Advertorial
Intisari-Online.com – Tukang loak, tukang jahit, dan tukang buah berteduh di bawah pohon angsana, dekat pintu gerbang sebuah kompleks perumahan.
Sambil menyedot rokok dalam-dalam, tukang loak berkata, “Nenek tua yang tinggal di seberang itu pelit bener. Pakaian bekas saja tetap harus kutebus. Kenapa enggak gratis saja?
Huh, dasar Nenek Lampir. Awas, kapan-kapan kuajak teman untuk membobol rumahnya. Siapa tahu banyak barang berharga bisa kubawa.” Ia menyeringai.
Tak dinyana, tukang jahit sambil kipas-kipas dengan topinya, menyahut, “Ah, ngaco kau. Nenek tua itu justru pelanggan setiaku. Dan dia selalu beri tips tambahan. Kata dia, aku kerja bagus, cepat, dan ongkosku enggak mahal.”
Baca juga: Para Superhero Mengenakan Celana Dalam di Luar Karena Terinspirasi Orang-Orang Ini
Tukang buah menimpali, “Nenek itu selalu menawariku minum setelah dia beli buah. Aku tak tega memberi harga mahal pada dia. Selalu kuberi harga miring.
Kasihan, sudah tua, sepertinya kurang sehat dan hidup sendiri. Ke mana anak-anaknya ya? Dan tahu tidak, tadi aku diberinya ini.”
Lalu diambilnya kantung plastik kresek hitam dari bagian bawah gerobaknya. Dari kantong itu ia keluarkan sehelai celana jin tua.
“Itu celana yang kemarin kupermak!” seru si tukang jahit.
Tukang buah dan tukang jahit tersenyum bersama memandangi celana itu. Dalam benak mereka muncul wajah nenek tua sedang tersenyum.
Tukang loak cemberut mengawasi kedua rekannya. Ia tak mengerti apa yang salah. Apakah mereka membicarakan orang yang berbeda?
Di benaknya tergambar wajah Nenek Lampir cerewet yang sangat menyebalkan.
Saat orang berperilaku menyebalkan terhadap kita, jangan dulu memaki. Siapa tahu kita turut andil membuatnya begitu. (Lily Wibisono – Intisari)