sepi, dan arus penumpang di Bandara Internasional Suvarnabhumi juga sangat sedikit dibandingkan hari biasanya.
Urat nadi Thailand terpukul hebat, di tengah pandemi ini hingga menyebabkan krisis besar.
Pada saat yang sema seluruh dunia membutuhkan kebijakan dari pemimpin mereka untuk membantu keluar dari masalah ini.
Seperti beberapa negara dunia, pemimpinnya berusaha menyemangati rakyatnya dan memberikan kebijakan yang bisa membantu masyarakat menghadapi kesulitan ini.
Namun, dalam situasi sulit ini, Raja Thailand Vajiralangkorn, justru bersenang-senang dengan menikmati kehidupannya di Jerman.
Bahkan dia turut serta membawa 20 selir, yang dijadikan budak nafsu yang sejumlah pengikutnya.
Sejak wabah Covid-19 melanda, raja baru Thailand, Rama X-Vajiralongkorn jarang menampakknya diri di negaranya sendiri.
Alih-alih membantu rakyatnya menghadapi kesulitan, dia malah menghabiskan waktu dengan mengungsi ke Jerman bersama 20 budak nafsu.
Namun, dalam situasi ini rakyat Thailand mengapa tidak marah dan mereka hanya berani mengumpat di media sosial dengan mengatakan "Mengapa kita membutuhkan seorang raja?"
Dengan situasi ini, kritik tersebut mungkin tidak begitu terdengar hingga ketelinga raja.
Namun, jika lebih lanjut misalnya membuat tindakan kofrontasi aksi massa untuk mengkritik pemeritah, ternyata akibatnya akan sangat fatal.
Menurut hukum di Thailand, mengkritik raja dan keluarganya adalah tidakan ilegal, sekaligus dianggap menghina keluarga kerajaan.
Hukumannya adalah 15 tahun penjara, itupun berlaku bagi mereka yang mengkritik di media sosial.
Pada masa lalu, banyak rakyat Thailand dihukum beberapa tahun penjara karena mengkritiknya di Facebook.
Meski demikian, media sosial adalah satu-satunya cara untuk memahami bagimana perilaku anak muda di Thailand dalam memandang monarki, selain percakapan pribadi.
Pada akhir Maret lalu, pakar di Thailand, mengatakan banyak kritik dilontarkan pada raja dan menginginkan sistem monarki dihapus.
Pakar mengatakan bahwa mereka berbicara sebagai anonim, karena identitasnya sangat berbahaya jika terbongkar.
Meskipun keluarga kerajaan tidak menanggapi gelombang kritik di media sosial, Menteri Digital dan Masyarakat negara itu mengeluarkan peringatan, bahwa bahaya menerbitkan konten yang mengancam keamanan nasional.
Raja Thailand didukung oleh pemerintah dan pasukan militer, ketidakpuasan sosial bisa menghancurkan rakyatnya sendiri, jadi sangat sulit untuk menentang kekuasannya.
Kekuatannya bisa mengendalikan militer, bila rakyat melakukan pemberontakan justru akan berakhir dalam pengorbanan dan pertumpahan darah.