Advertorial

Klorokuin Dipercaya Bisa Sembuhkan Pasien Corona, di Negara Ini Percobaan Klorokuin untuk Obat Corona Justru Dihentikan Karena Sebabkan Komplikasi Jantung

Tatik Ariyani

Editor

Intisari-Online.com - Beberapa waktu yang lalu, pemerintah memesan dua jenis obat berbeda untuk pasien yang terinfeksi virus corona.

Pemerintah memesan avigan dan klorokuin yang dipercaya dapat menyembuhkan pasien Covid-19.

"Obat ini sudah dicoba oleh satu, dua dan tiga negara dan memberikan kesembuhan," kata Presiden Jokowi dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (20/3/2020).

Untuk obat Avigan, pemerintah menyediakan 5.000 butir. Seiring dengan itu, pemerintah juga tengah memesan 2 juta butir obat tersebut.

Baca Juga: Viral Video Bule di Bali Asyik Pesta Abaikan Aturan Social Distancing, Bikin Warganet Geram hingga Petugas Berwenang Angkat Bicara

Sementara, obat Klorokuin, sudah disiapkan sebanyak 3 juta butir.

Obat Klorokuin ini diketahui diproduksi di Indonesia.

Presiden Jokowi mengatakan, obat-obatan tersebut merupakan hasil dari riset sejumlah negara dan laboratorium berstandar internasional.

Chloroquine atau klorokuin adalah obat antimalaria yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi malaria.

Baca Juga: Ada Lebih dari 2.000 Kasus Virus Corona dan Sudah Terapkan PSBB, Faktanya Stasiun KRL Masih Dipenuhi Warga Jakarta

Sementara itu, para peneliti justru membatalkan penelitian kecil di Brazil tentang kemampuan obat anti-malaria klorokuin untuk memerangi virus corona.

Melansir New York Post, Senin (13/4/2020), penelitian tersebut dihentikan setelah beberapa peserta mengalami komplikasi jantung yang berpotensi fatal.

Penelitian tersebut, yang didanai oleh negara bagian Amazonas di Brazil, memberikan obat tersebut kepada 81 pasien yang dirawat di rumah sakit di Manaus untuk menentukan efektivitasnya melawan virus corona, menurut sebuah laporan pada server pra-publikasi medRix.

Baca Juga: 150 Pangkalan Militernya Sudah Digerogoti Corona, Amerika Serikat Masih Sibuk Awasi Musuh-musuhnya dan Beri Ancaman di Tengah Pandemi: Jangan Pernah Coba-coba dengan Kami

Tetapi para peneliti mengatakan mereka terpaksa menghentikan studi lebih awal setelah "potensi bahaya keselamatan" menjadi jelas.

“Temuan awal menunjukkan bahwa dosis (klorokuin) yang lebih tinggi (rejimen 10 hari) tidak direkomendasikan untuk pengobatan COVID-19 karena potensi bahaya keamanannya,” tulis para peneliti.

Sekitar setengah dari pasien dalam penelitian ini mengonsumsi klorokuin dengan dosis 50 mg dua kali sehari selama lima hari, kata laporan itu.

Peserta lain diberi dosis tunggal 600 miligram setiap hari selama 10 hari.

Baca Juga: Walau Tak Keluar Rumah, Nyatanya Virus Corona Bisa Masuk ke Rumah Melalui Benda-benda Kesayangan Kita Ini, Salah Satunya Cincin

Tetapi dalam tiga hari, beberapa pasien yang menggunakan dosis tinggi mengalami aritmia, atau detak jantung tidak teratur, kata laporan itu.

Pada hari keenam, 11 pasien telah meninggal, meskipun tidak jelas apakah itu karena virus corona atau komplikasi yang terkait dengan klorokuin.

Para ilmuwan mengatakan bahwa "kecenderungan kematian yang lebih tinggi terkait dengan dosis yang lebih tinggi pada hari ke-6 mengikuti hasil penghentian dini" pemberian dosis yang lebih tinggi kepada pasien.

"Bagi saya, penelitian ini menyampaikan satu informasi yang berguna, yaitu bahwa klorokuin menyebabkan peningkatan abnormalitas pada EKG (elektrokardiografi) yang tergantung pada dosis yang dapat mempengaruhi orang untuk kematian jantung mendadak," Dr. David Juurlink, kepala divisi farmakologi klinis di University of Toronto, Kanada, mengatakan kepada New York Times.

Presiden AS, Donald Trump, sempat mendapat kritik karena menggembar-gemborkan penggunaan obat malaria klorokuin sebagai pengobatan untuk pasien Covid-19.

Baca Juga: Layaknya 'Tarzan si Raja Rimba,' Anak-anak Ini Tidur di Dahan Pohon di Udara Terbuka dalam Hutan, Begini Kisah Langkah Esktrem Sekeluarga Ini untuk Hindari COVID-19

Artikel Terkait