Advertorial

Kasus Dugaan Prostitusi di Malang, Begini Sejarah Praktik Prostitusi dalam Peradaban Manusia, Dari Prostitusi Kuil Hingga Penghibur Prajurit yang Berperang

Mentari DP

Editor

Kasus dugaan prostitusi terjadi di Kota Batu, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (26/10/2019). Dan salah satu pelaku diduga Putri Pariwisata.
Kasus dugaan prostitusi terjadi di Kota Batu, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (26/10/2019). Dan salah satu pelaku diduga Putri Pariwisata.

Intisari-Online.com – Kasus dugaan prostitusi kembali terjadi. Kali ini terjadi di Kota Batu, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (26/10/2019).

Bahkan dilaporkan salah satu pelaku, yaitu perempuan berinisial PA (23) memiliki keterkaitan dengan ajang Putri Pariwisata.

Ditemani Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setyawan dan Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Leonard Sinambela, PA mengakui sempat turut aktif dalam ajang tersebut.

Meski tak secara gamblang pernah tergabung dan menjadi bagian dari ajang itu, mengaku sudah beberapa tahun ini ia bukanlah pelaku pegeant atau peserta kontes kecantikan.

Baca Juga: Retas Perusahaan di AS, Hacker Asal Sleman Ini Raup Rp 31,5 Miliar, Ditangkap Saat Main Komputer!

"(Soal) Putri Pariwisata Indonesia itu, saya (kontestan) bukan pemenang dari Putri Pariwisata Indonesia, terima kasih," kata PA pada Minggu (27/10/2019).

Dirreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan PA dapat pulang ke Jakarta.

"Ya langsung kami perbolehkan pulang setelah diperiksa sejak kemarin," kata Arif.

Menurut informasi, sekitar pukul 02.20 WIB ditemani beberapa penyidik, PA diantar menggunakan jasa layanan taksi online menuju Bandar Udara Juanda.

Prostitusi selama ini disebut sebagai salah satu penyakit sosial tertua di dunia.

Sejak awal peradaban muncul, prostitusi telah tumbuh dan berkembang pesat di berbagai wilayah. Bahkan, ada frase dalam bahasa Inggris yang merujuk pelaku prostitusi sebagai "profesi tertua".

Walaupun terdapat larangan yang jelas dalam undang-undang, "bisnis gelap" ini tetap berlangsung dengan aman.

Ada sejumlah kisah dan istilah di berbagai kebudayaan kuno terkait pelaku prostitusi.

Sama seperti praktik prostitusi modern, sejarah memperlihatkan bahwa sebagian besar prostitusi terjadi karena masalah ekonomi atau pola pikir patriarki yang menjadikan perempuan sebagai "obyek" seksual.

Ada juga praktik prostitusi yang terjadi sebagai cara untuk meraih kedudukan sosial bagi pelakunya atau dianggap sebagai bagian dalam ritual tertentu.

Berikut sejumlah praktik prostitusi masa lalu yang ada dalam sejarah:

1. Ying-chi

Ying-chi disebut sebagai "prostitusi independen" pertama dalam sejarah China.

Keberadaan Ying Chi tak lepas kaitannya dengan Kaisar Wu, yang mencari perempuan untuk jadi "penghibur kamp prajurit".

Kaisar disebut merekrut kelompok wanita untuk ditempatkan pada kamp tertentu. Mereka bertugas untuk menjaga para prajurit tetap terhibur selama perjalanan panjang.

Baca Juga: Bikin Deg-degan karena 'Nyaris' Bikin Ruangan Terbakar, Pria Ini Buat Pengguna Tabung LPG Malu Sendiri, Jangan Lakukan Kesalahan Sepele Ini lagi!

2. Prostitusi kuil

Jenis prostitusi ini hadir dalam masyarakat Yunawi-Romawi Kuno. Aktivitasnya banyak diperdebatkan oleh beberapa kalangan.

Namun, perdebatan bukan terkait eksistensi jenis prostitusi ini, melainkan penjelasan detail mengenai praktiknya.

Misalnya ada pendapat bahwa menyewa pelaku prostitusi adalah bentuk ritual.

3. Devadasi

Seorang Devadasi adalah perempuan yang dipaksa menjalani kehidupan prostitusi di India, untuk melayani dewi kesuburan, Yellamma.

Ketika anak perempuan mencapai usia dewasa, orang tua mereka melelang keperawanan mereka kepada penawar tertinggi.

Setelah itu, mereka yang dipilih akan mendedikasikan hidupnya untuk sebagai pemuas kebutuhan seksual bayaran atas nama Yellamma.

Setiap malam, nasib mereka sama, "dijual" kepada siapa pun yang membayar paling banyak. Bagi orangtua, ini bukan transaksi yang buruk.

4. Penghibur tentara Jepang

Pada 1932, militer Jepang mulai merekrut wanita, kebanyakan orang Korea, untuk bekerja di "pos hiburan" yang didirikan.

Para wanita itu dijanjikan pekerjaan, tetapi tidak tahu bahwa ternyata mereka ditempatkan dalam rumah bordil untuk melayani tentara Jepang.

Pada akhirnya, sekitar 200.000 wanita dikirim untuk menjadi wanita penghibur. Diperkirakan hanya 25–30 persen yang lolos.

Anak perempuan usia 11 tahun sudah dipersiapkan dan dipaksa untuk melayani tentara. Pemukulan adalah hal yang terjadi ketike mereka menolak.

5. Auletrides

Auletrides adalah kelompok pelaku prostitusi kelas atas di Yunani yang senang punya kedudukan di masyarakat. Mereka tak hanya memiliki kemampuan seksual, tapi juga daya tarik lain.

Para pelaku prostitusi ini dapat bermain seruling dan penari terlatih. Beberapa dari mereka memiliki bakat lain, seperti akrobat, anggar, atau juggling.

Banyak dari mereka juga menampilkan aksinya di jalanan, termasuk dalam upacara keagamaan dan festival.

Beberapa sumber sejarah mengatakan bahwa mereka juga menjadi hiburan populer bagi anak-anak.

Baca Juga: Situs Suci untuk Orang Suci: Gereja Bizantium Israel yang Dibangun untuk Martir Misterius Ditemukan, Siapakah Dia?

6. Ganika

Ganika adalah versi India dari geisha ala Jepang.

Para wanita ini menikmati kedudukan tinggi di masyarakat, sebab menilai akan mendapatkan keberuntungan dan kesejahteraan.

Seorang Ganika tidak akan pernah menikah, dan tidak pernah menjadi janda. Mereka lolos dari stigma sosial sebagai orang yang ditinggal para suami.

Masyarakat India mengakui Ganika adalah kelas elite dalam hierarki sosial. Selain bakat seksual, para pelaku prostitusi ini punya keterampilan lain di bidang seni pertunjukan.

7. Zonah

Zonah merujuk pada pelaku prostitusi dalam kitab Ibrani.

Tak seperti perempuan dalam budaya Ibrani, mereka tidak "dimiliki" oleh seorang pria dan tidak bertanggung jawab untuk menghasilkan anak-anak untuk membawa garis keluarga.

8. Hetaira

Hetaira adalah pelaku prostitusi kelas tinggi di Athena. Saat itu, prostitusi dilegalkan, namun pelakunya tak boleh menjadi warga Athena.

Ini menyebabkan Hetaira kebanyakan dianggap sebagai budak atau berasal dari orangtua yang bukan warga Athena.

Mereka dilarang menikahi warga negara, tetapi bisa dibeli dan dibebaskan oleh satu orang meskipun praktik itu tidak disukai.

9. Tawaif

Para tawaif dikenal sebagai seniman pertunjukan di India Utara selama abad ke-18 hingga awal ke-20. Sama seperti geisha, mereka adalah penari dan musisi.

Stigma sebagai pelaku prostitusi tak serta merta ditujukan kepadanya. Pengguna "jasa" mereka pun biasanya tak dianggap sebagai "klien", melainkan patron.

Jika mereka memiliki anak perempuan dapat meneruskan kekayaannya, juga seringkali profesinya.

Para Tawaif dilarang menikah, tetapi bisa masuk ke dalam jenis hubungan formal dengan patronnya, namun bukan sebagai istri sah. (Aswab Nanda Pratama/Luhur Pambudi/Titis Jati Permata)

Baca Juga: Ditemukan Kulit Ular yang Menyerap Logam Berat dan Timbulkan Bercak Hitam, Ular Laut yang Lebih Besar Tumbuh Semakin Menghitam?

Artikel Terkait