Advertorial

Kisah Anak Penjual Ayam di Ngawi, Mampu Kuliah di Luar Negeri dan Angkat Derajat Orang Tuanya

Masrurroh Ummu Kulsum

Editor

Intisari-online.com - "Dongakne duite mbok e okeh ya le, ben kenek dinggo nyekolahne koe mbesok." (Doakan uang ibu banyak ya nak, biar nanti bisa untuk menyekolahkanmu).

Begitu kira-kira uangkapan Wartini kepada anaknya dalam video yang telah viral di internet persembahan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kata-katanya dulu kepada Boimin kecil, kini telah menjadi kenyataan.

Boimin kini menjadi Staf Pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Universita Brawijaya, Malang.

BACA JUGA:Jangan Mengonsumsi Bawang Putih Saat Anda Dalam Kondisi Seperti Ini, Berbahaya!

Ia juga merupakan lulusan dari Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya.

Jalan hidupnya bukan mulus-mulus saja, ia adalah seorang anak dari penjual ayam di Dusun Winong, Desa Jembangan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi.

Boimin berhasil melanjutkan pendidikannya hingga jenjang S2 di University of Massachussets, Amerika Serikat, pada tahun 2016.

Ia adalah penerima beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan.

Siapa sangka, selaian anak penjual ayam, Boimin juga yatim.

Ia tidak hanya kehilangan ayahnya Tukirin tetapi juga kehilangan ke-3 kakaknya karena penyakit kurang gizi.

Ibunya lantas menikah lagi dengan Wagiyo, orang yang justru mendorong Boimin kecil untuk selalu belajar.

Kedua orangtua ini bahkan tidak mengizinkan Boimin melakukan pekerjaan lain selain belajar.

Ayah tiri Boimin bekerja sebagai pengepul ayam kampung dan dijual ke Pasar Ngawi.

BACA JUGA:Tak Sadar, Ternyata Ada Makhluk yang Hidup di Wajah Kita, Masih Kerabat Dekat dengan Laba-laba dan Kutu

Keluarga mereka hidup pas-pasan, hingga untuk menyekolahkan anak saja harus berhutang.

"Kalau tidak pinjam ke bank dapat uang darimana membiayai anak sekolah, pinjam bank harian tidak kurang dari 5 orang," tutur Wartini dalam bahasa Jawa.

Para tetangga pun ada yang mencemooh mereka karena terlalu memaksakan diri untuk menyekolahkan anak, padahal untuk makan sehari-hari saja sulit.

Maklum saja, di desa kebanyakan pemuda hanya akan sekolah sampai SMA dan memilih merantau atau menikah ketimbang kuliah, meskipun sebenarnya mereka mampu.

Boimin kecil jarang bermain dengan teman-temannya, ia memilih belajar sepulang sekolah dan mengaji di masjid dekat rumahnya.

Sejalan dengan itu, selain bekerja dipagi hari orang tuanya tak lupa berikhtiar setiap malam berdoa agar sekolah anaknya dilancarkan dan meraih masa depan yang lebih baik.

Boimin sendiri termasuk mahasiswa berprestasi ketika kuliah. Boimin juga sempat menjadi Ketum Korps Alumni (KPN).

Ia pernah meraih Anugerah Youth National Science and Technology Award 2010, Program Kapal Pemuda Nusantara (KPN) 2010, Pemuda Berprestasi 2011.

Tak hanya itu, kerja keras orang tua Boimin juga mendapat apreasi dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi.

BACA JUGA:Inilah Satu-satunya Kota di Dunia yang Tidak Pernah Menanyakan Agama pada Penduduknya, Apa Alasannya?

Wagiyo dinobatkan sebagai salah satu dari 15 orang penerima Apresiasi Orang Tua Hebat 2016.

Hal lain yang membuat Wagiyo bangga adalah kini sudah mulai muncul kesadaran warga di desanya alan pendidikan untuk anaknya.

Tetangganya yang mampu mulai menyekolahkan anaknya hingga jenjang pendidikan tinggi.

"Mungkin mereka tertantang, masak kami yang miskin ini bisa nguliahin anaknya, kok mereka enggak tertarik padahal lebih mampu," kata Wagiyo.

Boimin adalah potret dimana harta bukanlah yang utama dan segalanya.

Usaha, doa, serta ridho orangtua-lah yang akan mengantarkan kita pada posisi terbaik di dunia maupun di akhirat.

BACA JUGA:Kisah para Pemeran Pengganti Adegan ‘Panas’ di Film ‘Panas’ Era ’90-an, Benarkah Hanya Demi Uang?

Artikel Terkait