Advertorial
Intisari-online.com - Saat ini China kembali dirundung masalah besar, setelah Wuhan mulai membaik sebuah provinsi yang berbatasan dengan Rusia menjadi tempat baru penyebaran Covid-19.
Heilongjiang, adalah provinsi di China yang diyakini menjadi hot spot baru penyebaran Covid-19 karena jumlah pasiennya meningkat dari hari ke hari di wilayah ini.
Ironisnya, tercatat dalam sejarah bahwa provinsi Heilongjiang ini ternyata pernah diserang pandemi yang sangat mematikan pada tahun 1911.
Pada tahun 1911, wabah pes meletus di provinsi ini blokade, karantina, masker, pembatasan wilayah, juga dilakukan pemerintah China pada saat itu.
Namun, penyakit ini ternyata jauh lebih mematikan dari yang tercatat di China, karena pada tahun itu pandemi pes ini merengut sekitar 60.000 lebih nyawa orang Tiongkok.
Setelah wabah itu terkendali, China mengadakan konferensi pers dengan ahli kesehatan dari AS, Jepang, Rusia, Inggris dan Prancis.
Pada musim sebelumnya tahun 1910 wabah ini diperkirakan sudah menewaskan 63.000 orang Tiongkok hingga tahun 1911.
Epidemi ini juga berhasil menarik perhatian dunia tentang skala wabah, yang menyebar di Kota Harbin, ibukota Heilongjiang, yang hari ini menjadi hot spot baru virus corona di China.
Harbin waktu itu dihuni oleh banyak komunitas China, Jepang dan Rusia dengan banyak kegiatan komersial yang melakukan aktivitas perdagangan.
Menariknya, sama dengan Virus Corona, wabah ini muncul karena perdagangan berbagai jenis bulu terkenal, dari berbagai jenis hewan liar.
Wabah itu diyakini berasal dari bulu berang-berang, hewan pengerat yang hidup di padang rumput dan stepa di Mongolia dan Manchuria (Wilayah Heilongjiang saat ini).
Pedagang Eropa, Amerika dan Jepang membeli bulu, dan kulit berang-berang tanpa menyadari bahayanya saat itu.
Pada Abad ke-20, bulu berang-berang sangat populer karena kualitasnya yang baik.
Ribuan pemburu berbondong-bondong ingin mendapatkannya, harganya pun juga melonjak drastis,tapi akhirnya wabah itu muncul dan memberangus warga China saat itu.
Awalnya banyak yang tidak menyadarinya sampai sekelompok dokter Rusia di Manchuria, datang untuk melakukan penelitian.
Gejalanya mengkhawatirkan, ketika menginfeksi, pasien akan mengalami demam tinggi dan batuk darah, kemudian mereka meninggal.
Di Manchuria, orang mati banyak tergeletak di jalanan, kereta barang diubah menjadi ruang isolasi.
Dengan cara yang sama dengan Covid-19, kereta pada saat itu menjadi sarana penyebaran ketika orang dari Machuria pergi ke Harbin.
Wabah itu juga disertai pneumonia yang menyebar ke kota-kota dengan jalur kereta api utama seperti Beijing, Tianjing kemudian Wuhan.
Bahkan Shanghai yang jaraknya 3.000 km juga memiliki wabah pes.
Di daerah kumuh Harbin penyakit ini menyebar dengan cepat, setidaknya 5.272 kematian pada 8 Januari 1910, kemudian terus meningkat.
Tingkat kematian penyakit ini pada saat itu 100%, menyebabkan pemakaman dilarang, sehingga mereka yang mati harus dikremasi secara massal.
Di Harbin, Dr Wu Lien-teh menemukan penyakit ini sebagai wabah pneumonia mendorong orang-orang memakai masker, untuk mencegah infeksi.
Pada awal 1911, China memobilisasi dokter dari seluruh negeri untuk berkumpul di Harbin, dalam upaya pencegahan penyakit ini.
Kemudian, langkah-langkah seperti membangun area karantina, blokade, masker, dilakukan dengan efektif bisa menekan penyebaran, setiap penginapan yang sudah terinfeksi juga langsung dibakar.
Meski demikian, wabah itu masih menyebar namun sedikit bisa dikendalikan pada Januasi 1911, pada akhir Januari Dr. Wu mengumumkan di Harbin, penyakit ini berhasil dikendalikan setelah serangkaian pasien yang meninggal dikremasi.