Advertorial

Mengenal Jo Cameron, Wanita 60 Tahun yang Tak Pernah Bisa Merasakan Sakit, Termasuk Saat Melahirkan

Mentari DP

Penulis

Kasus Jo Cameron baru-baru ini yang membahas sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam British Journal of Anesthesia.
Kasus Jo Cameron baru-baru ini yang membahas sebuah studi kasus yang diterbitkan dalam British Journal of Anesthesia.

Intisari-Online.com – Tentu kita tidak mau sakit.

Namun nyatanya hidup kita tidak akan jauh dari rasa sakit. Misalnya sakit gigi, demam, hingga sakit karena menstruasi.

Lalu bagaimana jika ada seorang wanita yang tidak bisa merasakan sakit?

Terdengar tidak mungkin. Kecuali dia seorang pahlawan super seperti di film Avengers, namun tidak. Dia benar nyata.

Baca Juga : Muzdalifah dan Fadel Islami Dibilang Mirip: Ternyata Wajah Mirip Berarti Jodoh Bukan Mitos Semata, Ini Buktinya!

Namanya Jo Cameron.

Dilansir dari nationalgeographic.grid.id pada Rabu (15/5/2019), kasus Cameron baru-baru ini yang membahas sebuahstudi kasusyang diterbitkan dalamBritish Journal of Anesthesia.

Jo Cameron menjadi perhatian para peneliti di akhir usia 60-annya, setelah menjalani operasi artritis yang biasanya menyiksa namun dirinya hanya membutuhkan parasetamol untuk meredakan rasa sakit pasca pemulihan.

Bisa dikatakan, hidupnya penuh dengan cedera yang kurang lebih tanpa rasa sakit. Bahkan persalinan nyaris tidak membuatnya terganggu.

Hidup tanpa rasa sakit mungkin tampak seperti berkah.

Namun kasus Cameron –dan bagaimana kita memahami arti sebenarnya dari rasa sakit–lebih kompleks daripada kelihatannya.

Rasa sakit itu berguna

Orang-orang dengan kondisi genetik yang langka bisa lahir tanpa memilikirasa sensitif terhadap rasa sakit.

Mereka sering mencederai diri sewaktu muda, dan beban cedera dan trauma yang mereka rasakan membuat merekajarang bertahan hidup sampai dewasa.

Hal itu tidak mengejutkan. Rasa sakit memilikiperan perlindungan yang penting. Rasa sakit melindungi kita dari cedera.

Ia membatasi gerak kita ketika bagian-bagian tubuh kita rusak. Tanpa sistem perlindungan bawaan ini, luka yang tidak sembuh pada akhirnya bisa memberatkan kita.

Baca Juga : Kasus Vera Oktaria yang Dimutilasi Pacarnya Sendiri: Ini 5 Sikap Pasangan yang Tak Boleh Anda Tolerir

Kasus Cameron melawan pandangan di atas

Namun, hasil tes ambang rasa sakit Cameron menunjukkan bahwa, di luar nyeri panas, ia memiliki beberapa persepsi rasa sakit yang normal.

Ia memiliki beberapa tulang yang patah dan banyak bekas luka.

Hal ini menunjukkan bahwa umur panjangnya setidaknya secara sebagian hanyalah karena keberuntungan.

Melahirkan adalah hal yang mudah baginya, meski demikian, ia tetap menerima gas bius.

Ia mengonsumsi parasetamol, meski dalam situasi yang membuat sebagian besar dari kita hingga membutuhkan morfin.

Persepsi rasa sakitnya kemudian tampaknya berkurang dalam sejumlah besar kasus (dan seringkali merugikan Cameron) tetapi tidak hilang.

Kunci dari pengalamannya yang tidak biasa mungkin berhubungan dengan fakta lain yang mengejutkan tentang pengalamannya: dia tidak memiliki rasa kecemasan atau ketakutan.

Bahkan kecelakaan mobil baru-baru ini tampaknya tidak mempengaruhinya.

Apa yang menyebabkan rasa sakit?

Pengurutan gen milik Cameron mengungkapkan bahwa ia kekurangan enzim FAAH (asam lemak amida hidrolase) yang berperan untuk memecahneurotransmitter anandamide.

Neurotransmitteradalah zat kimia yang memiliki efek pada pengiriman sinyal antara sel-sel saraf, atau neuron.

Obat yang berbeda memiliki efek yang berbeda karena mereka meniruneurotransmitteryang berbeda.

Misalnya, obat penenangProzacmempengaruhi kerja serotonin, sedangkan kokain mempengaruhi fungsi dopamin.

Anandamide, berasal dari kata Sansekerta yang artinya “kebahagiaan”, merupakan jenis neurotransmitter yang paling banyak dipelajari.

Baca Juga : Mengandung Bakteri meningitis, Ini Bahaya Tersembunyi dari AC Mobil yang Dingin dan Sejuk Itu

Anandamide dikenal sebagai zat kimia yang berfungsi sama seperti ganja (cannabinoids) yang dibuat tubuh kita.

Seperti namanya, aksicannabinoidmenyerupai ganja.

Zat ini tampaknya memiliki efek yang serupa. Peningkatan kadaranandamidemengurangi rasa sakit dan kecemasan pada hewan percobaan di laboratorium.

Karena tubuh Cameron tidak memecahanandamide, zat ini terakumulasi dalam darahnya.

Jadi, selain tidak terlalu merasa sakit, dia juga tidak terlampau cemas tentang rasa sakit yang ia alami.

Rasa sakit tidak hanya berarti adanya kerusakan

Kaitan antara kondisi Cameron dancannabinoidsyang dibuat oleh tubuh kita semakin mengobarkan minat untuk menggunakanobat berbasis ganja untuk menggantikan obat opioid (zat yang mengandung opium).

Ada bukti bahwa penyalahgunaan opioid sering didorong olehkemampuan zat tersebut untuk untuk menghilangkan rasa takut dan cemas serta rasa sakit.

Mungkin obatcannabanoiddapat mengatasi rasa sakit dan cemas tanpa ada efek samping seperti opioid.

Saat ini, kita masih jauh dari titik itu. Percobaan sebelumnya dengan obat berbasis FAAHmenunjukkan hasil yang beragam.

Cameron sendiri mengalami gangguan pada memorinya yang menunjukkan bahwacannabanoidyang dibuat dalam tubuh kita dapat mengakibatkan beberapa efek samping seperti zat sejenis lainnya.

Para peneliti pernah menganggap rasa sakit sebagai sinyal sederhana kerusakan tubuh.

Selama 75 tahun terakhir sains mengenai rasa sakit telah menekankanbetapa kompleksnya rasa sakit. Interaksi antara rasa sakit dan rasa cemas adalah bagian penting dari untuk memberikan gambaran utuh.

Orang-orang seperti Jo Cameron menambahkan potongan lain pada teka-teki yang menarik ini. (Gita Laras Widyaningrum)

(Artikel ini sudah tayang di nationalgeographic.grid.id dengan judul “Kisah Jo Cameron, Perempuan yang Tak Pernah Mengalami Rasa Sakit”)

Baca Juga : Kasus Nikahi Sepupu Sendiri, 4 dari 5 Anaknya Alami Kelainan Intelektual: Begini Efek Samping Perkawinan Sedarah Secara Sains

Artikel Terkait