Advertorial
Intisari-Online.com -Sedikitnya 28 nyawa hilang akibat aksi kekerasan yang melibatkan sebuah pisau Herero yang memiliki pegangan bertabur permata.
Kisah tentang pisau ini sendiri berawal pada 1917 ketika seorang perwira angkatan bersenjata Jerman,Letnan Froelich, menguasainya.
Saat itu,Froelich sedang memburu sebuah harta karun, bersama tiga orang pasukannya.
Saking bernafsunya memiliki harta karun tersebut,Froelich sampai menculik kepala suku Herero Afrika yang dipercaya mengetahui keberadaan harta karun tersebut
Baca Juga: Pembunuhan Berantai yang Memberi Stigma Buruk pada Kota Snowtown
Istri sang kepala suku turut menjadi korban penculikan Froelich beserta pasukannya.
Mereka menyiksa wanita itu dengan pisau hingga dengan terpaksa suaminya memberitahu tempat harta karun emas itu disembunyikan di sebuah desa terpencil.
Letnan itu kemudian menggiring tentaranya ke tempat itu dan membunuh siapa saja yang berada di sana.
Perwira itu kemudian membunuh dua anak buahnya karena sudah mata gelap dan dikuasai rasa serakah.
Diam-diam, ada penduduk lain yang menyaksikan pembantaian itu.
Mereka mengikuti Froelich beserta kelompoknya, yang membawa kabur harta karun di dalam sebuah kereta penuh sesak.
Ketika rombongan orang jahat itu tertidur pada malam hari, kedua orang Jerman itu dibunuh dan tubuh mereka dibiarkan begitu saja bersama dengan harta karun di dalam kereta.
Baca Juga: Inilah Liu Pengli, Pembunuh Berantai Pertama di Dunia yang Juga Seorang Pangeran
Kematian berantai
Dua puluh lima tahun berselang, dua pencari kayu bakar kebetulan mendatangi tempat itu. Mereka menemukan atap kereta menyembul di balik tumpukan tanah.
Penuh rasa ingin tahu, kedua pria itu terus menggali dan menemukan kereta penuh muatan itu.
Dengan penasaran mereka membersihkan timbunan tanah itu, lalu berhasil menemukan kerangka Froelich dan temannya beserta bongkahan emas terpendam, di samping sebuah pisau berkarat.
Pisau itu mereka bersihkan, kemudian berangkatlah mereka ke kota untuk menjual emas temuan itu.
Setelah itu, keesokan harinya, mereka membeli dua karcis menuju Johannesburg.
Namun, malam itu, salah satu dari kedua orang itu terbunuh ketika sedang bermabuk-mabukan.
Pria yang lain kemudian menjual pisau itu ke sebuah perusahaan penjual permata di Johannesburg, Cohen and Rosenblatt.
Cohen membawa pisau itu untuk diperlihatkan kepada istrinya. Beberapa hari kemudian, pasangan itu terbunuh ketika sekelompok perampok menyatroni rumah mereka.
Sebanyak 25 orang menemukan ajalnya ketika berhubungan dengan pisau itu.
Namun putra Cohen, yang diwarisi pisau belati itu menganggap bilah bertulah itu hanya omong kosong belaka.
Beberapa minggu kemudian, ketika sedang mengemudikan mobil balapnya, tiba-tiba mobilnya tergelincir di jalan yang sepi, lalu terjungkal masuk jurang hingga hancur-lebur.
Dia adalah korban ke-26. Sejak saat itu tidak seorang pun mau memiliki belati tersebut dan langsung memindahtangankannya ke orang lain.
Korban terakhir
Seorang pria bernama Sturman membelinya dan memasangnya sebagai hiasan di dinding rumahnya. Beberapa hari kemudian, dia terbunuh akibat petir yang menyambarnya.
Pisau itu tergeletak begitu saja di antara peninggalan Sturman hingga seorang kaya berkebangsaan Amerika memerintahkan pegawainya di Afrika yang bernama Dark Nathan membeli pisau itu.
Nathan membelinya dan segera berupaya mengirimkan barang tersebut melalui Kantor Pos terdekat agar terlepas dari bilah bertulah tersebut.
Ketika berjalan keluar kantor pos, Nathan terbunuh akibat tertabrak kereta lori yang lewat.
Sejak itu kisah tentang bilah bertulah Herero itu tidak kedengaran lagi. Dengan rentetan kisah yang mengiringinya, tak seorang pun ingin menemukannya.
(Seperti pernah dimuat di BukuRatapan Arwah; Kisah Nyata Kutukan & Tulah – Intisari)