Advertorial

'Saya Juga Menangis dengan Kejadian Tersebut,' Heboh Jasad Perawat Ditolak Warga, PPNI Bawa ke Ranah Hukum, Ketua RT Nangis Dalam Hati dan Minta Maaf

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Penulis

 Stigma berlebihan masyarakat Indonesia terhadap pasien positif virus corona atau Covid-19 terus saja terulang.
Stigma berlebihan masyarakat Indonesia terhadap pasien positif virus corona atau Covid-19 terus saja terulang.

Intisari-Online.com - Stigma berlebihan masyarakat Indonesia terhadap pasien positif virus corona atau Covid-19 terus saja terulang.

Kabar soal diskriminasi keluarga pasien hingga penolakan jenazah terus mencuat.

Teranyar, jenazah perawat yang akan dimakamakan di TPU Sewakul mendapat penolakan dari warga.

Perawat RSUP Dr. Kariadi tersebut meninggal dunia pada hari Kamis, 9 April 2020.

Baca Juga: Mereka Tak Ubahnya Komplotan Kriminal, TNI Kini Pasang Target Lenyapkan Sosok Pengendali Perang KKB Papua, Dalang Semua Kerusuhan di Bumi Cenderawasih

Karena penolakan itu, jenazah harus dipindah ke Bergota, kompleks makam keluarga Dr. Kariadi.

Tak terima dengan penolakan warga, DPW Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) membawa perkara ini ke ranah hukum.

Mereka berharap ada payung hukum yang jelas agar peristiwa seperti itu tidak terjadi lagi.

Kini, pihak PPNI sedang mengumpulkan bukti dan dokumentasi terkait peristiwa tersebut.

Baca Juga: Jangan Khawatir, Penderita Asma Bisa Cegah Tertular Sakit Covid-19

Hal itu dinyatakan oleh Ketua DPW PPNI Jateng, Edy Wuryanto.

"Harus ada pembelajaran terkait kejadian ini."

"Kami sudah mengumpulkan ahli-ahli hukum yang tergabung di PPNI untuk memberi masukan dan kajian," jelasnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI Jateng seperti yang dikutip dari Kompas.com.

Edy mengatakan, peristiwa itu tidak akan terjadi kalau tidak ada provokator.

Baca Juga: GoRide Hilang Selama PSBB, Tak Hanya di DKI Tapi Seluruh Daerah Berikut Ini, Mitra Driver: 'Saya Merasa Dirugikan'

"Itu nanti mau masuk delik aduan atau gimana, biar ahli hukum yang menentukan."

"Kami hanya mengumpulkan bukti dan segala yang diperlukan, lalu kami ambil langkah selanjutnya," ungkapnya.

Ia menjelaskan, perawat, dokter, serta pekerja medis adalah garda yang rawan terpapar corona.

"Kerawanan paling tinggi itu adalah tenaga kesehatan yang tidak ada di ruang isolasi."

Baca Juga: Saat Negara Lain 'Babak Belur', Korea Utara Diyakini akan Tetap Tangguh Hadapi Pandemi Covid-19, 3 Faktor Ini Dianggap sebagai Kunci Kim Jong Un 'Amankan' Wilayahnya

"Kalau di ruang isolasi, mereka sudah sadar sehingga memakai alat pelindung diri."

"Kalau di bagian lain, APD-nya hanya secukupnya, jadi rawan terpapar," jelasnya.

Ia meminta anggotanya untuk mengenakan pita hitam di lengan kanan sebagai tanda duka.

Di Jawa Tengah, lanjutnya, ada 68.000 perawat.

Baca Juga: GoRide Hilang Selama PSBB, Tak Hanya di DKI Tapi Seluruh Jabodetabek

"Kami minta pemerintah lebih serius memerhatikan keselamatan perawat sesuai standar WHO."

"Segera distribusikan ke perawat mulai dari tingkatan puskesmas hingga ke rumah sakit," papar Edy.

Sebab, perawat tidak mengetahui pasien tersebut masuk kategori orang dalam pengawasan (ODP) atau pasien dalam pengawasan (PDP).

Selain itu, untuk masyarakat atau pasien juga harus jujur menceritakan riwayat perjalanan atau kesehatannya.

"Perawat yang meninggal tersebut, bekerja di bagian geriatri."

Baca Juga: Titik Balik Penting 'Peristiwa Berdarah G30S' Banyak Dianggap Tergambar dari Keputusan Soekarno saat di Halim Ini hingga Membuat Brigjen Supardjo Lesu dan Kecewa

"Seharusnya jauh dari pasien ODP atau PDP, tapi ada pasien yang masuk dan tidak jujur sehingga perawat terpapar," jelasnya.

Salah seorang yang berperan dalam penolakan tersebut adalah Purbo, Ketua RT 6 Dusun Sewakul, Kelurahan Bandarjo, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Di hadapan kedua PPNI, Purbo menyampaikan permintaan maafnya.

"Atas nama pribadi dan warga saya minta maaf adanya kejadian kemarin itu."

Baca Juga: Titik Balik Penting 'Peristiwa Berdarah G30S' Banyak Dianggap Tergambar dari Keputusan Soekarno saat di Halim Ini hingga Membuat Brigjen Supardjo Lesu dan Kecewa

"Saya minta maaf kepada perawat, warga Ungaran, dan pada seluruh masyarakat Indonesia," ungkapnya, Jumat (10/4/2020) di kantor DPW PPNI

Purbo menjelaskan, penolakan pemakaman tersebut merupakan aspirasi masyarakat yang ada di lokasi, termasuk beberapa ketua RT lain.

"Mereka mengatakan, Pak jangan di sini, jangan dimakamkan di Sewakul," ujarnya menirukan warga.

Karena desakan warga, akhirnya aspirasi tersebut diteruskan ke petugas pemakaman.

Dia menyatakan tidak mungkin mengabaikan aspirasi warga karena tanggung jawab sebagai Ketua RT.

Adanya penolakan pemakaman tersebut, karena adanya kesalahan informasi sehingga menyebabkan ketidaksetujuan dari warga.

Baca Juga: Warga Elitnya Keluyuran Dengan Helikopter untuk 'Liburan' Paskah, Pemerintah Chile Tegas Hukum Mereka, 'Warga Punya Tugas Moral untuk Tetap di Rumah Saat Pandemi!'

"Keluarga almarhumah juga ada yang dimakamkan di Sewakul meski bukan warga kami," ucapnya.

Purbo mengakui, dalam hati dia menangis karena adanya penolakan pemakaman jenazah tersebut.

"Sungguh, saya juga menangis dengan kejadian tersebut."

"Apalagi istri saya juga perawat, tapi saya harus meneruskan aspirasi warga," ungkapnya.

Sementara Ketua RW 08 Dusun Sewakul, Daniel Sugito mengatakan, penolakan pemakaman tersebut sempat dimediasi.

Bahkan dokter juga memberi penjelasan hingga Wakil Bupati Semarang, Ngesti Nugraha datang ke lokasi. (TribunNewsmaker/ Irsan Yamananda)

Artikel ini pernah tayang di Newsmaker.tribunnews.com dengan judul asli "Jasad Perawat Ditolak Warga, PPNI Bawa ke Ranah Hukum, Ketua RT Minta Maaf & Ngaku Nangis Dalam Hati"

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari

Artikel Terkait