Advertorial
Intisari-Online.com- Ranavalona I sebenarnya berasal dari keluarga biasa, dia terlahir pada 1788 dengan nama Ramavo.
Ketika ayahnya mengetahui rencana pembunuhan calon raja (Andrianampoinimerina), Ramavo membocorkan rencana itu kepada majikannya.
Alhasil rencana itu gagal dan sebagai ucapan terimakasih, Andrianampoinimerina mengadopsi Ramavo sebagai putrinya sendiri.
Selain itu, dia mengatur agar dia menikahi putranya, Radama.
Baca Juga:Tengah Populer di Media Sosial, Inilah Jumlah Penghasilan YouTuber Atta Halilintar, Mewah!
Baca Juga:Jangan Mengonsumsi Bawang Putih Saat Anda Dalam Kondisi Seperti Ini, Berbahaya!
Dengan demikian, ketika Radama menjadi Raja Radama I, Ranavalona menjadi yang pertama dari dua belas istri.
Dalam posisi ini, adalah anak-anaknya yang akan menjadi pewaris takhta.
Namun, Raja Radama dan Ranavalona tidak pernah menghasilkan anak, ini bertambah buruk ketika Raja meninggal setelah serangan sifilis.
Pewaris yang berhak atas tahta adalah Pangeran Rakotobe (keponakan Radama), namun tradisi Malagasi tetap menganggap jika Ranavalona melahirkan anak meski bukan keturunan Radama tetaplah dapat mewarisi takhta.
Ranavalona yang menjunjung tinggi tradisi lokal telah mendapat banyak dukungan dari para rakyatnya yang tradisionalis.
Lebih jauh, dia juga mampu mengumpulkan cukup banyak orang militer untuk mempertahankan istana dalam beberapa hari pertama setelah kematian Radama.
Akhirnya, Ranavalona pun dinobatkan menjadi Ratu pada 12 Juni 1829, menggantikan suaminya.
Setelah berkuasa, tindakan pertama yang dilakukannya ialah membunuh Rakotobe dan ibunya, bersama dengan banyak kerabatnya.
Cara menjalankan kepemerintahan menjadi brutal dibawah kekuasaannya, Ranavalona berusaha mempertahankan nilai-nilai tradisional dan menjungkirbalikkan hampir semua kebijakan suaminya.
Dia mengusir para misionaris, menghentikan perjanjian perdagangan dengan Perancis dan Inggris, serta berjuang melawan serangan angkatan laut Prancis.
Baca Juga:Kasus Penculikan Teraneh, Bayi Berusia 16 Hari Dibawa Kabur oleh Seekor Monyet
Untuk menghukum warganya yang patut dicurigai, dia mengharuskan mereka untuk memakan kulit ayam diikuti dengan tanaman kacang.
Tanaman kacang itu akan membuat mereka muntah dan ketiga kulit ayam harus dikeluarkan untuk membuktikan kesetiaan diri.
Suatu saat, kekasih Ranavalona ketahuan berselingkuh dan menolak melakukan hukuman itu, sehingga segera dia dibunuh dengan menusuk lehernya.
Setelah pertempuran melawan Prancis dan Inggris, Ranavalona juga memamerkan 21 kepala warga Eropa dipajang tertusuk di ujung tombak untuk memperingatkan musuh-musuhnya.
Konon, pertempuran dimenangkan terutama karena rakyat Madagaskar beruntung, banyak orang Eropa yang terserang malaria.
Dalam kerajaannya, Ranavalona juga melarang praktik kekristenan yang didukung saat pemerintahan suaminya.
Pada 1835, dia mengatakan bahwa dia menghormati kebebasan beragama orang asing, tapi tidak untuk rakyatnya dan menghukum mati siapapun yang melanggar aturan itu.
Banyak orang Kristen asing melarikan diri, meninggalkan tanggung jawab membayar denda, pemenjaraan, penyiksaan, dan eksekusi.
Pada satu titik, Ranavalona memerintahkan agar lima belas pemimpin Kristen dieksekusi dan banyak lagi penganiayaan atas alasan agama.
Ranavalona juga menewaskan 10.000 orang-orangnya untuk membangun jalan dengan sedikit persediaan bekal.
Konon, korban tewas yang terkait dengan Ranavalona tidak berhenti seiring kematiannya.
Pada pemakamannya tahun 1861, satu barel mesiu secara tidak sengaja menyala dan meledak hingga menewaskan beberapa tamu pemakaman, mungkin akhir yang pas untuk masa pemerintahannya.
Baca Juga:Sambut Awal Bulan April 2018, Simak Keberuntunganmu Lewat Zodiak