Advertorial
Intisari-Online.com - Seperti yang kita tahu, tenaga medis menjadi garda terdepan yang bekerjauntuk menyelamatkan pasien virus corona.
Namun seorang perawat malah mengatakan sebaliknya.
Dilansir dari dailymail.co.uk pada Selasa (28/4/2020), seorang perawat yang bekerja sebagai perawatgaris depan yang menangani pasien virus corona di New York, mengklaim bahwa kota ini telah membunuh pasien virus corona dengan caramenempatkan mereka pada ventilator.
Karena tidak tahan dengan cara penanganan pasien virus corona, perawat tersebut meminta Sara NP, teman perawatnya yang tidak menangani pasien virus corona untuk membuat video ini.
"Itu seperti film horor," ungkap Sara.
"Mereka meninggal bukan karena penyakitnya, tetapi carapenanganannya."
Dia ingin memberi tahu dunia apa yang dia katakan sedang terjadi di dalam rumah sakit.
"Saya akan memberi tahu Anda apa yang terjadi dalam sebuah rumah sakit di New York," cerita Sara.
"Sayabelum pernah melihat begitu banyak pengabaian."
"Tidak ada yang peduli apakah mereka kedinginan dan tidak."
"Mereka telah membunuh mereka, mereka tidak membantu mereka."
"Pasien dibiarkan membusuk dan mati dan orang-orang seperti tidak peduli."
Hanya saja Sara tidak mau mengungkapkan di rumah sakit mana temannya dia bekerja perawat itu.
Diketahui, lebih dari 12.000 orang telah meninggal akibat virus corona di New York City.
Dan4.300 lainnya meninggal di bagian lain dari Empire State, yang merupakan jumlah yang jauh lebih besar daripada negara bagian lainnya di negara ini.
Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan bahwa sekitar 80 persen orang yang menggunakan mesin tersebut telah meninggal dunia.
Meskipun dengan catatan pasien yang menggunakanventilator. sudah dalam kondisi buruk.
Dalam sebuah video YouTube yang diposting awal bulan ini, dokter gawat darurat New York, Cameron Kyle-Sidell mengatakan: "Saya telah berbicara dengan dokter di seluruh negeri dan semakin jelas bahwa tekanan yang kami berikan mungkin melukai paru-paru mereka."
“Sangat mungkin bahwa tekanan tinggi yang kita gunakan merusak paru-paru pasien yang kita masukkan tabung pernapasan."
Hanya saja perlu diingat, pasien positif Covid-19 membutuhkan oksigen. Tetapi merekatidak perlu tekanan.
Mereka akan membutuhkan ventilator, tetapi mereka harus diprogram secara berbeda.
Sara mengatakan pasien Covid-19 ditempatkan pada ventilator daripada mesin CPAP atau BiPAP yang kurang invasif.
Alasannya karena kekhawatiran tentang penyebaran virus.
"Para pasien tidak tahu apa-apa."
"Mereka tidak punya keluarga dengan mereka. Tidak ada seorang pun di sana bersama mereka untuk mengadvokasi mereka."
"Karena mereka takut, mereka langsung memberikan persetujuan."
Menurut Sara, ventilator memiliki tekanan tinggi, yang kemudian menyebabkan barotrauma. Hal itu menyebabkan trauma pada paru-paru.
Sara mengklaim pasien yang berhenti bernafas tidak diresusitasi lagi karena takut penyebaran virus.
"Tidak ada yang melakukan kompresi. Keluarga mereka tidak ada di sana."
"Mereka tidak memiliki siapa pun untuk menjawab. Sehingga tidak ada yang dimintai pertanggungjawaban."
Selain itu, Sara menjelaskan bahwa rumah sakit tempat temannya bekerja juga kekurangan alat pelindung diri.