Advertorial
Intisari-Online.com -Akibat kegagalan pasukan Persemakmuran Inggris dalam Operation Battleaxe (Juni 1941) saat melawan pasukan Nazi Jerman terjadi perubahan drastis.
Komandan pasukan Inggris di Timur Tengah yang semula dijabat oleh Jenderal Archibald Wavell diganti oleh Jenderal Claude Auchinleck.
Sedangkan kekuatan tempur Western Desert Force yang sudah kocar-kacir direorganisasi lagi dengan nama baru, Eighth Army (8th Army) dan berada di bawah komando Letjen Alan Cunningham.
Target kekuatan tempur yang baru direorganisasi itu adalah melancarkan serangan balasan terhadap pasukan Jerman-Italia di seputar Tobruk melalui serangan militer besar-besaran bersandi Operation Crussader.
Nama Crussader sendiri terinspirasi oleh produk tank buatan Inggris saat itu.
(Baca juga:Waffen SS, Pasukan Andalan Nazi yang Dikhianati oleh Pemimpinnya yang Ternyata Seorang Pengecut)
Tapi sebelum Operation Crussader digelar militer Inggris berencana melancarkan serangan komando di belakang garis lawan dan salah satu target utamanya adalah membunuh komandan pasukan Afrika-Korps, Marsekal Erwin Rommel.
Militer Inggris yakin dengan terbunuhnya Rommel kemampuan tempur kekuatan lapis baja Afrika-Korps akan menurun drastis.
Selain menghabisi Rommel lewat operasi bersandi Operation Flipper, pasukan komando Inggris juga memiliki misi khusus memotong kawat yang merupakan jalur komunikasi intelijen yang berpusat di kawasan Apollonia.
Misi lainnya adalah memutuskan jalur komunikasi pasukan Jerman dengan markas besar pasukan Italia yang berada di kota Cyrene.
Selanjutnya mereka akan meledakkan markas besar pasukan lapis baja Italia, Trieste Division yang berada di dekat kawasan kota Slonta.
Misi rahasia Operation Flipper digelar pada 10 November 1941 dan untuk mencapai ke lokasi markas besar Rommel, Beda Littoria, Lybia, dua grup pasukan komando disusupkan melalui laut menggunakan kapal selam.
Grup pertama yang berkekuatan 28 pasukan komando dipimpin oleh Kolonel Geoffery Keyes dan disusupkan menggunakan kapal selam HMS Torbay.
Grup kedua juga berkekuatan 28 pasukan komando di bawah pimpinan Letkol Robert Laycock diangkut mengguanakan HMS Talisman.
Kedua kapal selam itu berangkat dari pangkalan AL Inggris di Alexandria, Mesir.
Setelah berlayar kurang lebih empat hari pada 14 November malam, HMS Torbay mendaratkan pasukan komando Keyes di pantai Hamama, Libia.
Mereka kemudian dijemput oleh tiga personel intelijen Inggris yang telah terlebih dahulu menyusup di garis belakang musuh.
Grup Keyes selanjutnya bergerak untuk mencari tempat persembunyian.
Sementara itu HMS Talisman yang mengangkut pasukan komando Laycock terhalang cuaca buruk dan hanya bisa mendaratkan Laycock sendiri serta tujuh pasukan komando lainnya.
Karena jumlah pasukan komando yang bisa mendarat berkurang, Laycock memutuskan untuk mengurangi target misi yang semula berjumlah empat sasaran menjadi dua sasaran saja.
Tugas untuk menyerang markas besar Rommel diberikan kepada pasukan Keyes berkekuatan 17 personel.
Sedangkan grup kecil Laycock terdiri dari enam personel bertugas memutus sistem komunikasi Jerman-Italia.
Untuk mengamankan daerah pantai yang akan menjadi titik penjemputan, Laycock menugaskan 3 pasukan komando untuk berjaga.
Karena hari masih gelap Keyes lalu memimpin anak buahnya untuk mencari tempat persembunyian selama hari terang dan baru bergerak lagi saat malam tiba.
(Baca juga:Erwin Rommel, Jenderal Kesayangan Hitler yang Pilih Bunuh Diri Ketika Hitler Menuduhnya Pengkhianat)
Pasukan komando Keyes dibantu oleh pemandu bayaran dari penduduk lokal.
Tapi ketika perjalanan tim Keyes mulai mendaki bukit gurun pasir, pemandu lokal tersebut menolak bekerja sama karena takut badai gurun pasir.
Tim Keyes memutuskan untuk terus mendaki bukit pasir setinggi 550 meter dan terus berjalan menembus kegelapan malam dan hujan lebat mendekati sasaran yang jaraknya sekitar 29 km.
Ketika sudah mendekati sasaran tim Keyes kembali bersembunyi dan baru akan melancarkan serangan pada pukul 22.00 malam.
Tepat tengah malam tim Keyes berhasil memasuki gedung utama setelah sebelumnya melumpuhkan penjagaan di perimeter pertama.
Tapi ketika memasuki gedung baik jendela maupun pintu tak ada yang bisa dibuka paksa.
Salah satu anggota tim Keyes, Kapten Campbell lalu berinisiatif mengetuk pintu dan seraya berteriak dalam bahasa Jerman.
Seorang serdadu Jerman membuka pintu tapi kemudian langsung memberi perlawanan setelah mengetahui prajurit yang datang adalah musuh.
Pergulatan itu berakhir setelah serdadu Jerman tersebut roboh oleh tembakan senjata.
Letusan suara senjata sontak menyiagakan serdadu Jerman lainnya yang berjaga bereaksi dan pertikaian senjata pun berlangsung sengit.
Keyes sendiri terbunuh oleh tembakan serdadu Jerman dan Kapten Campbell sialnya justru terbunuh oleh tembakan kawan sendiri.
(Baca juga:Bukan Orang Eropa Atau Amerika, Orang Terkaya Dalam Sejarah adalah Orang Afrika, Mansa Musa Namanya)
Sisa-sisa tim penyerbu yang telah kehilangan pimpinan di bawah pimpinan Sersan Terry kemudian memilih mundur dan bergabung dengan tim Laycock yang telah berada di pinggir pantai.
Tapi karena kapal selam yang ditunggu terhalang cuaca dan regu pasukan lain juga tak kunjung datang, sisa-sisa pasukan komando Inggris kemudian memilih bersembunyi.
Namun tak lama kemudian pasukan Jerman menemukan persembunyian mereka dan terjadi pertempuran sengit.
Selama 37 hari menyusup di belakang garis lawan hampir semua personel pasukan tewas terbantai.
Hanya Laycock dan Terry yang selamat.
Misi rahasia Operation Flipper pun dinyatakan gagal total.
Meskipun Operation Flipper gagal dan berpengaruh terhadap strategi tempur Operation Crussader, pada bulan November 1941, serangan besar-besaran untuk memukul mundur pasukan Jerman mulai digelar.