Advertorial
Intisari-Online.com - Pada saat ini, sahara adalah gurun yang kering dan tidak ramah bagi manusia.
Namun, 20.000 tahun yang lalu area ini merupakan oasis bagi berbagai makhluk hidup dan begitulah nasibnya 20.000 tahun lagi.
Para peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) menganalisis deposit debu yang berada di pesisir Afrika barat selama 240.000 tahun terakhir.
Secara khusus, mereka mempelajari isotop langka yang disebut thorium pada setiap lapisan untuk mengetahui seberapa cepat ia berakumulasi di dasar laut.
Baca Juga : Saudara Kandungmu Adalah Orang Penting Dalam Hidupmu, Jangan Pernah Sekalipun Lupakan Itu
Hasil analisis para peneliti yang dipublikasikan dalam jurnal Science Advances mengungkapkan bahwa Sahara dan Afrika Utara berubah-ubah iklimnya antara basah dan kering setiap 20.000 tahun sekali.
Perubahan ini disebabkan oleh berubahnya sumbu bumi ketika mengorbit matahari.
Pasalnya, perubahan sumbu bumi mempengaruhi distribusi cahaya matahari antar musim.
Baca Juga : Kampung Naga Tasikmalaya, Pilihan Tepat untuk Menyepi dari Dunia Modern dan Teknologi
Ketika bumi berada pada posisi untuk menerima cahaya matahari maksimum pada musim panas, aktivitas muson di area Afrika Utara menjadi semakin intens sehingga Sahara pun menjadi hijau.
Sebaliknya, bila posisi bumi mengurangi datangnya cahaya matahari musim panas, maka Sahara pun menjadi kering seperti saat ini.
Baca Juga : Buah Parijoto, Warisan Sunan Muria yang Dianggap Bisa Atasi Masalah Sulit Hamil
Dilansir dari Xinhua, Kamis (3/1/2019); Associate Professor MIT, David McGee berkata bahwa penemuan ini mengungkap lebih banyak mengenai sejarah gurun Sahara.
Terutama untuk mengetahui kapan manusia hidup di area tersebut dan menyeberanginya untuk keluar dari Afrika.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com olehShierine Wangsa Wibawa dengan judul "Sahara Tidak Selalu Gurun, Iklimnya Berubah-ubah Tiap 20.000 Tahun"