Advertorial
Intisari-Online.com - Tiga pelaku yang melakukan praktik aborsi ilegal di sebuah rumah Jalan Paseban Raya, Nomor 61, Jakarta Pusat berhasil ditangkap Polda Metro Jaya.
Tiga pelaku terdiri dari dua wanita dan satu pria (MM alias A (46), RM (54) dan SI (42)), begitu ungkap Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Polisi Yusri Yunus.
"Tiga tersangka berhasil kami amankan," kata Yusri, saat konferensi pers, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Ketiga pelaku ini membuka praktik ilegal sejak 2018, tepatnya telah berjalan selama 21 bulan.
Mereka membuka praktik aborsi ilegal di sebuah rumah berpagar cokelat dan berdinding putih.
Kini, rumah tersebut telah dipasang garis polisi.
Akibat perbuatannya, ketiga pelaku dapat dikenakan Pasal 83 Jo Pasal 64 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, dan atau Pasal 75 Ayat 1.
Bisa juga dikenakan Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
"Pasal 83 Jo Pasal 64 UU RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan dapat dipidana penjara maksimal lima (5) tahun," ucap Yusri.
"Pasal 75 Ayat 1, Pasal 76, 77, 78 UU RI nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, dapat dipidana penjara lima tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta," tambahnya.
Sementara, Pasal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, pelaku dapat dipidana sepuluh tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Kini, mereka telah ditetapkan statusnya, tersangka.
Dari tangan pelaku, polisi juga mengamankan barang bukti berupa obat-obatan dan sebagainya.
Peran 3 Tersangka, MM Residivis
Yusri menjelaskan peran tiga tersangka praktik aborsi ilegal.
MM alias A berperan sebagai dokter, RM selaku bidan, dan SI menjadi karyawan bidang pendaftaran dan adiministrasi pasien.
"Ini pemain lama semuanya. Terutama MM alias dokter A, dia ini memang dokter," ucap Yusri.
Riwayat MM, kata Yusri, yaitu lulusan fakultas kedokteran dari satu di antara universitas yang berada di Sumatera Utara, Medan.
Terlebih, MM pernah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Kepulauan Riau.
"Tetapi karena tidak pernah masuk, kemudian dipecat," tambah Yusri.
Ternyata, MM juga pernah bermasalah dengan Polisi Reserse Bekasi, Jawa Barat.
Saat itu, MM juga terjerat kasus praktik aborsi ilegal dan sempat divonis 3,5 bulan penjara.
"Setelah itu, pernah juga kasus yang sama seperti ini, aborsi juga. Tepatnya tahun 2016," ucap Yusri.
"Tetapi yang bersangkutan (MM) DPO atau daftar pencarian orang," sambungnya.
MM tiada kapoknya. Meski status DPO saat itu, dia kembali membuka praktik aborsi ilegal di tempat yang sama.
Yaitu di Jalan Paseban Raya, nomor 61, Jakarta Pusat.
Sementara rekannya, RM, lulusan sekolah perawat kesehatan di Sumatra Utara, Medan.
Ribuan Pasien
Yusri menyatakan, ribuan pasien pernah mendatangi MM.
"Sudah (1.632 pasien yang dia tangani). Tetapi yang diaborsi, itu sekira 900 lebih," beber Yusri.
Jumlah tersebut didapat dari pernyataan MM selama melakukan praktik aborsi ilegal di tempat tersebut, yakni 21 bulan sejak Mei 2018 hingga Februari 2020.
Mayoritas pasien yang melakukan aborsi di tempat MM, yaitu terdiri dari wanita yang hamil di luar pernikahan.
Kemudian wanita yang tetap hamil meski mengkonsumsi pil KB.
"Ada juga wanita yang terikat kontrak kerja dengan perusahaannya, tidak boleh hamil," tambah Yusri.
Setelah aborsi selesai, kata Yusri, janin dari pasien MM dibuang melalui lubang septic tank.
"Modusnya mereka membuang janin melalui septic tank," ucapnya.
Meraup Rp 6,6 Miliar
Yusri menyatakan, MM bersama rekannya mampu meraup miliaran rupiah selama 21 bulan praktik aborsi ilegal.
Yakni berjumlah total sekira Rp 6,6 miliar.
"Pendapatan mereka selama 21 bulan ini mencapai Rp 6,6 miliar," kata Yusri.
Namun, biaya pengeluaran mereka guna membeli peralatan aborsi, berjumlah Rp 436 jutaan.
"Total pendapatan bersih sekira Rp 5,5 miliaran," ucap Yusri.
Tersangka mematok harga kepada pasien, yakni Rp 1 juta untuk satu bulan usia kandungan.
"Jadi, kalau usia kandungannya dua bulan, ya mereka minta Rp 2 juta. Kalau tiga bulan, berarti Rp 3 juta," kata Yusri.
Menurut Yusri, biaya ini yang dinilai menarik perhatian para pasien lantaran dinilai relatif terjangkau.
"Ya mungkin karena itu juga jadi ratusan pasien ke sini. Bahkan, ada dokter lain yang membawa pasiennya untuk ditangani di sini," beber Yusri.
"Namun ini masih kami dalami soal kasus dokter lain bawa pasiennya ke sini," sambungnya.
Muhammad Rizki Hidayat
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Sederet Fakta Kasus Aborsi Ilegal di Jalan Paseban Raya, Ribuan Pasien hingga Denda Rp 1 Miliar