Advertorial
Intisari-Online.com - Selalu ada sisi bertolak belakang dari setiap peristiwa. Semuanya bertolak dari pola pikir kita. Seperti dua sisi koin yang berbeda, kita bisa melihat angka 500 atau gambar sosok Letjen TB Simatupang dan Garuda Pancasila.
Seorang teman curhat tentang temannya yang belum lama ini kehilangan salah satu anaknya. Sang anak saat itu sedang berenang di rumah temannya bersama beberapa kawan kelasnya. Naas, ia tenggelam dan kawan-kawannya tak ada yang bisa bertindak untuk menyelamatknya.
Selang beberapa waktu seusai pemakaman anak itu, si bapak sang anak seperti tidak bisa menerima kenyataan. Ia seolah menyalahkan kawan-kawan sekelas anaknya yang tak berbuat apa-apa. Kondisi ini membuat suasana menjadi kikuk sebab kawan-kawan si anak itu tak jarang bertemu dengan si bapak.
Baca Juga: Menteri Susi Tenggelamkan 13 Kapal Vietnam: Amankah Menenggelamkan Kapal di Lautan?
Beberapa sahabat dan kerabat si bapak mencoba menghiburnya untuk melupakan kejadian itu. Salah satunya dengan mengatakan bahwa tugas si anak di kehidupan ini sudah selesai. Jadi relakan dia pergi. Ikhlaskan.
Memang berat, tapi berapa banyak energi terkuras untuk memikirkan sesuatu yang sudah terjadi dan muskil kembali?
Jika Anda bersikap seperti bapak si anak tadi, cobalah merenungkan apa yang ditulis jurnalis dan penulis Prancis terkemuka Alphonse Karr pada 1853 dalam bukunya “Surat Ditulis Dari Kebun Saya”.
Mari kita coba melihat hal-hal dari sisi yang lebih baik: Anda mengeluh tentang melihat semak mawar berduri; Saya, saya bersukacita dan berterima kasih kepada para dewa bahwa duri memiliki mawar.
Mana yang Anda suka? Mawar berduri apa Duri bermawar?