Advertorial
Intisari-Online.com – Pernahkah Anda menghujat seseorang di sosial media?
Jika pernah, sebaiknya mulai sekarang hentikan. Sebab, mungkin saja Anda bisa dipenjara.
Contohnya kasus di bawah ini.
Dilansir dari lampung.tribunnews.com pada Kamis (28/11/2019), kasus ini terjadi pada Sabtu tanggal 26 Agustus 2017.
Pada sebuah acara ulang tahun, Masayu Thesi Defalia (37) pergi karaoke dengan beberapa orang anggota klub mobil.
Lalu dia merasa dilecehkan oleh salah satu anggota klub sehingga marah dan mengucapkan kata-kata yang tak pantas.
Semua anggota klub mobil, termasuk Sunena (28), tidak terima dengan sikap Masayu.
Lalu Sunena mengunggah dua buah foto ke media sosial Instagram dan menuliskan status tak pantas.
Masayu melihat status tersebut dan merasa terhina. Dia pun melaporkan Sunena atas pencemaran nama baik.
Nah, setelah hampir dua tahun, Pengadilan Negeri Tanjungkarang memberikan vonisnya atas kasus saling ejek dan hujat di media sosial tersebut.
Sunena dijatuhi hukuman dua tahun masa percobaan dan denda sejumlah Rp100 juta pada Rabu (27/11/2019).
Sementara penggugat Masayu juga menjalani persidangan serupa dan dijatuhi hukuman dua tahun masa percobaan pada Selasa (30/10/2019).
Dalam persidangan, ketua majelis hakim Jhony Butar Butar memutuskan bahwa terdakwa Sunena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukam tindak pidana mencemarkan nama baik sebagaimana yang diatur dalam pasal 27 ayat 3 jo pasal 45 ayat 1 Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca Juga: Hiii…. Pulang dari Bulan Madu, Pengantin Baru Ini Temukan Belatung ‘Ngumpet’ di Paha Dalamnya
Seperti yang kita tahu, kita memang tidak boleh sembarangan menulis hujatan di media sosial.
Sebab, kini sudah hukumnya.
Hate speech atau hujatan kebencian menjadi salah satu poin dalam Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech Nomor SE/06/X/2015.
Surat tersebut diteken Jenderal Badrodin Haiti pada 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.
Misalnya poin nomor 2 huruf (f), di mana "ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:
1. Penghinaan,
2. Pencemaran nama baik,
3. Penistaan,
4. Perbuatan tidak menyenangkan,
5. Memprovokasi,
6. Menghasut,
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial".
Lalu pada huruf (h) disebutkan bahwa "ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media.”
Salah satunya dalam orasi kegiatan kampanye, spanduk atau banner, jejaring media sosial, atau juga penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi).
Kasus antara Sunena dan Masayu bukanlah kali pertama terjadi. Sudah ada beberapa kasus sebelumnya.
Contoh SF (22), seorang warga Kabupaten Probolinggo, ditangkap tim Cyber Polres Probolinggo setelah mengunggah status di akun Facebook bernama Ferdy Damor pada 15 Desember 2017.
Dilansir dari kompas.com, status tersebut diunggah setelah ia ditilang polisi karena tidak bisa menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Ia dijerat Pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (1) UU RI tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun dan denda satu miliar.
Ada juga kasus yang menimpa Yusniar (27), seorang ibu rumah tangga di Makassar, Sulawesi Selatan.
Ia dijerat karena status Facebook yang diunggahnya pada 14 Maret 2016.
Status itu berisi ungkapan kekesalan Yusniar atas kejadian yang menimpa rumah orangtuanya sehari sebelum status tersebut diunggah.
Ia ditahan karena tuduhan pencemaran nama baik melalui media sosial. Tapi Yusniar akhirnya divonis bebas.
Dengan adanya kasus-kasus di atas serta peraturan hukum, ada baiknya kita lebih bijak dalam menggunakan media sosial.