Bulu uban dibiarkan tumbuh menutupi sebagian wajahnya. Tak disangka, ingatan Soes masih tajam menyerupai respons lelaki sehat paruh baya.
Tutur bicaranya lugas, mengalir deras menjawab pertanyaan demi pertanyaan.
Itulah Soes dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Terkadang dia bercanda mencairkan suasana, namun lebih sering dia serius mengisahkan sekelumit perjalanan hidupnya.
Soes fasih berbahasa Inggris, Rusia, Jerman, dan Belanda. Entah itu secara lisan maupun tulisan. Bahkan, dia menyebut dirinya diglosia, kemampuan menguasai variasi bahasa dalam masyarakat.
"Mas ingin wawancara pakai bahasa apa? Gini-gini saya menguasai beberapa bahasa lho," kata Soes tersenyum mengawali pembicaraan.
Soes menempuh pendidikan dasar di Blora dan pendidikan menengah di Jakarta.
Di Jakarta, awalnya dia ikut kakak sulungnya, Pramoedya Ananta Toer, sebab saat itu, bapaknya, Mastoer, guru di Blora itu, sudah tiada.
Sebelum hijrah ke Rusia, Soes sempat menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia (UI).
Baca Juga: 92 Tahun Pramoedya Ananta Toer: Kisah Babe, Sang Penyelamat Karya-karya Pram di Pulau Buru
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ade S |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR