"Faktor alam mempengaruhi organisme mengembangkan karakteristik baru untuk bertahan hidup. Faktor itu mengubah mereka menjadi spesies baru," lanjutnya.
Al-Jahiz menjelaskan pula dalam bukunya, "Binatang yang berhasil berkembang biak bisa menurunkan karakter itu kepada penerusnya."
Menurut al-Jahiz, setiap mahkluk hidup di dunia berada dalam pergulatan terus-menerus untuk bertahan hidup.
Selama itu pula, selalu ada spesies yang lebih kuat dibandingkan yang lain.
Baca Juga : 8 Potret Suasana Jam Sibuk di Berbagai Negara, Bangladesh Paling Ngeri
Demi bertahan hidup, binatang harus memiliki jiwa kompetitif untuk mendapatkan makanan, mencegah dirinya dimangsa, dan aktif bereproduksi.
Keharusan tersebut secara alami mengubah satu spesies dari satu generasi ke generasi.
Gagasan Al-Jahiz mempengaruhi pemikir Muslim lain yang hidup setelah eranya.
Karya al-Jahiz dikonsumsi oleh al-Farabi, al-Arabi, al-Biruni, dan Ibn Khaldun.
Melalui beberapa buku yang diterbitkan tahun 1930, bapak spiritual Pakistan, Muhammad Iqbal, yang dikenal luas sebagai Allama Iqbal, menilik peran al-Jahiz bagi masyarakat.
Iqbal menulis, "al-Jahiz adalah orang yang menyebut bahwa evolusi yang dialami binatang disebabkan migrasi dan pengaruh lingkungan."
Baca Juga : Bayi Ngeces Bukan karena Ngidam Ibu yang Tak 'Keturutan', Justru Punya Manfaat Luar Biasa
Teori Mohammed
Kontribusi dunia Islam terhadap teori evolusi bukanlah sesuatu yang tak diketahui para pemikir Eropa abad ke-19.
Faktanya, ilmuwan seangkatan Darwin, William Draper, pernah berbicara tentang teori evolusi Muhammed tahun 1878.
Bagaimanapun, belum ada bukti bahwa Darwin familiar dengan karya al-Jahiz.
Tak ada pula yang mengetahui apakah Darwin memahami bahasa Arab.
Penyelidik alam asal Inggris itu berhak menerima reputasi sebagai ilmuwan yang menghabiskan waktu bertahun-tahun menjelah dan meneliti alam.
Darwin juga layak diakui sebagai penemu teori yang belum pernah ada sebelumnya, yang rincian dan kejelasannya mengubah cara kita memandang dunia.
Namun wartawan bidang ilmu pengetahuan, Ehsan Masood, yang membuat serial dokumenter untuk Radio BBC berjudul Islam and Science, menyebut kita harus mengingat orang-orang yang juga berkontribusi pada gagasan evolusi.
Baca Juga : Ketika Letusan Gunung Hampir Tewaskan Semua Penduduk Kota yang Bergelimang Dosa Ini
Kreasionisme
Massod berkata, teori kreasionisme yang menentang gagasan evolusi tidak muncul pada abad ke-9 di Irak, ketika Baghdad dan Basra merupakan pusat ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam.
"Ilmuwan tidak menghabiskan waktu berjam-jam menguji kitab-kitab wahyu dan membandingkannya dengan pengetahuan empiris tentang alam," tulis Massod dalam koran Inggris, The Guardian.
"Sebaliknya, ilmuwan keluar rumah dan berusaha menemukan hal-hal itu dengan mata dan tangan mereka sendiri," lanjut Massod.
Pada akhirnya, pencarian ilmu pengetahuanlah yang membawa al-Jahiz kepada kematiannya sendiri.
Ada suatu cerita bahwa saat berusia 92 tahun, dia berusaha meraih buku di atas lemari.
Namun lemari itu justru jatuh menimpa al-Jahiz.
Ketika itu pulalah, kehidupan filsuf Muslim itu berakhir.
Baca Juga : Dibuang Orangtuanya Karena Terlahir dengan Bibir Sumbing, Gadis Ini Tumbuh Menjadi Sangat Cantik saat Dewasa
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Tatik Ariyani |
KOMENTAR