Advertorial
Intisari-Online.com - Surahmi (65), warga Karanganom 2, Desa Ngawis, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, merawat rumah berasitektur jogloberusia lebih dari satu abad hanya dengan cara sederhana.
Meski usianya sudah lebih dari satu abad, rumah sederhana ini masih menunjukkan kegagahannya meski beberapa bagian sudah rusak.
Hampir seluruh bagian rumah warisan yang dibangun sejak 1918 ini terbuat dari kayu. Sementara lantainya terbuat dari batu putih yang dibuat menjadi tegel.
Surahmi menceritakan, rumah itu dibangun oleh kakaknya bernama Tanurejo pada 1918. Saat itu, sang kakek merupakan kawituwo atau perangkat desa.
Baca Juga: Pernah Tiba-tiba Lupa Ingin Ngomong Apa? Mungkin Anda Mengalami Fenomena 'Doorway Effect'
Rumah diwariskan ke Suwito Rejo, yang tak lain ayahnya. Saat ini rumah diwariskan kepada Suyata, kakaknya, yang tinggal di Kota Yogyakarta.
"Sekitar tahun 1940-an dulu dipakai untuk sekolah rakyat," kata Surahmi saat ditemui di tempat tinggalnya, Minggu (25/8/2019).
Merawat bangunan yang berumur satu abad itu pun tak sulit. Dia menyebut sehari-hari cukup dibersihkan.
"Tahun kemarin sempat ganti rusuk atapnya," kata dia.
Baca Juga: Duka Orang Tua yang Temukan Putranya Tewas di Kamar Setelah Terpeleset Saat Bermain
Memiliki rumah tua dan bersejarah membuat beberapa kolektor dan warga tertarik untuk membelinya.
Meski tak menyebutkan nominal yang pernah ditawarkan, dia dan keluarga besar tak tertarik menjual.
"Ketika ada orang yang datang mau membeli, saya bilang tidak dijual. Sudah dua-tiga kali orang datang mau tawar," ucap dia.
Kepala Seksi Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Daerah Istimewa Yogyakarta Wiwit Kasiyati mengatakan, rumah Joglo ini merupakan sepuluh bangunan warisan budaya yang mendapat penghargaan "Kompensasi Perlindungan Cagar Budaya 2019" dari BPCB DIY" setelah melalaui proses seleksi.
"Setiap tahun kami anggarkan untuk sepuluh pelestari cagar budaya," ucap dia.
Dia mengatakan, melalui pemberian kompensasi ini diharapkan pemilik rumah ikut melestarikan bangunan miliknya.
Tujuannya tidak mudah dijual ke orang lain serta menjadi contoh bagi para pemilik bangunan tradisional lainnya.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunung Kidul Agus Kamtono menambahkan, pihaknya terus berupaya agar bangunan bersejarah tidak dijual.
Salah satunya dengan memberikan bantuan perawatan kepada rumah tradisional yang masuk dalam kategori cagar budaya.
Dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, rumah tersebut dahulu pernah digunakan sebagai sekolah rakyat dengan menempati pendopo yang disekat menjadi dua ruangan untuk digunakan sebagai kelas.
Rumah ini terdiri atas beberapa bagian, antara lain teras, pendopo, pringgitan, tiga sentong, dan gandok kiwo.
Gandok kanan sudah tidak ada. Gebyok masih asli, tetapi bagian depan sebagian sudah diganti kaca.
(Kontributor Yogyakarta, Markus Yuwono)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Mau Menjual, Surahmi Merawat Sendiri Rumah Berusia 1 Abad"