Advertorial

Asa Dua Sahabat Penyandang Disabilitas dalam Menggapai Bintang

K. Tatik Wardayati
Ade S

Tim Redaksi

Benarkah para penyandang disabilitas itu sudah mendapatkan porsi yang pas dalam segala hal, terutama dalam hal pendidikan?
Benarkah para penyandang disabilitas itu sudah mendapatkan porsi yang pas dalam segala hal, terutama dalam hal pendidikan?

Intisari-Online.com – Menjadi seorang penyandang disabilitas tentunya ada keterbatasan sendiri yang harus dijalankan olehnya.

Bagaimana bila dia sendiri merasa mampu melakukan apa yang biasa dikerjakan oleh orang normal? Tentu saja, sebagai orang yang lebih sempurna, kita tetap harus membantu mereka.

Dalam kenyataannya, benarkah para penyandang disabilitas itu sudah mendapatkan porsi yang pas dalam segala hal, terutama dalam hal pendidikan?

Sebuah film dokumenter Menggapai Bintang, diangkat dari kisah sederhana persahabatan dua teman masa kecil yang memiliki keterbatasan penglihatan.

Baca Juga: Kisah Bocah 9 Tahun yang Rawat Ayahnya yang Disabilitas Seorang Diri, ‘Ingin Jadi Dokter Untuk Sembuhkan Ayah’

Keduanya kini sudah menjadi gadis remaja berusia 17 tahun, namun hidup terpisah di dua benua yang berbeda, yaitu di Amerika Utara dan Indonesia.

Dea dibawa oleh orangtuanya ke Amerika Serikat untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Dia bahkan kini ingin belajar untuk mengendarai mobil.

Sementara, Indri Alifia Salsabila yang akrab dipanggil Salsa, yang tidak dapat melihat sejak kecil harus tinggal di asrama untuk anak-anak dan remaja berkebutuhan khusus untuk mendapatkan akses ke sekolah inklusif di Jakarta.

Kedua sahabat itu tetap berhubungan dan bersatu dalam semangat, terlepas dari kenyataan berbeda yang mereka hadapi sehari-hari.

Baca Juga: Mario P Hasudungan Gultom, Sosok Pria di Balik Kafe Sunyi yang Pekerjakan Disabilitas

Meski terbatas, mereka tetap mempunyai cita-cita tinggi. Salsa ingin menjadi guru matematika, dan Dea mengejar hasratnya menjadi penulis.

Sekolah di SMU Negeri di Jakarta, Salsa, berbaur bersama dengan teman-temannya yang lebih sempurna.

Indonesia memang telah mengeluarkan undang-undang yang mendorong sekolah-sekolah agar merangkul murid-murid berkebutuhan khusus, demi terciptanya kesetaraan akses akan pendidikan.

Namun apa daya, seperti yang dikisahkan oleh Salsa, dia tidak mendapatkan haknya untuk dapat belajar dengan baik.

Baca Juga: Jeritan Hati Pasutri Disabilitas Asal Flores, Tak Bisa Bekerja dan Hanya Bisa Makan saat Tetangga Memberinya

Artinya, fasilitas yang dia terima sama dengan teman-temannya yang lebih sempurna, sementara dia memiliki keterbatasan dalam penglihatan. Itu artinya, seharusnya dia mendapakan bahan ajar yang menggunakan huruf braille, misalnya.

Bagaimana dia bisa belajar dengan baik, bila diharapkan dia mendapatkan teman sebangku yang bisa membantunya dalam proses belajar, nyatanya dia malahan mendapatkan teman sebangku yang sama-sama berkebutuhan khusus?

Meski masih banyak teman-temannya yang mau membacakan bahan ajar untuknya, nyatanya ketika ditanya apakah teman-teman yang normal mau berteman dengannya? Salsa hanya menggelengkan kepalanya.

Sekarang ini sekolah dasar dan menenangah dasar di Indonesia harus menerima siswa dengan kebutuhan khusus.

Baca Juga: Kisah Naga Putra Wicaksana, Bocah Kelas 3 SD yang Mengemis dan Bersih-bersih Rumah Demi Bantu Ibunya yang Disabilitas

Namun, kebanyakan sekolah masih tidak mampu menerima mereka atau bahkan masih menganggap mereka sebagai beban tambahan yang memberatkan prestasi akademis sekolah tersebut.

Meskipun negara wajib menyediakan dukungan tambahan bagi penyandang disabilitas, yang sayangnya dukungan ini amat jarang diadakan.

Kebanyakan sekolah tidak mampu memberikan guru khusus dan infrastruktur yang memudahkan para siswa penyandang disabilitas ini mendapatkan proses pembelajaran dengan baik.

Atas dasar itulah dan ketertarikan persahabatan dua penyandang tuna netra inilah, Ucu Agustin menyutradarai film dokumenter Menggapai Bintang.

Baca Juga: Kasihan, Kakek Disabilitas Ini Terpaksa Merangkak Selama Liburan Karena Petugas Bandara Menyita Baterai SkuternyaBaca Juga: Kasihan, Kakek Disabilitas Ini Terpaksa Merangkak Selama Liburan Karena Petugas Bandara Menyita Baterai Skuternya

Ucu melihat persahabatan keduanya yang sangat sederhana, serta keseharian Dea yang lebih dahulu ditemuinya di Amerika Serikat bak remaja pada umumnya tanpa merasakan keterbatasan dirinya.

Melalui film ini Ucu ingin mengajak kita untuk melihat bahwa para penyandang disabilitas ini ada di sekitar kita yang membutuhkan bantuan kita, sebagai orang yang lebih sempurna.

Juga, sekolah-sekolah yang menerima para penyandang disabilitas ini untuk memberikan fasilitas yang lebih memadai sehingga mereka dapat mengikuti proses belajar-mengajar layaknya murid lain yang lebih sempurna.

Di sisi lain, dari film ini pun diperlihatkan bahwa dengan keterbatasan tertentu, mereka tetap bisa beraktivitas layaknya orang lain yang lebih sempurna, bahkan mencapai apa yang dicita-citakan.

Baca Juga: Friendship Goals: Bocah 12 Tahun Ini Gendong Sahabatnya yang Disabilitas Selama 6 Tahun Setiap Hari

Artikel Terkait