Advertorial
Intisari-Online.com -Mati suri digunakan sebagai istilah untuk menyebut orang yang hidup kembali setelah dinyatakan telah meninggal.
Biasanya fenomena mati suri dianggap sebagai pengalaman spiritual di mana orang-orang yang mati suri mengalami kejadian-kejadian yang di luar nalar.
Sementara menurut catatan penelitian, sekitar 4 hingg 15 persen penduduk dunia pernah mengalami mati suri, seharusnya fenomena ini tidak lagi menjadi misteri.
Namun pada kenyataannya masih banyak pertanyaan yang belum terungkap mengenai mati suri, dan para ahli masih terus berusaha untuk mencari jawabannya.
Salah satu pendekatan yang dilakukan oleh para ahli adalah menyelidiki pengalaman orang-orang yang mati suri.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Frontiers Research of Neuroscience tahun 2017, Charlotte Martial dari University Liège di Belgia dan timnya mengumpulkan beragam pengalaman orang-orang yang pernah mengalami mati suri atau Near Death Experience.
Secara total, Martial dan timnya berhasil mengumpulkan 154 kisah mati suri dari 154 orang yang berbeda.
Dari seluruh responden ini, 80 persen melaporkan merasakan kedamaian saat mati suri, 69 persen melihat cahaya terang dan 64 persen menemui roh-roh orang yang sudah meninggal.
Sebaliknya, pengalaman yang paling jarang dirasakan adalah pikiran yang lebih cepat (5 persen) dan penglihatan masa depan (4 persen).
Sepertiga dari responden juga mengaku mengalami sensasi pemisahan roh dan akhirnya kembali lagi ke tubuh.
"Ini menunjukkan bahwa pengalaman mendekati kematian selalu bermula dari keluar dari tubuh fisik dan berakhir saat kembali lagi," kata Martial, seperti dikutip Science Daily, 26 Juli 2017 lalu.
Tidak benar-benar mati
Sayangnya, pengalaman 154 orang ini hanya mengungkap rasanya mati suri dan tidak bisa dijadikan kesaksian tentang kehidupan setelah kematian.
Pasalnya, menurut sains, seseorang yang mengalami mati suri mungkin sebetulnya tidak benar-benar mati.
Ada seorang dokter dari Oregon Emergency Room yang bernama Mark Crislip.
Crislip pernah menelaah hasil elektroensefalograf (EEG) terhadap pasien-pasien yang disebut mati suri.
Untuk diketahui, EEG merupakan metode untuk merekam aktivitas elektrik di sepanjang kulit kepala dan mengukur fluktuasi tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam otak.
Hasilnya, mayoritas pasien-pasien yang disebut mati suri ini dalam studi Crislip tidak benar-benar mati.
Hanya sedikit pasien yang memiliki garis datar atau otaknya benar-benar mati saat mati suri.
Itu pun paling lama hanya terjadi selama 10 detik sebelum pasien sadar kembali.
Baca Juga: Ibunya Memasak Sambil Video Call, Balita Ini Terguyur 9 Liter Air Panas hingga Alami Syok Toksik
Kesalahan ini dikarenakan sulitnya mendefinisikan kematian itu sendiri.
Kematian melibatkan berhentinya berbagai macam mekanisme dalam tubuh.
Itulah yang membuat para peneliti hingga sekarang belum bisa menentukan apakah kematian adalah suatu kejadian atau momen tertentu, atau sebuah proses?
Menjelaskan pengelihatan orang mati suri
Lantas, bila tidak benar-benar mati, bagaimana sains menjelaskan pengelihatan orang-orang yang mati suri?
Baca Juga: Pertempuran 10 November 1945, Ini 7 Jejak Sejarah Perjuangan Pahlawan 74 Tahun Silam
Sebuah studi yang dipaparkan di European Academy of Neurology Congress pada bulan Juni 2019 mungkin bisa menjawabnya.
Menurut para ahli yang menulis studi ini, mati suri mungkin ada hubungannya dengan gangguan tidur pada tahap REM, tahap dalam siklus tidur di mana seseorang bermimpi sementara ototnya mengalami kelumpuhan.
Orang-orang yang sering mengalami gangguan tidur REM, misalnya ketindihan, ternyata juga memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk mengalami mati suri.
Para ahli menemukan hal ini setelah menganalisis informasi dari 1.034 orang di 35 negara.
289 di antaranya melaporkan pernah mengalami mati suri, dan 106 di antaranya dianggap benar-benar mengalami mati suri setelah mengisi survei yang diberi oleh para ahli.
47 persen responden yang pernah mengalami mati suri melaporkan gejala gangguan tidur REM.
Proporsi ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan responden yang tidak pernah mengalami mati suri, yakni hanya 14 persen saja.
Melihat hal ini, para ahli pun berpendapat bahwa beberapa pengalaman mati suri bisa merefleksikan kemunculan tiba-tiba dari fitur-fitur menyerupai tidur REM di otak.
Menanggapi hasil temuan ini; Dr Kevin Nelson, seorang profesor neurologi di University of Kentucky yang tidak terlibat dalam studi ini tetapi juga pernah melakukan penelitian tentang kaitan mati suri dengan gangguan tidur REM berkata bahwa orang-orang yang mengalami mati suri mungkin memiliki mekanisme otak yang berbeda.
Menurut dia, otak orang-orang yang mati suri mungkin mencampur kesadaran saat bangun dengan kesadaran saat tidur REM, seperti mimpi, sebagai reaksi ketika menghadapi krisis dan nyaris mati.
Pencampuran inilah yang kemudian menjadi pengelihatan saat mati suri.(Shierine Wangsa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pengalaman Orang-orang Mati Suri, Bagaimana Sains Menjelaskannya?