Inilah Alasan Orang China Gemar Makan Hewan-Hewan Liar, Semuanya Berawal dari Kisah Tragis yang Dialami China Pada 50 Tahun Lalu Ini

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi pasar hewan di wuhan
Ilustrasi pasar hewan di wuhan

Intisari-online.com - Saat dunia sedang menghadapi pandemi virus corona mungkin wabah ini masih dianggap misterius dan belum diketahui asal-usulnya.

Namun, banyak tuduhan mengalamatkan pada pasar hewan liar di Wuhan yang dianggap tempat munculnya virus corona.

Terlepas dari tuduhan bahwa laboratorium di Wuhan mungkin juga dituduh sebagai sumber asal usulnya.

Perlu diketahui, pasar hewan di Wuhan, adalah pasar yang menjual berbagai macam jenis hewan termasuk hewan liar yang tak lazim untuk dimakan.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia -37,91 dollar AS, Gubernur BI: Justru Itu Baik Untuk Indonesia, Kok Gitu?

Akibatnya pasar ini kini dikecam oleh seluruh dunia dan meminta untuk menghentikan aktivitas pasar itu karena dinilai tidak lazim.

Melansir Daily Express pada Kamis (23/4/20), pasar itu dilaporkan menjual sekitar 75-120 spesies satwa liar dan eksotis.

Seperti tikus, berang-berang, trenggiling, ular, anjing hingga kelelawar disebut dijual di pasar ini.

Hewan eksotis ini diyakini sebagai inang dari virus corona sebelum akhirnya menular ke manusia, ungkap Profesor Peter Li, seorang ahli politik domestik di China.

Baca Juga: Saat Ada yang Terinfeksi, Semut Juga Lakukan Physical Distancing Loh, Ini yang Mereka Lakukan untuk Jaga Jarak Aman

Sementara itu Profesor Li mengatakan, bukan hal mengejutkan jika China memang memiliki ketertarikan pada hewan-hewan liar.

"Hewan di bagian bawah sering direndam dengan segala jenis cairan, kotoran hewan, nanah, darah, dan apapun cairan dari hewan itu," katanya.

Kemudian, Li juga menjelaskan asal usul pasar hewan dan alasan mengapa orang China gemar makan satwa liar hingga kini.

Ternyata semua itu berawal 50 tahun lalu pada saat di mana kelaparan melanda Tiongkok.

"Alasan semua hewan ini ada di pasar adalah karena keputusan yang dibuat pemerintah Tiongkok beberapa dekade lalu," katanya.

"Pada tahun 70-an, Tiongkok berantakan, kelaparan yang menewaskan lebih dari 36 juta jiwa, rezim komunis yang mengendalikan semua produksi pangan, gagal memberi 900 juta penduduk China,"Jelasnya

"Pada tahun 1978, di ambang kehancuran, rezim menyerahkan kendali ini dan mengizinkan pertanian swasta," imbuhnya.

"Sementara perusahaan besar semakin mendominasi produksi makanan populer seperti daging babi, unggas dan lainnya, petani kecil beralih menangkap hewan liar untuk bertahan hidup," sambungnya.

Wuhan pasar hewan liar
Wuhan pasar hewan liar

Baca Juga: Meski Ada Khasiat Kunyit dan Madu untuk Asam Lambung, Namun Hati-hati Karena Mereka dengan Kondisi Tertentu Seperti Ini Tidak Boleh Mengonsumsinya

Menurut Li proses hukum inilah yang mempercepat pertanian satwa liar di Tiongkok.

Dia menambahkan, "Pada awalnya, kebanyakan rumah tangga petani, memelihara penyu di halaman belakang rumah."

"Sangat penting bagi pemerintah untuk mendorong orang mencari nafkah melalui kegiatan produksi apapun," katanya.

"Jika Anda bisa mengangkat diri dari kemiskinan, apapun yang Anda lakukan tidak apa-apa," tambahnya.

Kemudian tahun 1988, pemerintah membuat keputusan dalam bentuk perdagangan satwa liar di Tiongkok.

Undang-Undang ini mengatakan hewan sebagai sumber daya yang dimiliki negara, dan melindungi orang dari pemanfaatan sumber daya alam liar.

UU ini akhirnya mendororong domestikasi dan pembiakan hewan liar.

Li mengatakan, "Itu adalah masalah hukum yang menghancurkan, mengatakan satwa liar sebagai sumber daya alam berarti, itu adalah sesuatu yang bisa digunakan untuk kepentingan manusia."

Baca Juga: Di Tengah Pandemi Covid-19,Gadis Kecil Ini Tetap Berjualan Donat Sampai Rela Kehujanan, Netizen: Dan Kita Masih Ngeluh Bosan di Rumah?

Li menambahkan, "Peternakan lokal kecil berubah menjadi operasi skala industri dan populasi yang lebih besar berarti hewan hewan ini semakin banyak, semakin banyak pula membawa penyakit."

"Para petani membawa banyak jenis hewan liar, yang artinya lebih banyak virus di peternakan," imbuhnya.

"Meski demikian, hewan-hewan ini kemudian disalurkan ke pasar untuk mencari keuntungan," jelasnya.

"Hewan-hewan ini terancam punah, diperdagangkan Tiongkok, hingga pada akhirnya pemerintah China mulai menerapkan aturan ketat," paparnya.

Pada tahun berikutnya China mulai menerapkan undang-undang untuk melindungi hewan yang terancam punah, sayangnya praktik ini terlanjur menjadi budaya di China.

Sementara penjual satwa liar mempromosikannya hewan liar memiliki kandungan khusus yang memiliki manfaat bagi tubuh, dan tentu saja bisa melawan penyakit.

Saat ini mayoritas orang Tiongkok sebenarnya sudah tidak memakan satwa liar, namun mereka yang mengonsumsinya adalah orang kaya dan penguasa dalam minoritas kecil.

Artikel Terkait