Advertorial
Intisari-online.com -Baru-baru ini Arab Saudi dikabarkan akan menghapus hukuman cambuk.
Selain itu, kabar lain juga mengatakan bahwa Arab Saudi berencana menghentikan eksekusi mati bagi anak di bawah umur.
Karena hal itu melanggar Konvensi Hak Anak PBB, di mana eksekusi mati untuk pelaku kejahatan di bawah umur 18 tahun tidak diizinkan.
Sementara itu Arab Saudi sudah mengeksekusi 184 orang pada tahun 2019, termasuk sedikitnya satu anak di bawah umur.
Seperti diketahui Arab Saudi menerapkan hukum Islam dengan ketat, termasuk rajam, cambuk, potong tangan dll.
Arab Saudi diketahui juga melakukan eksekusi mati dengan cara tradisional, yaitu penggal kepala.
Misalnya berikut ini, seorang pria bernama Muhammad Saad Al-Beshi, yang mengaku sebagai algojo pernah membagikan kisahnya kepadaThe Guardianpada 2003 silam.
Gaji yang layak, jam kerja yang fleksibel, dan paket tunjangan terbaik. Itulah yang diterima oleh seorang eksekutor negara di Arab Saudi.
Baca Juga: Migrasi Ubur-ubur Serbu PLTU Paiton, Probolinggo Terjadi Lagi, 'Sudah Sejak Tahun 1970'
Karirnya berawal pada tahun 1998, ketika itu Al-Beshi mendapatkan pekerjaan pertamanya di Jeddah."Penjahat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan satu pukulan pedang aku memutuskan kepalanya," begitulah Al-Beshi menceritakan pengalaman pertamanya."Tentu saja aku gugup, memang ada banyak orang yang menonton tetapi sekarang demam panggunghanyalah sesuatu dari masa lalu," sambungnya.Dia mengatakan bahwa dia tenang di tempat kerjanya, dan melakukan pekerjaan Tuhan.
"Aku tidak tahu mengapa mereka datang dan menonton, jika mereka tidak memiliki keinginan untuk itu, apa mereka pikir orang takut padanya?" kata Al-Beshi."Di negara ini kita memiliki masyarakat, yang mengerti hukum Tuhan," tambahnya.
Baca Juga: Lebih dari 2.200 PDP Alias Orang dengan Gejala Corona Meninggal, Apa yang Terjadi?
"Tidak ada yang takut padaku, aku punya banyak kerabat dan banyak teman di masjid, dan aku menjalani kehidupan yang normal sama seperti orang lain," imbuhnya.Sebelum eksekusi, tidak kurang dari itu bahkan ia akan mengunjungi keluarga korban, penjahat untuk mendapatkan ampunan bagi pria yang akan dieksekusi."Aku selalu memiliki harapan, sampai menit terakhir dan aku berdoa pada Tuhan untuk memberikan penjahat kehidupan baru, aku selalu menjaga harapan itu tetap hidup," Jelas Al-Beshi.Al-Beshi tidak mengungkapkan berapa banyak dia dibayar untuk melakukan eksekusi, karena ini adalah perjanjian rahasia dirinya dengan pemerintah.
Namun, baginya dia menegaskan bahwa bayaran tidaklah penting. Paling penting adalah pekerjaannya di mana dia bangga melakukan pekerjaan Tuhan."Saya sangat bangga melakukan pekerjaan Tuhan," Kata Al-Beshi.Namun, dia mengungkapkan bagaimana pedang kebanggannya yang digunakan untuk menebas terksekusi bernilai sekitar 20.000 riyal atau sekitar Rp75 juta."Ini hadiah dari pemerintah. Aku merawatnya dan menajamkannya sesekali dan memastikan untuk membersihkannya dari noda darah," katanya.
"Ini sangat tajam, orang-orang bahkan kagum betapa cepatnya aku dapat memisahkan kepala dari tubuh tereksekusi," tambahnya.Bagi Al-Beshi, mereka tereksekusi menyerahkan diri mereka sebelum dibunuh meskipun mungkin mereka berharap untuk diampuni.
Satu-satunya percakapan yang terjadi adalah ketika dia mengatakan kepada tahanan untuk mengatakan Syahadat sebelum dieksekusi."Hati dan pikiran mereka terangkat, dengan melafalkan Syahadat ketika mereka sampai di alun-alun, lalu aku membaca perintah eksekusi, dan dengan sinyal aku memotong kepala tahanan," katanya.Tidak ada perbedaan mendasar antara mengeksekusi pria dan wanita, kecuali wanita yang mengenakan jilbab, tidak ada yang diizinkan di dekat mereka, sebelum waktu eksekusi tiba.Saat mengeksekusi wanita, ia memiliki pilihan senjata, "itu tergantung senjata apa yang mereka inginkan, terkadang pedang atau senjata lainnya, namun sebagian besar menggunakan pedang."