Advertorial
Intisari-Online.com – Melansir dari kompas.com, Asep Saprudin (56), warga Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kehilangan sang istri, Iis Aisah (42), akibat wabah demam berdarah yang melanda kampungnya.
Ibu empat anak itu meninggal dunia, Jumat (18/10/2019), setelah sempat mendapatkan perawatan medis di rumah sakit selama sehari.
"Keterangan dari dokter, istri saya punya penyakit lambung dan ada gejala demam berdarah," kata Asep kepada wartawan, Rabu (24/10/2019).
Selain sang istri, sebut Asep, ketiga anaknya juga terjangkit demam berdarah sehingga harus mendapatkan penanganan intensif di rumah sakit.
Asep juga menuturkan, bahwa mertua dan pamannya pun terjangkit DBD, hanya dia dan anaknya yang masih kecil yang tidak kena.
Dia juga menuturkan bahwa kejadian demam berdarah di lingkungannya itu sudah terjadi sejak sebulan lalu.
Hampir 30 persen warga di lingkungan RT-nya kena sehingga harus mendapatkan perawatan intensif.
Sebelumnya, plt Bupati Cianjur Herman Suherman menyebutkan, warga yang terjangkit wabah demam berdarah berasal dari beberapa kecamatan, di antaranya Gekbrong, Cugenang, Karangtengah dan Bojongpicung.
Baca Juga: 8 Manfaat Luar Biasa dari Daun Jambu Biji, dari Obati Demam Berdarah Hingga Cegah Kanker
Pihaknya mengaku telah menginstruksikan seluruh jajaran puskesmas untuk siaga 24 jam dan sigap ketika mendapatkan laporan kasus demam berdarah.
“Fogging terus dilakukan dan warga yang merasa mengalami gejala (demam berdarah) segera periksakan diri ke puskesmas, jangan dibiarkan. Pemerintah daerah menjamin penanganan pasien DBD, gratis,” ujarnya.
Sejauh ini, data yang didapat dari pihak RSUD Sayang Cianjur menyebutkan, jumlah pasien DBD yang masuk sebanyak 22 orang dan delapan pasien di antaranya telah diperbolehkan pulang. Gejala demam berdarah tak lagi ditandai bintik merah
Baca Juga: Terbukti, Nyamuk Demam Berdarah Memang Suka Gigit Anak di Hari Senin!
Demam Berdarah Dengue (DBD) yang marak saat ini memiliki gejala baru, yakni tidak lagi ditandai bintik atau bercak merah pada kulit.
Melansir dari nakita.id, seperti yang ditulis oleh Saeful Imam, kondisi ini jangan sampai membuat orangtua lengah terhadap penularan penyakit mematikan itu.
Menurut dr Hittoh Fattory SpA, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balikpapan, saat ini gejala khas untuk demam berdarah tidak seperti dulu, tidak ada lagi bintik merah di kulit dan sebagainya.
"Itu tidak terlalu terlihat, dan tidak mesti keluar seperti itu," ungkap dr Hittoh kepada Tribun Kaltim, Rabu (6/1/2015).
Baca Juga: Keren! Indonesia Kini Punya Alat Deteksi Demam Berdarah Sejak Dini
Jadi, kata dokter Kittoh menegaskan, gejala khas DBD tidak seperti dulu lagi, yang ditandai timbul bercak-bercak merah di tubuh, atau terjadi pendarahan kulit, atau biasanya pasien mengalami mimisan ditandai keluar darah dari lubang hidung.
"Sekarang tidak semua pasien mengalami gejala seperti itu.Jadi kalau demam panas harus sudah dicek dengan laboratorium, karena gejala demam berdarah salah satunya panas tinggi hingga 40 derajat, harus dilakukan observasi di rumah sakit," kata Hittoh.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Balikpapan Sri Soetantinah mengatakan hal serupa.
Tantin sapaan Sri Soetantinah, menyebutkan, saat ini gejala demam berdarah tidak seperti dulu, selalu ditandai bintik-bintik merah keluar.
"Indikasinya sudah berubah, intinya semua harus waspada. Termasuk dalam kata siaga. Memang sudah siaga, namun untuk kategori kasus luar biasa ( KLB) belum," kata Tantin.
Ada prosedurnya jika wabah dicanangkan KLB, satu di antaranya ada peningkatan kasus dua kali lipat dalam kurun waktu tertentu. Ada kurun waktu tertentu.
Menurut Dokter Hittoh, anak penderita DBD pasti mengalami gejala demam. Namun tidak hanya demam, ada beberapa gejala lain yang harus diperhatikan.
Dan untuk memastikan apakah anak terjangkit DBD, sebaiknya dilakukan tes darah. Menurutnya ada beberapa fase yang harus diperhatikan, yaitu fase saat pasien kritis.
Baca Juga: Indonesia Terancam Demam Berdarah, Ini 3 Hal Harus Anda Ketahui
Biasanya, fase kritis ini pasien yang awalnya demam, akan turun secara perlahan.
Saat panas turun, biasanya pasien justru tambah lemas. Pada fase ini, pasien mengalami panas selama tiga hari, dan pada hari ke tujuh fase penyembuhan.
"Fase kritis itu biasanya suhu tubuh mulai turun, ini harus lebih waspada saat panas turun, khususnya pada anak-anak yang demamnya turun, namun anaknya tambah lemas, tidak mau makan dan minum. Berbeda dengan anak sehat jika panas turun, mereka (anak) kembali bermain dan berlari-lari," ujarnya.
Hittoh melanjutkan, jika observasi di rumah sakit menunjukkan kesehatan cukup bagus, pasien hanya di rawat jalan.
"Kalau indikasi rawat inap biasanya panas kurang dari tujuh hari, ada didapatkan gejala yang harus diwaspadai, di antaranya adanya panas yang disertai muntah terus-menerus, nyeri perut, dan adanya penumpukan cairan di paru dan perut, didapatkan adanya peningkatan hematocrit (penurunan pada trambosit)," ujarnya.
Hematokrit (Hct) adalah persentase sel darah merah terhadap volume darah total. Nilai normal Hematokrit untuk pria 40% - 50% atau 0,4 - 0,5 sedangkan perempuan 35% - 45% (0,35 sampai 0,45).
Masih menurut penjelasan dr Hittoh, indikasi penurunan trambosit di bawah 100 ribu.
Jika trombosit berada di bawah level 100 ribu, observasi harus dilakukan rumah sakit, sedangkan trombosit di atas 100 ribu, diperbolehkan rawat jalan, dengan syarat tanpa ada gejala.
Baca Juga: Gejala Demam Berdarah Makin Sulit DIkenali, Berikut Cara Mendeteksi dan Mencegahnya
Seperti pasien dapat minum air putih dengan baik, dan aktivitasnya seperti biasa. ()