Advertorial
Intisari-Online.com – Pada masanya, pusat perbelanjaan tumbuh seperti jamur di musim hujan. Terutama di Jakarta. Di hampir setiap pojok yang strategis muncul pusat perbelanjaan.
Yang satu lebih bagus dan nikmat daripada yang lain. Ternyata membuat disain pusat belanjaan juga ada psikologinya tersendiri.
Bagi calon pembelanja maupun calon pembuat pusat perbelanjaan mungkin ada baiknya untuk mengetahuinya.
Barangkali Anda juga memperhatikan: Di pusat-pusat perbelanjaan, eskalator umumnya hanya disediakan untuk orang-orang yang akan naik. Untuk turun kita harus berjalan kaki.
Baca juga: Hati-hati Saat Berbelanja, Ini Cara Mengenali Mesin Pembobol Rekening dan Kartu Kredit via Skimming
Atau harus berputar dulu ke sebelah lain, melewati barang-rbarang atau toko-toko yang sebetulnya tidak perlu kita lihat.
Ini salah satu cara untuk membuat pembelanja segan turun, segan keluar dari pusat perbelanjaan itu. Dengan berada lebih lama di dalam, orang melihat lebih banyak barang dan cenderung berbelanja lebih banyak pula.
Pusat-pusat perbelanjaan modern sengaja dirancang seperti itu. Pintu-pintu masuk dibuat lebar dan menarik. Di dalamnya dengan mudah kita menemukan jalan ke segala penjuru dan eskalator.
Orang-orang yang cuma bermaksud berbelanja sebentar jadi terdorong melihat-lihat lebih lama. Lonceng ditiadakan sehingga tidak akan mengingatkan pembelanja bahwa mereka sudah berada di sana lebih lama daripada rencana.
Baca juga: Unik, Mal Ini Sediakan Pacar Sewaan Untuk Pria yang Berbelanja Sendirian. Berminat?
Kalau kaki sudah lelah, bisa duduk di beberapa bangku yang disediakan. Tetapi umumnya tidak ada yang tahan duduk lama. Soalnya tempat duduknya tidak bersandaran, keras dan polos, tidak enak diduduki.
Ini sengaja, supaya Anda segera berjalan lagi, mencuci mata dan menguras kantong.
Kafetaria biasanya dibuat tidak membetahkan. Ada yang letaknya agak lebih rendah dari lantai sekitarnya sehingga yang tampak dari sana hanya kaki dan bungkusan belanjaan dari orang-orang yang lalu-lalang.
Jadi begitu selesai, orang segera ingin bangkit untuk ikut arus itu.
Bagian-bagian tempat penjualan dibuat terang benderang. Di luarnya redup, sehingga orang berbondong-bondong ke tempat terang seperti laron.
Pintu-pintu keluar sebaliknya dibuat tidak menyolok atau malah diberi kaca suram sehingga dunia luar tampaknya murung. Orang jadi segan keluar.
Fantasi memegang peranan penting dalam desain pusat-pusat perbclanjaan. Anak-anak disuguhi permainan dari alam fantasi dan juga kendaraan ruang angkasa.
Ada pula pusat perbelanjaan yang mempunyai air mancur. Bahkan air mancur yang bisa tertawa enak. Fantasi membuat orang merasakan suasana yang ceria, serampangan dan mudah mengeluarkan uang.
Menurut psikolog-psikolog, air mancur membuat orang merasa dibebaskan, tidak dihalangi. Dalam hal ini tentu maksudnya tidak dihalangi mengeluarkan uang lebih banyak.
Baca juga: 8 Foto Ini Tunjukkan Penderitaan Pria saat Diajak Pasangannya Belanja. Duh, Pasti Bosen Banget!
Ben John, seorang perancang grafik dari Inggeris menyatakan: "Orang datang ke pusat perbelanjaan untuk dihibur. Makin menarik makin banyak orang datang."
Pedagang kemeja umpamanya merasa dagangannya lebih laku berkat perangkap cerdik ini.
Barang-barang baru ditaruh di tengah-tengah. Untuk mencapainya kita mesti melewati toko-toko yang letaknya dibuat strategis untuk menjadi "visual stops", mempesona mata kita sehingga kita tidak langsung pergi ke tujuan atau cepat-cepat keluar lagi.
Di negara-negara dingin, pusat perbelanjaan menyambut calon-calon pembeli dengan udara hangat. Konon supaya merasa aman seperti dalam rahim.
Di Jakarta yang panas, sebaliknya tamu-tamu disambut dengan udara sejuk. Udara yang nyaman ini membuat orang malas keluar.
Banyak pusat perbelanjaan mempunyai supermarket atau toko serba ada di ujung-ujungnya.
Baca juga: Pria Unik Ini Menjual Sebuah Tank Militer Bekas di Situs Belanja Online, Apakah Anda Berminat?
Fungsinya sebagai umpan untuk menarik pengunjung ke toko-toko lain di sekitarnya. Soalnya supermarket atau toko serba ada menjual barang yang diperlukan sehari-hari.
Mengatur barang-barang di dalam supermarket ada seninya. Pasti harus rapi, tetapi terlalu rapi membuat orang tidak tega untuk mengambilnya.
Deretan barang-barang di rak harus sudah ada beberapa yang diangkat, sebab orang cenderung segan mengganggu deretan yang seakan-akan belum tersentuh.
Kebanyakan orang lebih cekatan mempergunakan tangan kanan daripada tangan kiri. Jadi kita cenderung mengambil sesuatu dengan tangan kanan. Maka itu dalam mengatur letak instant coffee sampai kertas WC, mereka menempatkan yang lebih mahal di sebelah kanan.
Cahaya juga memainkan peranan penting di supermarket. Supaya sayur-mayur kelihatan lebih menggiurkan, cahaya "dibiaskan" ke arah hijau.
Sebaliknya daging dibuat lebih menarik dengan cahaya yang dibiaskan ke merah.
Cash register sekarang tidak berdenting lagi, supaya tidak ada bunyi yang mengingatkan uang kita keluar untuk masuk ke alat itu.
Di Inggeris pernah ada seorang wanita lanjut usia yang begitu bingung di dalam hypermarket yang seperti sarang tanpa jalan keluar, sehingga ia berputar-putar tidak bisa keluar 3 hari! (Lynn Foulds Wood – Intisari April 1980)