Advertorial

Jangan 'Ngaku' Pengendara Cerdas Jika Masih Gunakan Lampu Hazard saat Hujan atau Konvoi!

Ade Sulaeman

Editor

Minimnya edukasi menyebabkan tindakan salah kaprah dalam hal peraturan lalu lintas. Salah satu contohnya adalah penggunaan lampu hazard dalam kondisi yang tidak semestinya.
Minimnya edukasi menyebabkan tindakan salah kaprah dalam hal peraturan lalu lintas. Salah satu contohnya adalah penggunaan lampu hazard dalam kondisi yang tidak semestinya.

Intisari-Online.com -Minimnya edukasi menyebabkan tindakan salah kaprah dalam hal peraturan lalu lintas.

Salah satu contohnya, sampai saat ini masih banyak pengendara khsusunya mobil yang menyalakan lampu hazard dalam kondisi yang tidak semestinya.

Hazard paling sering dan dianggap lazim dinyalakan ketika konvoi kendaraanatau saat hujan, padahal ini salah!

Hazard merupakan lampu penanda yang hanya boleh dan dapat diaktifkan dalam kondisi darurat, dengan kondisi mobil dalam keadaan diam.

(Baca juga: Betapa Malang Nasib Anna yang Dipenggal Kepalanya Setelah Menolak Berhubungan Intim dengan Mantan)

Misalnya, mogok di jalan raya, kecelakaan, mengganti ban di pinggir jalan dan lain sebagainya.

Fungsi dari penggunaan hazard sendiri sebenarnya sudah tertuang jelas dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, Pasal 121 ayat 1 yang berbunyi:

"Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau parkir dalam keadaan darurat di jalan."

"Bukan hanya undang-undang saja, di buku manual kendaraan juga sudah tertulis bahwa penggunaan lampu hazard digunakan saat mobil sedang berhenti dan bermasalah. Sayangnya di Indonesia hal ini tidak berjalan, didukung lagi dengan hukum yang tidak tegas," ujar Jusri Pulubuhu dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) kepada Otomania, Sabtu (21/11/2015).

Isyarat lain memiliki artian sebagai pengganti salah satunya lampu dan senter.

Sedangkan keadaan darurat mengartikan bahwa kendaraan dalam keadaan mogok, bukan di saat hujan lebat, lewat terowongan atau karena kabut.

Menurutnya, meski sudah mendarah daging tapi ini dianggap sebagai budaya yang salah.

Sebisa mungkin harus ada edukasi, karena penyalah gunaan hazard bisa membahayakan pengguna jalan lain.

"Contoh kasus saat hujan lebat, otomatis visibilitas berkendara akan berkurang, ditambah dengan mobil depan menyalakan hazard, kondisi lampu yang terus menerus menyala bisa membuat pengendara di belakang justru silau dan binggung, akibatnya tingkat risiko makin besar terjadi," kata Jusri.

Untuk edukasi baiknya di mulai sejak usia dini, cara mudahnya dengan mengenalkan dunia lalu lintas dalam kurikulum pelajaran.

"Bila dilakukan sejak awal, pemahaman akan lalu lintas dan kesadaran masyarakat dalam berkendara akan makin tinggi, efeknya juga bisa menekan angka kecelakaan lalu lintas," ucapnya. (kompas.com)

(Baca juga: Bakar Daun Salam Dalam Ruangan, 10 Menit Kemudian Anda Merasakan Sensasi yang Berbeda)

Artikel Terkait