Advertorial
Intisari-Online.com -Penyebaran virus corona terus mengalami peningkatan baik dari jumlah kasus dan kematian secara global.
Tak hanya mewabah di Asia, tapi juga Eropa dan Timur Tengah. Dilansir dari SCMP, hingga Rabu (26/2/2020) pagi tercatat ada 80.967 kasus, 2.763 kematian, dan 29.998 pasien yang sembuh.
Di China saja, total kematian ada 2.717 orang. Sedangkan total kasusnya di China mencapai 78.159 kasus.
Delapan belas ahli anestesi dari lima rumah sakit di kota Wuhan membentuk tim elit intubasi endotrakeal.
Tugasnya adalah melakukan tugas intubasi endotrakeal darurat untuk pasien yang sakit parah dengan penyakit virus corona (COVID-19) di Rumah Sakit Tongji yang berafiliasi dengan Universitas Sains dan Teknologi Huazhong.
Berdasarkan Wikipedia, intubasi endotrakeal merupakan tindakan medis berupa memasukan tabung endotrakeal melalui mulut atau hidung untuk menghubungkan udara luar dengan kedua paru.
Pada penderita yang pernapasannya terganggu biasanya dilakukan tindakan ini untuk mengatasi jalan napas yang tersumbat.
Terpasangnya tabung endotrakeal akan menimbulkan respon seperti peningkatan tekanan darah, frekuensi denyut jantung, dan gangguan irama jantung.
Melansir People's Daily, pasien yang sakit parah akibat virus corona dipastikan dapat mengalami gagal napas, sehingga membuat perawatan lebih sulit.
Oleh karena itu, intubasi endotrakeal menjadi penting untuk bisa menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Sebagai hasilnya, sebuah tim elit dibentuk untuk merawat individu yang sakit di 16 area rawat inap serta satu ICU di rumah sakit.
Gao Feng, direktur Departemen Anestesiologi di Rumah Sakit Tongji, mengatakan bahwa prosedur yang melibatkan intubasi endotrakeal darurat bisa sangat berisiko, terutama untuk kasus yang parah.
Misalnya, kondisi fisik pasien yang buruk, ketidakmampuan untuk menoleransi hipoksia yang berkepanjangan, hingga fluktuasi parah pada tekanan darah dan detak jantung.
"Karena itu, intubasi endotrakeal harus dilakukan oleh ahli anestesi yang sangat berpengalaman," tambahnya seperti yang dikutip dari People's Daily.
Agar berhasil menyelesaikan tugas, tim menetapkan standar terpadu, termasuk perlindungan pribadi, persiapan artikel dan prosedur intubasi, dan mengikuti prinsip "kesalahan nol".
Meskipun intubasi endotrakeal mungkin tampak seperti prosedur medis rutin, setiap dokter memiliki kebiasaan dan tekniknya sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan yang beragam dari semua ahli anestesi, Departemen Anestesiologi telah menyiapkan "kotak peralatan multifungsi", yang memenuhi kebutuhan yang beragam dari setiap dokter.
Semua barang yang diperlukan ditempatkan di dalam untuk intubasi, seperti obat-obatan narkotika, obat vasoaktif, peralatan intubasi sekali pakai dan persediaan intubasi.
"Biasanya, dibutuhkan 15 hingga 20 menit untuk menyelesaikan intubasi, tetapi dengan pakaian pelindung dan tiga lapis sarung tangan, bidang pandang dokter sangat terganggu dan pergerakan badan semua akan terpengaruh," kata Gao.
Sebagai contoh, pada 16 Februari, dua anggota tim yang bertugas hanya minum untuk menyelesaikan intubasi endotrakeal untuk enam pasien yang sakit parah selama periode enam jam.
Faktanya, intubasi endotrakeal berisiko tinggi, karena ketika ahli anestesi beroperasi di dekat orang yang terinfeksi, tetesan aerosol yang sarat virus dari pasien dapat menyebabkan penularan dari orang ke orang.
"Tetapi jika kita tidak melakukannya, siapa yang akan melakukannya?" kata anggota tim.
Selama delapan hari terakhir, tim telah berhasil menyelesaikan hampir 50 intubasi endotrakeal, dengan tingkat keberhasilan 100%.
Pasien tertua yang berhasil diselamatkan berusia 85 tahun.
Ketika seorang ahli anestesi tampak bergegas di rumah sakit China, itu berarti ada pasien yang berada dalam kondisi kritis.
"Tim intubasi endotrakeal selalu melakukan pertempuran yang sengit untuk menyelamatkan nyawa seseorang," kata Gao.
Artikel ini pernah tayang di Kontan.id dengan judul "Begini kisah tim medis elit yang bertempur melawan kematian di Wuhan"