Advertorial

Senjata Kimia: Gas Beracun Sulit Dideteksi, Bersifat Licik, Biadab, serta Membunuh Tanpa Pandang Bulu

Agustinus Winardi
Moh. Habib Asyhad
Agustinus Winardi
,
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Senjata Kimia Gas Beracun  Sulit Dideteksi, Bersifat Licik dan Biadab serta Bisa Membunuh Tanpa Pandang Bulu
Senjata Kimia Gas Beracun Sulit Dideteksi, Bersifat Licik dan Biadab serta Bisa Membunuh Tanpa Pandang Bulu

Intisari-Online.com - Inilah salah satu senata yangpaling mematikan sekaligus juga paling jahat yang pernah digunakan dalam peperangan sejak dahulu.

Senjata berupa gas beracun yang digunakan dalam peperangan sebenarnya bukan merupakan hal baru. Pada Perang Dunia I, senjata ini juga sudah digunakan.

Dalam pertempuran, gas racun jenis mustard (sulfur mustard) pertama kali digunakan pada tahun 1860.

Gas sangat mematikan yang bekerja dengan cara menghancurkan struktur DNA dan sel tubuh ini malah sudah diproduksi secara massal beberapa tahun kemudian oleh perusahaan bernama Dow Chemical.

Untuk mengenali gas maut ini, gas mustard memiliki warna kuning serta berbau seperti mustard (sejenis saus).

Baca juga:AS Serang Suriah karena Gunakan Senjata Kimia: Ini 5 Senjata Kimia Paling Mematikan Sepanjang Sejarah

Pasukan perang yang sedang bertempur biasanya memakai arsenal yang tak kasat mata ini saat kedua belah pihak berada dalam posisi tempur terkunci (dead-lock).

Kedua pihak yang bertempur hanya bisa bertahan pada posisinya masing-masing, tidak bisa maju menyerbu dan juga tidak bisa mundur serta hanya bisa berlindung di parit pertahanan (trench war).

Oleh karena itu serangan gas beracun terpaksa dipakai sebagai jalan pembuka bagi pasukan infanteri yang bertugas sebagai pendobrak parit pertahanan lawan.

Dalam PD I pasukan Jerman pertama kali meluncurkan serangan gas beracun pada pertengahan tahun 1915.

Misalnya dalam pertempuran di Ypres, Belgia. Jenis gas yang dipakai adalah chlorine.

Serangan gas beracun yang dilontarkan menggunakan peluru meriam itu mengakibatkan 5.000 prajurit Inggris gugur.

Baca juga:Waspadalah, dalam Kondisi Perang, Korut Bisa Menyerang Pakai Drone Bersenjata Kimia

Secara teknis gas ini merusak saluran pernapasan manusia. Seperti kasus kematian yang terjadi pada korban kebakaran, akibat terlalu banyak menghirup asap.

Akibat serangan gas beracun yang sulit dihindari itu, untuk mengantisipasinya, pihak Sekutu kemudian melengkapi pasukannya yang ada di garis depan dengan perlengkapan perang nubika (nuklir, biologi, kimia).

Namun pada tahap awal peralatan yang dipakai masih tergolong sangat sederhana.

Pasca pertempuran di Ypres untuk unit-unit pasukan Sekutu seperti 2nd Battalion, Argyll and Sutherland Highlanders, hanya dibekali dengan goggle plus penutup hidung-mulut dari kain katun.

Secara teori penutup hidung-mulut mesti selalu dibasahi dengan larutan air soda.

Baca juga:Breaking News: AS, Prancis, dan Inggris Lancarkan Serangan ke Suriah

Namun penerapan di lapangan kerap berbeda. Lantaran larutan soda terbilang minim, tak jarang sang pengguna menggantinya dengan air kencing sendiri.

Cara lain yang masih tergolong primitif untuk menangkal serangan gas adalah dengan memakai peralatan semprot antihama yang biasa dipakai pada pertanian.

Cairan yang dipakai berfungsi untuk menyerap residu dari gas beracun.

Tahun 1917 untuk pertama kali Jerman memakai gas mustard untuk menghantam Sekutu.

Gas-gas mematikan ini dilontarkan dengan bantuan proyektil artileri atau granat. Di lingkungan pasukan Sekutu, serangan Jerman tadi kerap disebut dengan kode HS (Hot Stuff).

Baca juga:Benarkah Serangan Senjata Kimia di Suriah Bisa Picu Perang Dunia III?

Selama PD I tercatat kedua belah pihak memakai sedikitnya dua lusin jenis gas beracun.

Dari serangan itu sedikitnya satu juta personel militer maupun sipil terluka.

Sedangkan sekitar setengah juta orang terbunuh akibat serangan gas beracun yang kemudian dijuluki senjata licik dan biadab serta membunuh siapa saja tanpa pandang bulu itu.

Oleh karena itu gas beracun kemudian dilarang keras digunakan dalam perang apalagi menyerang warga sipil yang tidak terlibat dalam peperangan.

Artikel Terkait