Advertorial
Intisari-Online.com -Tak seperti selebritas lain, penyanyi Mayangsari terbilang baru dalam hal aktif di media sosial Instagram.
Maka dari itu, banyak yang bertanya-tanya tentang alasan Mayangsari akhirnya membuat akun Instagram dengan nama @mayangsaritrihatmodjoreal tersebut.
"Lebih baik terlambat daripada enggak sama sekali. Ha-ha-ha," ujar Mayangsari dalam video yang diunggah akun YouTube Ussy Andhika Official seperti dilansir INTISARI dari Kompas.com, Selasa (24/9/2019).
Salah satu alasan Mayangsari sempat enggan menggunakan Instagram adalah karena menganggap media sosial tersebut hanyalah media untuk saling pamer.
Baca Juga: Sering Pamer Segepok Uang di Instagram, Pria Ini Ditangkap Polisi, Tak Disangka Ini Asal Uangnya
"Aku pernah ya cerita ketemu sama Indra Herlambang, ngobrol di pesawat ketemu gitu. (Indra tanya), 'kenapa sih (Mayangsari) enggak pakai Instagram? Enggak, aku enggak interested, karena aku pikir Instagram itu untuk apa sih? Ajang pamer doang kok sebenarnya, like or dislike that's the truth," kata Mayangsari menirukan percakapannya dengan Indra Herlambang.
Kesan negatif dari keberadaan Instagram faktanya tak hanya sebatas pendapat Mayangsari.
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa Instagram merupakan media sosial paling berbahaya bagi kesehatan jiwa.
Kok, bisa? Berikut ini ulasannya.
Instagram, aplikasi untuk berbagi foto, dianggap sebagai media sosial yang paling buruk bagi kesehatan mental dan jiwa.
Begitu kesimpulan survei terhadap 1.500 remaja dan orang dewasa muda di Inggris.
Walau media sosial ini banyak disukai karena bisa menjadi platform untuk menampilkan ekspresi diri, namun Instagram juga berkaitan dengan tingkat kecemasan yang tinggi, depresi, bullying, dan FOMO (fobia ketinggalan berita di jejaring sosial).
Dari 5 media sosial yang dimasukkan dalam survei ini, YouTube mendapat nilai tertinggi untuk kesehatan dan kesejahteraan mental.
Aplikasi berbagi video ini juga satu-satunya yang mendapat nilai positif dari para responden.
Twitter berada di urutan kedua, diikuti oleh Facebook, kemudian Snapchat, dan terakhir Instagram.
Suvei #StatusOfMinde yang dipublikasikan oleh United Kingdom's Royal Society for Public Health ini melibatkan masukan dari 1.479 orang muda (usia 14-25) dari seluruh Inggris Raya.
Survei dilakukan pada Februari - Mei 2017. Para responden menjawab pertanyaan tentang perbedaan dari pengaruh sosial media pada 14 isu yang terkait dengan kesehatan fisik dan mental.
Tak dipungkiri ada beberapa manfaat dari jejaring sosial. Hampir semua media sosial itu mendapat nilai positif dalam hal menunjukkan ekspresi diri, identitas diri, membangun komunitas, dan juga dukungan emosional.
YouTube juga mendapat nilai tinggi untuk memberi kesadaran pada banyak orang mengenai pengalaman menyehatkan karena mampu menyediakan akses pada informasi kesehatan terpercaya.
Selain itu, YouTube juga dianggap dapat menurunkan level depresi, kecemasan, dan kesepian.
Di lain pihak, ditemukan sisi negatif dari lima platform media sosial itu, terutama menurunnya kualitas tidur, bullying, citra tubuh, dan FOMO.
Tidak seperti YouTube, keempat media sosial lainnya terkait dengan meningkatkan depresi dan kecemasan.
Penelitian sebelumnya menyebutkan, orang muda yang menghasikan waktunya lebih dari dua jam sehari untuk berselancar di media sosial cenderung mengalami tekanan psikologis.
"Sering melihat teman atau orang yang selalu bepergian atau bersenang-senang, bisa membuat orang muda merasa ketinggalan karena orang lain seperti sedang menikmati hidup. Perasaan ini akan membuat mereka selalu membandingkan dan merana," tulis hasil survei itu.
Media sosial juga bisa memberi harapan yang tidak realistik dan menciptakan perasaan ketidakcukupan serta kepercayaan diri rendah.
Hal itu bisa menjelaskan mengapa Instagram mendapat nilai terburuk dalam hal citra tubuh dan kecemasan.
Salah satu responden menulis, "Instagram denga mudah membuat gadis dan wanita merasa tubuh mereka kurang ideal sehingga banyak orang mengedit fotonya agar mereka tampak sempurna".
Semakin sering orang muda membuka media sosial, makin besar pula mereka merasa depresi dan cemas.
Untuk mengurangi efek buruk media sosial pada orang muda, the Royal Society meminta pembuat media sosial untuk melakukan perubahan.
Mereka merekomendasikan agar ada notifikasi jika penggunaan media sosial sudah terlalu lama. Sekitar 71 persen responden medukung ide tersebut.
Bukan hanya itu, pencipta media sosial juga sebaiknya membuat cara untuk menunjukkan sebuah foto yang terlalu banyak manipulasi digital.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Instagram, Media Sosial Paling Buruk bagi Kesehatan Mental".