Pada kasus ekstrem, pembuluh bisa pecah dan menyebabkan kematian. Namun, selain dari adaptasi yang diwariskan secara genetis, itu bisa dicegah dengan latihan reguler.
“Dinding paru-paru jadi lebih menyesuaikan dengan kedalaman. Mungkin ada kelonggaran yang terjadi selama masa berlatih. Diafragma menjadi lebih renggang. Kami tidak benar-benar tahu jika hal-hal itu bisa terjadi,” papar Moon.
"Limpa juga bisa berkontraksi sampai batas tertentu. Namun, kita tidak tahu hubungan langsung antara tiroid dan limpa,” tambahnya.
Membuka jalan untuk penelitian lain
Llardo mengatakan, penemuan mengenai bagaimana orang-orang Bajau menjadi penyelam terbaik ini memiliki implikasi medis.
Respons menyelam tersebut mirip dengan kondisi medis yang bernama hipoksia akut, yakni ketika manusia kekurangan oksigen dengan cepat. Kondisi ini sering menyebabkan kematian di unit gawat darurat. Mempelajari suku Bajau bisa membantu kita memahami hipoksia.
Namun, bagaimanapun juga, kehidupan penjelajah air ini berada di bawah ancaman.
Mereka dianggap sebagai kelompok marjinal dan tidak bisa menikmati hak kewarganegaraannya seperti orang-orang yang tinggal di daratan.
Meningkatnya industri perikanan juga membuat mereka lebih sulit bertahan hidup pada stok makanan yang tersedia di laut. Alhasil, banyak orang-orang Bajau yang memilih meninggalkan lautan.
Tanpa adanya dukungan terkait cara hidup mereka, Llardo khawatir pelajaran dari orang-orang Bajau dalam dunia kesehatan tidak akan ada lagi nantinya. (Gita Laras)
Baca Juga : 5 Suku Pemilik Kekuatan Super di Dunia, Salah Satunya Tinggal di Indonesia
Artikel ini pernah tayang di nationalgeographic.co.id dengan judul: Suku Bajo, Penjelajah Air yang Ditakdirkan Menjadi Penyelam Terkuat
Penulis | : | intisari-online |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR